40 Tahun UPI YPTK, Siap Bertransformasi di Segala Lini

3 months ago 81

Program MEDAL Of Honda Klikpositif

PADANG, KLIKPOSITIF – 40 Tahun UPI YPTK, menjadi salah satu ajang untuk bertransformasi ke arah yang lebih baik dan di semua lini yayasan. Rektor UPI YPTK Padang, Muhammad Ridwan mengatakan, kampus tersebut siap melangkah lebih maju dan suistain dengan lebih berwibawa dan hati-hati, tapi tetap on the track dengan maknan yang lebih dalam.

“Melangkah lebih maju maknanya lebih dalam, itu adalah transformasi. Transformasi perubahan, bukan soal institusi, bukan hanya dosen tapi juga mahasiswanya. Nantinya mereka yang datang belum mengenal apa-apa, setelah tamat sudah berstranformasi menjadi lebih baik,” katanya dalam acara Art of Leadership yang diselenggarakan oleh Radio Classy FM Padang, Kamis (5/6).

Ia mengatakan, tumbuh dalam keluarga yang ditempa dengan didikan yang luar biasa dari sang Ayah, membuat seorang Muhammad Ridwan memiliki pemikiran yang terkadang menurut orang ‘out of the box’.

“Ini sebuah nikmat dan rahmat dari Allah SWT ketika menjadi anak dari pendiri UPI YPTK Padang. Melangkah Lebih Maju adalah misi dari pendiri. Kita tak boleh jalan di tempat. Begitu yang saya serap ilmunya dari Ayahanda. Setelah saya simpulkan, niat bukan untuk pendiri saja, namun mimpi semua insan yang ada di pendidikan,” jelasnya.

Ia berkisah, di masa kecilnya, Alm Herman Nawas (Ayahnya) meminta Ridwan dan sepupu berjualan di toko mereka yang ada di pasar raya. “Hal itu terjadi karena saya bertanya soal “Ridwan terlahir senang, berarti Ridwan tidak harus melewati momen susah dulu sebelum bahagia” kepada Bapak. Karena kalimat itu, saya dan sepupu disuruh berjualan di toko kami di pasar raya. Kita melihat bagaimana orang berbelanja, melayani orang, bersikap dan bertutur kepada pembeli, dan disana kita juga berpikir betapa susahnya mencari uang. Dengan melihat langsung realita itulah, akhirnya mengubah pemikiran saya bahwa kita harus paham dan tahu bagaimana rasanya susah agar tahu soal hidup,” paparnya.

Muhammad Ridwan sendiri mengakui sangat banyak belajar dari sang ayah sebagai pendiri UPI YPTK Padang, terutama soal pemikirannya yang sangat tidak bisa di terka.

“Saat gempa 2009, Blueprint Fakultas Kodokteran UPI YPTK sudah ada, namun di batalkan oleh Bapak dan kemudian di bangunlah gedung pertemuan dengan nama Upi Convention Center yang bisa kita lihat hari ini. Bagi Bapak, kehancuran 2009 bukan hanya kehancuran bangunan, namun juga ekonomi menurut Bapak waktu itu, sehingga dalam membangun sesuatu Beliau tidak hanya memikirkan untuk diri sendiri namun juga memikirkan lingkungan di sekitar. Dalam pemikirannya waktu itu, Kota Padang yang porak-poranda karena gempa tetap harus bisa dilihat orang sebagai kota dan masih layak di datangi, makanya Beliau membangun gedung agar orang tetap memiliki pilihan datang ke Kota Padang,” jelasnya.

Membawa Misi Perubahan untuk Indonesia

Sekarang UPI YPTK sudah memiliki 12 ribu mahasiswa. “Tapi kami tidak bisa puas di sana saja. Kami akan mengembangkan bahwasannya UPIPTK ini tidak hanya mencerdaskan masyarakat Sumatera Barat dan sekitarnya. Kami akan membawakan nilai-nilai kami ini ke seluruh penjuru Indonesia insya Allah. Kita akan hadir di beberapa kota insya Allah, itu cita-cita. Kita melihat ini karena bahkan universitas yang ada di luar negeri sudah penetrasi masuk di Indonesia. Kenapa tidak kita juga? Saya punya cita-cita. Kita juga punya unit ya di luar kampus UPI, ini adalah pesantren. Kami punya program di Madinah. Karena saya di-create oleh Pak Herman, saya tidak mau hanya sekedar belajar di Madinah. Kami punya cita-cita, punya RLA di Madinah. Dan Alhamdulillah sudah punya beberapa jalan sekarang,” jelasnya.

Menurutnya, UPI nanti ada Universitas Putra Indonesia Kuala Lumpur. Dan mimpi ini harus terus diucapkan.

“Gimana Pak Ridwan caranya? Wah mimpi masa diceritakan? Tunggu dulu. Kita terus melangkah. Makanya melangkah. UPI bukan sekedar kampus tapi rumah bagi yang ingin tumbuh. Kalau hanya men-transfer ilmu, CGPT selesai sudah. Tapi bagaimana kita jadikan mereka orang yang bisa mengenal nilai kejujuran. Bagaimana cara mereka belajar disiplin? Bagaimana cara mereka belajar menyayangi sama? Bagaimana cara mereka benar-benar bisa belajar kreativitas? Dan itu adalah karakter,” terangnya.

Tantangan Memimpin

Diakui Ridwan, dalam memimpin ada tantangan-tantangan yang dihadapi, terutama oleh pemimpin muda seperti dirinya.

“Memang itu ya, tantangan yang muda yang memimpin itu seperti itu. Namun dalam memimpin tidak ada yang pernah merasa siap kan, betul-betul siap gitu, gak ada. Dan it’s human being, kalau misalkan kita merasa kayaknya ini, kalau bahasa anak sekarang kayaknya kurang deh gitu. Kurang ya? Ya, kayaknya ini gak seperti ekspektasi kita gitu ya. Tapi apa respon kita, ya it’s a life. Kita hidup untuk terus melangkah, bukan untuk mundur ke belakang. Kita jadikan pelajaran dan memang harus menjadi, apa ya, saya dapatkan satu pelajaran penting dari Pak Herman Nawas, Alhamdulillah, beliau bukan semua bisnisnya berhasil, fun fact-nya gitu. Ada berapa bisnisnya kalau yang saya ceritakan, wah kalau orang lain dengar, masa rugi segitu gitu ya. Tapi beliau setelah rugi gak pernah hitung, gak pernah bilang, gak pernah ngomong lagi, dan dia tetap tidur nyenyak setelahnya. Itu gimana caranya? Itu seperti sebuah pembelajaran bahwasannya kita ini menjalani takdir. Oke, berarti sekarang lagi musim nih, detachment namanya, kita gak feeling attach ya, kita gak feeling ada, tidak ada kemelekatan kita terhadap yang hilang itu gitu. Sehingga beliau mungkin bisa sangat nyenyak tidur meskipun habis rugi sekian gitu,” jelasnya.

Ia menuturkan, dengan pemikiran yang dimiliki oleh sang Ayah, itu menjadi salah satu batu loncatan bagi dia untuk melangkah dalam memimpin UPI YPTK.

“Karena beliau mungkin berpikir ya, I’m not attach myself to that, you know. Kayaknya saya lihat itu tauhid ya, karena beliau anggap yang bukan rezekinya pasti bukan sampai ke dia. Mau dia lari kejar segimanapun, juga gak bakal dapat. But that’s not easy though, itu kan gak gampang kan kayak gitu kan. Harus dilatih, dan biasanya yang saya tahu, dan saya merasakan itu, Allah kasih sedikit-sedikit. Coba gagal sedikit dulu, ini kita gimana? Kita dilatih loh sebenarnya dihidup. Kalau kita gak bisa naik kelas, kita akan tetap dikasih gagal sedikit-sedikit terus, dan itu akan merasakan kepenatan yang luar biasa. Dan coba kita ya sudah, itulah dari situlah kalimat Qadarallahumma Shafa’an. Saya ini mengenyam ilmu pendidikan formal, itu ekonomi manajemen saja,” jelasnya.

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news