Penggerobak menyetor sampah yang sudah dipilah dari warga Gunungketur untuk diangkut ke TPS3R Panggungharjo, Senin (3/2/2025). Harian Jogja - Lugas Subarkah
Harianjogja.com, JOGJA—Kelurahan Gunungketur, Pakualaman, Kota Jogja, memulai pengelolaan sampah dengan penggerobak. Masyarakat diwajibkan memilah sampah di rumah untuk bisa mendapat layanan ini.
Sejumlah penggerobak membawa gerobak masing-masing yang sudah dipenuhi sampah sisa dapur dan sampah organik kering di depan Kelurahan Gunungketur pada Senin (3/2/2025) siang. Mereka menunggu datangnya truk pengangkut sampah-sampah tersebut.
Sekitar pukul 13.00 WIB, truk datang. Secara bergantian, penggerobak memindahkan sampah yang mereka bawa ke wadah-wadah bagor dan ember yang sudah disediakan dari truk tersebut. Sampah yang telah dipilah itu juga ditimbang sebelum dinaikkan ke bak truk.
Senin merupakan jadwal pengambilan sampah dari rumah-rumah warga. Sampah langsung diangkut ke pengelola sampah, yakni Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Panggungharjo, Sewon, Bantul. Selain Senin, jadwal pengangkutan sampah lainnya yakni Rabu, Jumat, dan Sabtu.
Salah satu warga Gunungketur yang telah berlangganan, Rany, mengatakan sangat terbantu dengan sistem pengangkutan sampah oleh penggerobak ini. Ia menceritakan sebelumnya warga mengangkut sampah sendiri ke depo. “Sebelumnya kami membuang ke depo di Mandala [depan Stadion Mandala Krida], itu ribet. Di depo kami harus mengantre, urut untuk membuang sampah di dalam. Dengan waktu yang sudah ditentukan oleh DLH [Dinas Lingkungan Hidup] Kota Jogja,” katanya, Rabu (5/2/2025).
Pembuangan di depo menurutnya membuat pemilahan sampah tidak berjalan maksimal. “Sebetulnya dari wilayah diharapkan sudah memilah dari dulu, karena DLH sudah menyosialisasikan pemilahan sampah dari rumah. Tetapi ada yang sudah memilah, di depo kadang-kadang masih campur,” ungkapnya.
Ia mengaku awalnya kesulitan dalam memilah sampah. Namun karena dipaksa oleh kondisi, mau-tidak mau ia dan warga lainnya pun harus menyesuaikan dengan belajar memilah sampah. “Sekarang warga sudah terbiasa,” ujarnya.
Dalam memilah sampah di rumah, ia tidak menggunakan kantong plastik sebagai wadah untuk sampah sisa dapur atau sampah basah. Rany menggunakan ember sebagai wadah, karena plastik termasuk sampah residu yang tidak bisa dijadikan wadah. “Jadi sampahnya dituangkan ke ember penggerobak, ember kami dipakai lagi di rumah. Sampah plastik termasuk dalam sampah residu, hanya bisa diangkut hari Sabtu. Selain hari, kami Sabtu hanya bisa mengangkut sampah basah dan kering [dedaunan],” ungkapnya.
Kemudian untuk sistem pembayaran, warga membayar ke bendahara RT, yang kemudian diteruskan ke RW. Tarif untuk pelanggan berkisar antara Rp20.000 hingga Rp50.000 bergantung pada jumlah anggota keluarga dan sampah yang dihasilkan.
Salah satu penggerobak, Andi Pronoaksoro, menuturkan proses pengambilan sampah dilakukan oleh penggerobak transporter dari rumah ke rumah. “Pemilahan antara sampah basah dan kering, sisa dapur dan daun-daunan,” kata dia.
Untuk menyelesaikan pengangkutan sampah, penggerobak transporter membutuhkan waktu sekitar dua jam. “Gerobak saya mengangkut sampah dari 79 pelanggan. Satu gerobak kira-kira cukup untuk 80-90 rumah,” katanya.
BACA JUGA: PSS Gelar Latihan Penyelesaian Akhir, Suporter Datangi Lapangan Pakembinangun
Alihkan Pembuangan
Lurah Gunungketur, Sunarni, menjelaskan sistem pengangkutan sampah menggunakan gerobak transporter ini untuk mengalihkan pembuangan sampah yang sebelumnya dilakukan warga ke depo. “Nantinya tidak diperkenankan membuang sampah secara mandiri ke depo,” ujarnya.
Pengembangan sistem ini dimulai dengan pendataan jumlah KK dan sosialisasi kepada warga. “Ini kami komunikasikan tidak sekali jadi. Berkali-kali, dengan tokoh masyarakat, dengan bank sampah dan sebagainya,” kata dia.
Di Gunungketur terdapat sebanyak 1.500 keluarga. Dari jumlah tersebut, hanya 50% atau sekitar 750 keluarga yang tinggal di wilayah tersebut. Sampai saat ini, sudah sekitar 90% keluarga menjadi pelanggan gerobak transporter ini. “Ada sembilan penggerobak, cukup untuk seluruh warga,” ungkapnya.
Pemilahan sampah dari warga diperlukan untuk proses selanjutnya, yakni pengelolaan yang bekerja sama dengan TPS3R Panggungharjo, Sewon, Bantul. “Jadi kami tidak menggunakan depo. Sampah langsung dibawa ke Panggungharjo. Warga wajib memilah,” ungkapnya.
Ia berharap sistem ini dapat mengedukasi warga untuk menyiapkan sampah dalam kondisi terpilah. “Nanti yang mengambil adalah transporter, itu tidak banyak yang berkumpul di depo [dibanding warga mengangkut mandiri ke depo]. Kalau sudah seprti ini, bisa rapi, wajah Kota Jogja juga semakin baik,” katanya.
Ketua Komisi A DPRD Kota Jogja, Susanto Dwi Antoro, mengatakan Kelurahan Gunungketur menjadi pilot project pengelolaan sampah berbasis wilayah bersama Kelurahan Purwokinanti, Pakualaman; dan Kemantren Kraton. Ia berharap program yang sudah dimulai di wilayah-wilayah ini bisa segera direplikasi kelurahan dan kemantren lainnya, dengan formatnya masing-masing sesuai karakter di wilayah. “Ini harus segera diikuti oleh kelurahan lainnya,” kata dia.
DPRD juga telah berkoordinasi dengan semua kelurahan dan kemantren untuk pengelolaan sampah berbasis wilayah. “Mereka mempresentasikan apa yang akan dilakukan, anggarannya perlu apa saja, capaiannya bagaimana. Kami sangat terbuka dan kooperatif,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News