JOGJA—Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI menetapkan Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) di DIY. Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 23.K/GL.01/MEM.G/2025 tertanggal 22 Januari 2025. KCAG mencakup total 613,17 hektare dan terdiri dari 20 situs geologi yang tersebar di seluruh wilayah DIY.
Rinciannya, situs geologi di Sleman yaitu Tebing Breksi Piroklastik Purba Sambirejo, Lava Bantal Berbah, Batugamping Eosen, Kompleks Perbukitan Intrusi Godean, Kompleks Batuan Merapi Tua Turgo-Plawangan Pakem, Aliran Piroklastik Bakalan, serta Rayapan Tanah Ngelepen. Situs di Gunungkidul meliputi Gunungapi Purba Nglanggeran, Bioturbasi Kali Ngalang, Gunungapi Purba Siung-Batur-Wediombo, Gunung Ireng Pengkok, dan Gunung Genthong Gedangsari.
Di Bantul, situs geologinya berupa Gumuk Pasir Parangtritis, Sesar Opak Bukit Mengger, dan Lava Purba Mangunan. Sementara di Kulonprogo, situsnya terdiri dari Puncak Tebing Kaldera Purba Kendil-Suroloyo, Perbukitan Asal Struktur Geologi Widosari, Formasi Nanggulan Eosen Kalibawang, Gua Kiskendo, dan Mangan Kliripan-Karangsari.
Tri Saktiyana
Plt Kepala Biro Pengembangan Infrastruktur Wilayah Dan Pembiayaan Pembangunan (PIWP2) Sekda DIY, Tri Saktiyana, mengatakan usia geologi sudah mencapai puluhan juta tahun. Proses terbentuknya sangat panjang. "Kerusakan di situs geologi hampir tidak bisa dipulihkan, sehingga pencegahan menjadi bagian yang utama," kata Tri Saktiyana.
Proses perlindungan situs geologi, perlu mempertimbangkan proteksi, kelestarian, serta kebermanfaatan pada masyarakat. "Harus sejalan. Tapi jangan sampai kepentingan ekonomi tidak memperhatikan proteksinya. Maka edukasi dan literasi di segala jenis situs geologi menjadi penting," kata Tri Saktiyana, yang juga Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY.
Proses Panjang
Penetapan KCAG merupakan proses panjang yang sudah berlangsung sejak 2012. Analis Kebijakan Madya Biro PIWP2 Setda DIY, Dihin Nabrijanto, mengatakan setelah melalui proses kajian dan kolaborasi dengan banyak sektor, 20 situs geologi di DIY mendapatkan status warisan nasional geologi pada tahun 2021. Untuk semakin memperkuat status dan manfaat dari objek tersebut, Pemda DIY mengajukan KCAG pada 2022.
Barulah pada tahun 2025 ini, KCAG DIY ditetapkan. "Tidak hanya untuk pendidikan, dengan status KCAG, situs geologi di DIY harapannya bisa menjadi aset konservasi, serta menjadi sarana pemberdayaan masyarakat," katanya.
Untuk semakin memaksimalkan pelestarian dan potensinya, Pemda DIY mengembangkan situs geologi ini dalam bingkai Geopark. Apabila KCAG sebagai bentuk perlindungannya, maka Geopark menjadi bagian manajemennya. "Dalam manajemen Geopark, terdapat pengelolaan tiga warisan yaitu Bumi, alam, dan budaya, menyelaraskan semuanya. Saat ini di DIY ada 2 Geopark yaitu Geopark Gunungsewu dan Geopark Jogja. Penetapan Geopark Jogja sebagai Geopark Nasional rencananya juga berlangsung tahun ini ," katanya.
Hamemayu Hayuning Bawana
Secara wilayah, DIY memang tergolong kecil. Namun kekayaan geologinya cukup tinggi. Dari sepuluh jenis bentang alam yang ada di dunia, DIY memiliki sembilan. Satu yang tidak DIY miliki berupa gletser, lantaran tidak ada es. Hal ini pula indikasi yang membuat Fakultas Geologi di kampus DIY merupakan yang terbanyak di Indonesia. Ada sekitar empat unit Fakultas Geologi di DIY.
Namun tetap ada tantangan dalam pengelolaannya. Belum semua situs geologi di DIY dalam kondisi yang baik. "Gumuk Pasir di Bantul misalnya, saat ini luasnya tinggal 17 hektare. Data pada tahun 1976, luas gumuk pasir sekitar 417 hektare," kata Dihin.
Dengan semangat KCAG ini, secara bertahap ke depannya, ada upaya mengembalikan seluruh situs geologi seperti semula. Beberapa situs rusak karena ulah manusia atau salah pengelolaannya. Semua pengelolaan merujuk pada falsafah pembangunan Jogja sejak masa Sri Sultan HB I pada tahun 1755. "Falsafahnya hamemayu hayuning bawana. Kita perlu semakin memperindah keindahan dunia. Manusia jangan justru jadi faktor perusak alam," katanya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News