Harianjogja.com, JAKARTA—Dua perekonomian terbesar di dunia berkembang, Brasil dan India, memperkuat kerja sama untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah gempuran tarif impor Amerika Serikat.
Melansir Bloomberg pada Rabu (15/10/2025), pejabat pemerintah dan pengusaha dari kedua negara dijadwalkan bertemu di New Delhi, India pada pekan ini untuk memperluas hubungan dagang dan menargetkan pelipatan tiga kali lipat dari nilai perdagangan saat ini sebesar US$12 miliar.
Langkah ini diambil di tengah kekhawatiran para ekonom bahwa kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dapat memangkas pertumbuhan ekonomi Brasil dan India hingga 1%.
Delegasi Brasil, yang dipimpin oleh Wakil Presiden Geraldo Alckmin, akan membahas peluang kerja sama di sektor agribisnis, biofuel, dan pertahanan. Pertemuan itu juga dihadiri eksekutif dari raksasa energi Petrobras, perusahaan tambang Vale SA, dan produsen pangan BRF SA.
Kemitraan yang tumbuh antara Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dan Perdana Menteri India Narendra Modi mencerminkan pergeseran global yang muncul akibat kebijakan proteksionis AS. Pergeseran ini mendorong India memperbaiki hubungan dengan China serta mempercepat kesepakatan perdagangan antara blok Amerika Selatan Mercosur dan Uni Eropa.
Kedua pemimpin berupaya memperkuat posisi mereka di Washington, tetapi pada saat yang sama juga melakukan langkah antisipatif untuk mengurangi ketergantungan ekonomi pada AS.
“Perang dagang Trump menyebabkan reorganisasi total perdagangan dunia. Semua pihak ingin menyelesaikan masalahnya dengan AS, tetapi khawatir pola pikir proteksionis ini akan berlanjut dalam jangka panjang," ujar Thiago de Aragao, Kepala Konsultan Arko International di Washington.
Sejak pemerintahan Trump memberlakukan tarif hingga 50% pada produk Brasil dan India, kedua negara mulai mengalihkan sebagian ekspor mereka ke pasar lain. Brasil, misalnya, kini memprioritaskan Argentina dan China, sementara India dianggap sebagai mitra yang memiliki potensi pertumbuhan terbesar.
Lula, yang sejak awal masa jabatannya pada 2023 berupaya mendiversifikasi pasar ekspor ke Asia dan Timur Tengah, semakin agresif setelah Washington menjatuhkan tarif baru terhadap Brasil.
Meski kedua negara telah berupaya memperbaiki hubungan melalui pertemuan bilateral di Sidang Umum PBB September lalu, tarif impor AS masih diberlakukan.
India menghadapi dilema serupa. Sebagai mitra dagang utama AS, sekitar 20% ekspor India dikirim ke Negeri Paman Sam, terutama produk elektronik, perhiasan, dan farmasi. Namun, langkah Trump menjatuhkan tarif tambahan atas pembelian minyak Rusia oleh India memicu ketegangan diplomatik baru.
Kendati demikian, komunikasi antara kedua pemimpin kembali membaik dalam beberapa pekan terakhir, dengan Trump dan Modi menyebut satu sama lain sebagai “teman,” dan negosiasi dagang kedua negara kembali berlanjut.
Baik Brasil maupun India pernah bersatu menghadapi tekanan perdagangan AS, termasuk saat perundingan WTO putaran Doha pada awal 2000-an. Namun, para analis menilai ketergantungan kedua negara terhadap pasar AS dan China akan membatasi ruang gerak mereka untuk benar-benar mandiri.
“Pasar AS menawarkan peluang yang tidak dapat mereka gantikan satu sama lain,” ujar Matias Spektor, profesor hubungan internasional di Fundação Getulio Vargas, Sao Paulo.
Dia menambahkan, mengubah pola perdagangan global tidak bisa dilakukan hanya dengan keputusan politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis