Kepala Bidang Penatausahaan dan Pengendalian Pertanahan Dispertaru DIY, Moh Qayyim Autad (kanan) bersama Ketua REI DIY, Ilham Muhammad Nur (tengah) dalam Talk Show bertajuk Kemudahan dan Peluang Berinvestasi di DIY pada Kamis (6/2/2024). - dok - Harian Jogja
Harianjogja.com, JOGJA–Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY menggelar Talk Show bertajuk Kemudahan dan Peluang Berinvestasi di DIY, Kamis (6/2/2024). Acara disiarkan langsung dari Kantor Dispertaru DIY dan melalui live streaming di channel YouTube Harian Jogja dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang membahas potensi investasi di DIY, terutama di sektor perumahan.
Kepala Bidang Penatausahaan dan Pengendalian Pertanahan Dispertaru DIY, Moh Qayyim Autad menjelaskan, investasi di DIY sangat menarik karena beberapa faktor, seperti sejarah, budaya, dan persepsi masyarakat terhadap DIY. Namun, ia juga menyoroti adanya keistimewaan DIY dalam urusan tata ruang, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY.
Qayyim memaparkan sejarah kepemilikan tanah di DIY yang kompleks, mulai dari era Mataram Islam, penyerahan wilayah kepada Pakualaman, hingga munculnya Domein Verklaring yang menyatakan tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya beralih kepemilikan menjadi tanah Kasultanan.
Ia juga menjelaskan bahwa tidak semua tanah di DIY milik Kasultanan. Sultan Ground hanya 2% dari luas DIY, ditambah Pakualam Ground (PAG) atau tanah kas desa, totalnya hanya 9%.
"Artinya, ada 91 persen lahan di DIY yang dapat dimanfaatkan oleh investor dan masyarakat," jelasnya.
Qayyim menjelaskan tiga tujuan utama pemanfaatan tanah kasultanan, termasuk tanah kalurahan, yaitu pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
BACA JUGA: Dishub Kulonprogo Pertimbangkan Usulan Langganan Parkir Dibayar Bareng Pajak Kendaraan
Hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 33/2017 pasal 47. Namun, ia juga menegaskan bahwa izin pemanfaatan tanah kasultanan tidak boleh untuk hunian, seperti guest house dan lainnya, sesuai dengan Pergub 24/2024 pasal 9 ayat 3.
"Untuk hunian memang ada pengecualian terutama jika menyangkut dengan hunian untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Persetujuan tergantung pada proposal dan rencana program yang diajukan investor. Jika sesuai dengan regulasi, izin mungkin akan diberikan," jelasnya.
Qayyim menjelaskan alur perizinan jika investor ingin menggunakan tanah kalurahan. Prosesnya dimulai dari persetujuan kalurahan setempat, panewu, hingga diajukan ke Bupati dan Gubernur melalui Dispertaru DIY.
Dispertaru akan melakukan verifikasi dan mengirimkan rencana program ke Kasultanan. Setelah mendapatkan izin, akan disampaikan ke biro hukum untuk mendapatkan izin dari Gubernur.
"Prosesnya memang panjang, tapi hal ini untuk memastikan kesesuaian dengan tata ruang dan status tanah yang digunakan," katanya.
Ketua REI DIY, Ilham Muhammad Nur menyampaikan, regulasi yang ada di DIY dengan status keistimewaannya tidak menjadi keluhan bagi pengembang.
Namun, ia menyoroti fakta bahwa fasilitas subsidi anggaran perumahan di DIY masih sangat kecil. Ia membandingkan dengan daerah lain dan menyimpulkan bahwa DIY kurang memanfaatkan subsidi untuk hunian.
“Fakta menunjukkan bahwa jumlah rumah subsidi yang diberikan negara sangat sedikit yang dimanfaatkan di Jogja. Pada tahun 2024, dari total 160.000 unit rumah subsidi nasional, Jogja hanya menerima di bawah 400 unit,” kata Ilham.
Ilham juga menyinggung soal aturan pemanfaatan Sultan Ground dan Pakualam Ground yang tidak berlaku untuk program rumah subsidi karena basisnya hak milik, bukan sewa. Ia pernah mengusulkan agar skema kepemilikan rumah subsidi di DIY diubah menjadi sewa atau rent to own, tapi terkendala oleh nomenklatur yang melibatkan banyak pihak.
"Padahal potensi investasi hunian itu di Jogja sangat besar sekali. Permintaan yang tinggi tidak sebanding dengan penawaran yang ada, sehingga menciptakan kesenjangan. Salah satu penyebabnya adalah harga tanah yang terlalu tinggi di Jogja," katanya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News