Harianjogja.com, JAKARTA—SpaceX, perusahaan roket milik Elon Musk, diperkirakan mencatat pendapatan sekitar US$15,5 miliar atau Rp253,18 triliun pada 2024, dengan Starlink menjadi kontributor utama pendapatan tersebut.
Angka ini menegaskan dominasi SpaceX yang makin kuat di sektor antariksa komersial global, sekaligus melampaui anggaran tahunan NASA untuk program komersial yang hanya sekitar US$1,1 miliar tahun depan.
Elon Musk membagikan kabar ini melalui unggahan di platform X (sebelumnya Twitter), menyoroti pertumbuhan pesat bisnis peluncuran roket dan layanan satelit SpaceX.
NASA tetap fokus pada eksplorasi luar angkasa dan riset ilmiah, SpaceX memanfaatkan permintaan tinggi untuk layanan peluncuran yang lebih murah dan komunikasi satelit. Inovasi utama SpaceX terletak pada roket Falcon 9 dan Falcon Heavy yang dapat digunakan kembali, sehingga memangkas biaya peluncuran secara signifikan dan memperbesar pangsa pasar global.
Dilansir dari Reuters, Rabu (4/6/2025) pada 2024, SpaceX mencatat rekor dengan 134 peluncuran Falcon, menjadikannya operator peluncuran paling aktif di dunia. Perusahaan bahkan menargetkan 170 peluncuran hingga akhir tahun ini guna memenuhi permintaan pemasangan satelit yang terus meningkat.
Pendapatan terbesar SpaceX saat ini berasal dari layanan internet satelit Starlink. Jaringan ini telah meluncurkan ribuan satelit untuk menyediakan akses internet broadband ke seluruh dunia. Pada November 2023, Musk mengumumkan bahwa Starlink sudah mencapai arus kas impas (breakeven cashflow). Meski Musk pernah menyatakan rencana untuk membawa Starlink go public, dia belum memberikan jadwal pasti.
Selain Falcon, SpaceX juga tengah mengembangkan sistem roket raksasa Starship setinggi 122 meter. Musk menyebut Starship akan menjadi kunci utama dalam misi mengirim manusia ke Mars di masa depan.
Tak hanya di sektor komersial, SpaceX juga bersaing di bidang pertahanan. Perusahaan ini, bersama dua mitra, menjadi kandidat terdepan untuk memenangkan kontrak penting dalam proyek pertahanan rudal “Golden Dome” milik pemerintah AS, menurut laporan Reuters pada April lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News