Akademisi, Jurnalis dan Aktivis Lingkungan Kolaborasi Susun Matakuliah Jurnalisme Lingkungan  

5 hours ago 4

Program MEDAL Of Honda Klikpositif

PADANG, KLIKPOSITIF – Sebagai bentuk upaya melahirkan matakuliah baru berbasis lingkungan di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri padang, sejumlah akademisi, jurnalis dan pegiat lingkungan melakukan diskusi penyusunan silabus matakuliah “Jurnalisme Lingkungan”. Kegiatan ini dilakukan secara daring pada hari Kamis, 22 Mei 2025.

Forum Group Discussion (FGD) menghadirkan para pakar lintas sektor, antara lain Prof. Ana Nadya Akbar, dosen jurnalistik UGM sekaligus penulis buku Mengenal Jurnalisme Lingkungan Hidup. Kemudian sektor jurnalis hadir Ahmad Arif dari Kompas dan Jaka HB, jurnalis Mongabai. Turut juga hadir Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Barat, Wengki Purwanto. Diskusi dilakukan untuk mendapatkan berbagai perspektif agar dapat menyusun materi pembelajaran yang berpihak pada keadilan ekologis dan keberlanjutan lingkungan hidup dan sesuai dengan situasi di Sumatera Barat.

Prof. Ana Nadya Akbar menekankan bahwa dalam matakuliah jurnalisme lingkungan mesti membahas dua hal utama, yaitu jurnalisme investigasi dan jurnalisme lingkungan hidup. “Penting mempersiapkan mahasiswa yang mengerti konsep teknis jurnalisme dan konsep etis dalam peliputan, sehingga dengan dua bekal ini diharapkan tidak terjadi kendala saat peliputan,” ujarnya. Menurutnya melakukan kegiatan jurnalisme lingkungan tidak hanya sekedar mengungkapkan masalah ekologis di masyarakat tetapi juga menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk merawat alam dan melestarikan fungsi lingkungan hidup.

Senada dengan hal tersebut, Ahmad Arif juga menyampaikan bahwa ada banyak faktor penentu yang menjadi tantangan dalam penulisan isu lingkungan. Mulai dari intervensi dalam keredaksian, faktor ekonomi politik media, dan krisis kepercayaan public terhadap media. “Makin kesini para jurnalis makin sulit mencari narasumber yang berani buka suara. Bisa jadi karena krisis kepercayaan terhadap media hari ini,” tambahnya. Ia menjelaskan bahwa ada sejumlah karakteristik dalam kegiatan jurnalisme investigasi termasuk isu lingkungan. “Tulisan harus berdasarkan fakta, berbasis proses yang panjang dan berlapis, mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi, bahkan beresiko tinggi,” imbuhnya. Menurutnya media hari ini terutama media berbasis industri semakin sedikit yang meliput isu lingkungan karena resikonya yang besar dan banyak berbenturan dengan kepentingan, terutama saat melibatkan aktor-aktor politik.

Jaka HB juga membagikan pengalamannya dalam membuat liputan lingkungan di Sumatera. Menurutnya, masalah terbesar saat ini adalah minat baca terkait isu lingkungan masih rendah, sedangkan resikonya besar, dana yang dibutuhkan juga besar. “Masalah utama lainnya adalah kemampuan para jurnalis untuk benar-benar memahami masalah dalam sudut pandangan lingkungan juga masih sedikit. Banyak jurnalis yang bingung dan mencampur adukkan sudut pandangan lain seperti politik, pariwisata dan lainnya saat meliput isu lingkungan.”

Wengki juga semakin memperjelas diskusi dengan mengungkap tren bencana ekologis yang terjadi di Sumatera Barat dari tahun 2018-2024. Menurut data yang diperoleh Walhi Sumbar, mayoritas bencana yang terjadi adalah bencana ekologis seperti banjir (338 kasus), cuaca ekstrim (286 kasus) dan tanah longsor (92 kasus). Sedangkan isu-isu kritis lingkungan di Sumatera Barat meliputi degradasi hutan dan alih fungsinya, kemudian keberadaan 38 pabrik pengolahan minyak sawit di daerah aliran sungai, tambak ilegal, eksploitasi batubara, sampah, dan infrastruktur di kawasan rawan bencana.

Walhi pun menyambut baik rencana Prodi Ilmu Komunikasi UNP untuk mewujudkan matakuliah ini mengingat begitu banyaknya isu lingkungan di Sumatera Barat yang perlu disampaikan ke public.

Koordinator Program Studi S1 Ilmu Komunikasi UNP, AB Sarca Putera, juga menanyakan kepada narasumber sejauh mana batasan dalam membuat sebuah liputan jurnalisme investigasi bagi mahasiswa mengingat begitu besarnya resiko di lapangan, agar output dari kegiatan ini tetap tercapai namun keselamatan mahasiswa tetap terjamin.

Diskusi juga menekankan pentingnya keselamatan dan etika dalam peliputan investigasi, khususnya bagi mahasiswa. Narasumber sependapat bahwa kombinasi kemampuan teknis dan etika harus menjadi pondasi dasar sebelum mahasiswa terjun liputan di lapangan.

Kegiatan ini merupakan bagian Kerjasama antara Prodi Ilmu Komunikasi UNP dengan Pulitzer Center dalam melahirkan matakuliah Jurnalisme Lingkungan yang tidak hanya melahirkan jurnalis yang kompeten, namun juga kritis, skeptis dan berpihak kepada keberlanjutan hidup. Rencananya, output dari matakuliah ini berupa liputan-liputan isu lingkungan dari mahasiswa dan dirangkum menjadi modul pembelajaran dan akan terus dievaluasi berdasarkan kajian lapangan mahasiswa.

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news