Bikin Tagihan Air Warga Membengkak, Begini Tarik Ulur Kenaikan Retribusi Sampah di Kota Padang

2 days ago 10

iklan hayati

KLIKPOSITIF – Kebijakan Pemko Padang yang menaikan tarif retribusi sampah belakangan membuat warga terkejut, lantaran membuat tagihan air PDAM jadi membengkak.

Kenaikan tarif ini membingungkan masyarakat. Salah seorang warga, Yanti, mengatakan, tagihan air PDAM di kediamannya pada bulan Maret lalu hanya Rp73. 450.

Kemudian pada bulan April 2025, ia menyebut tagihannya mencapai Rp196.337. “Kenaikannya lebih dari 100 persen,” katanya.

Ia mengaku tidak mengetahui penyebab kenaikan tersebut, karena tidak menerima pengumuman bakal ada kenaikan tarif.

Pelanggan lain, Fajar, juga mengalami hal yang sama. Sebelumnya, tagihan air yang harus dia bayarkan hanya sekitar Rp70 ribu sebulan. Tapi dua bulan belakangan ini ia harus bayar Rp105 ribuan.

“Saya dengar ada retribusi sampah. Tapi andaipun retribusi sampah dibebankan, saya rasa kenaikannya tetap terlalu tinggi,” ujarnya.

Kenaikan tarif retribusi ini sejatinya sudah disosialisasikan oleh Pemerintah Kota Padang sejak Juli 2024 itu.

Kenaikan tarif itu diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang penyesuaian tarif retribusi sampah.

Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Padang, Didi Aryadi saat itu mengklaim kenaikan tarif ini merupakan bentuk pelayanan DLH untuk mengoptimalkan pengangkutan sampah.

Ia menyebut, dengan tarif baru itu, pengangkutan sampah akan lebih optimal khususnya dari Tempat Penampungan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Nantinya ada pengolahan terhadap sampah, sampah yang di TPA dikelola menjadi energi serta bernilai ekonomis. Itu artinya akan ada pemilahan sampah,” katanya.

Adapun berdasarkan Perda baru itu, tarif retribusi sampah dibagi menjadi 4 kategori. Rumah tangga miskin dibebankan biaya Rp19.550, rumah tangga kelas bawah Rp24.437, rumah tangga kelas menenggah Rp34.212, dan rumah tangga kelas atas Rp55.904.

Namun pada November 2024, Pemko Padang kembali melakukan penyesuaian tarif retribusi tersebut, yang kali ini penentuan nominalnya disesuaikan dengan daya listrik rumah warga.

Adapun penyesuaian tersebut adalah, untuk warga dengan daya listrik rumah 450 VA atau kurang, maka retribusi sampahnya hanya Rp20 ribu perbulan.

Kemudian warga yang rumahnya memiliki daya 900 hingga 2.200 VA, retribusi sampah yang harus dibayarkan Rp25 ribu perbulan. Lalu daya 3.500 sampai 5.500 VA biayanya mencapai Rp35 ribu perbulan.

Penyesuaian tersebut dibarengi dengan kebijakan penggabungan pembayaran retribusi sampah dengan pembayaran tagihan air PDAM.

Kepala DLH Kota Padang, Fadelan Fitra Masta dikutip dari Infopublik mengatakan, penyesuaian itu dilakukan karena masih banyaknya sampah yang tidak terkelola.

Ia menyebut, sampah yang tidak terkelola itu disebabkan karena banyaknya sampah yang dibuang ke sungai, laut dan lahan kosong yang terbuka.

“Tantangan utama adalah mengatasi sampah yang tidak terkelola agar Kota Padang menjadi bersih dan sehat,” ujar Fadelan.

Dengan penyesuaian itu, Fadelan memastikan seluruh rumah tangga mendapatkan layanan pengambilan sampah langsung ke rumah mereka.

Adapun penggabungan pembiayaan sampah dengan tagihan air ini dilakukan dengan menghilangkan biaya tambahan lain.

“Mulai 1 Januari 2025, pembayaran retribusi sampah akan digabungkan dengan tagihan PDAM.”

“Hal ini menghilangkan biaya tambahan yang biasanya dibayarkan kepada tukang becak sampah,” jelas dia sambil berharap, tidak ada lagi warga yang membuang sampah ke tempat yang semestinya.

Tidak Konsisten

Seiring berjalan waktu, kenaikan biaya tersebut ternyata tidak sejalan dengan konsistensi pengangkutan sampah di rumah-rumah warga.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi. Ia mengatakan, masih banyak warga yang mengeluhkan ketidak-konsisten-an pengangkutan sampah, meskipun tarifnya naik.

Ditambah lagi menurut dia, kenaikan biaya tersebut kata dia, tidak dikomunikasikan dengan jelas ke masyarakat.

“Pemerintah tidak cukup hanya menyusun regulasi. Masyarakat harus tahu, paham, dan merasa diperlakukan adil.”

“Kalau masyarakat diminta bayar lebih, maka kualitas layanan juga harus meningkat. Bukan malah stagnan atau memburuk,” paparnya.

Adel menegaskan, kenaikan tarif retribusi itu harus proporsional. Peningkatan biaya seharusnya sejalan dengan peningkatan pelayanan.

Keluhan-keluhan yang berkembang pun sebut dia, harus direspon oleh pemerintah melalui skema evaluasi sistematis, karena berkaitan dengan layanan publik.

“Azaz proporsionalitas harus ditegakkan. Masyarakat bisa menerima tarif yang tinggi jika layanannya memang sepadan. Jika tidak, harus ada evaluasi,” pungkasnya.(*)

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news