Harianjogja.com, SLEMAN—Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman menyampaikan pelaksanaan program padat karya berkurang dari 17 lokasi menjadi tujuh lokasi sasaran saja. Hal ini disebabkan adanya rasionalisasi untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Sleman, Sumaryati mengatakan pelaksanaan padat karya regular menggunakan APBD Kabupaten biasanya dilakukan setiap tahun untuk 17 lokasi.
“Dipotong sepuluh lokasi untuk alokasi anggaran MBG. Padat karya sebenarnya juga pakai sumber dana lain seperti Bantuan Keuangan Khusus DIY. Tapi ini belum ada. Usulan lewat pokok pikiran dewan juga tidak ada,” kata Sumaryati ditemui di kantornya, Kamis (23/1/2025).
BACA JUGA: Padat Karya Kulonprogo Sasar 29 Titik, Bersumber APBD 2025 Total Rp2,9 Miliar
Tujuh lokasi pelaksanaan padat karya tersebut, antara lain Kalurahan Sambirejo, Prambanan; Wukirsari, Cangkringan; Sumberadi, Mlati; Margorejo, Tempel; Bangunkerto, Turi; Margokaton, Seyegan; dan Jogotirto, Berbah.
Pada 2024, kata Sumaryati pelaksanaan padat karya menyasar 266 lokasi. Rinciannya, 246 lokasi berasal dari BKK DIY, 17 dari APBD Sleman, tiga dari Pokir DPRD Sleman. Adapun pengajuan proposal pengadaan program padat karya lewat APBD Kabupaten, Pokir, dan BKK dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.
Artinya, pelaksanaan padat karya 2025 merupakan hasil dari pengusul pada Maret 2024. Sebelum tanda tangan kontrak perjanjian pelaksanaan program, Disnaker dan fasilitator akan melakukan identifikasi lokasi.
Identifikasi ini akan menentukan apakah lokasi sasaran sesuai atau layak untuk mendapat bantuan program. Program dilaksanakan terbatas pada infrastruktur sederhana seperti cor blok jalan kampung, drainase, hingga talut.
“Ada juga lokasi yang ketika kami identifikasi ternyata kondisinya masih bagus. Pengusulan tidak kami terima. Kami memprioritaskan pengusul yang belum pernah mendapat program dan yang sangat membutuhkan,” katanya.
BACA JUGA: Padat Karya Tingkatkam Ekonomi Perdesaan
Pelaksana padat karya terbagi menjadi tiga, yaitu kelompok masyarakat, sub lembaga pemberdayaan masyarakat (lpm) padukuhan, atau lpm kalurahan.
Adapun pagu anggaran padat karya per lokasi sekitar Rp160 juta. Dengan begitu, Pemkab Sleman mengalokasikan Rp1,120 miliar. Anggaran tersebut juga dipakai untuk mengupah tenaga kerja yang terlibat dalam padat karya.
Padat karya yang digelar menggunakan APBD Sleman menyerap 42 tenaga kerja. Adapun hari orang kerja (HOK) berbeda-beda untuk setiap posisi. Mandor mendapat Rp95.000 per hari, tukang mendapat Rp90.000 per hari, dan pekerja Rp85.000 per hari.
Dalam satu lokasi ada dua mandor, delapan tukang, dan sisanya pekerja. Minimal durasi bekerja per hari selama lima jam. Upah diberikan sepekan sekali. “Padat karya diperuntukkan untuk penganggur, setengah penganggur, dan tidak boleh ASN atau pensiunan,” ucapnya.
Lebih jauh, Sumaryati menerangkan tahap setelah identifikasi lokasi adalah fasilitator dan pengusul membuat desain dan rencana anggaran biaya (RAB). Setelah kedua hal itu selesai, Disnaker akan menandatangani kontrak dengan ketua pelaksana program. Pelaksanaan padat karya dilakukan selama 20 hari.
“Ketika kami sosialisasi di lapangan, kami akan tanya titik padat karya apakah mengiris tanah atau menggilas tanaman warga atau tidak. Itu harus diselesaikan dulu dengan surat pernyataan tertulis. Kalau pemilik tanah memperbolehkan tapi anak tidak boleh kan jadi persoalan di kemudian hari,” lanjutnya.
Sumaryati menegaskan program padat karya sangat bermanfaat bagi peserta program. Peserta yang berstatus penganggur atau setengah penganggur mendapah upah untuk beraktivitas atau mengembangkannya untuk usaha.
Dari sisi infrastruktur, cor blok dapat mempersingkat waktu dan mempermudah petani dapat mengangkut hasil panen. “Februari mulai kontrak dan pelaksanaan. Masuk lebaran, berhenti. Nanti separuh lagi di Mei. Total tujuh lokasi. Nanti biar ketika ada alokasi lagi di APBD-P bisa persiapan,” pungkasnya.
Panewu Cangkringan, Djaka Sumarsono mengatakan program padat karya sangat bermanfaat dan berdampak terhadap produktivitas hasil pertanian. Peningkatan produktivitas pertanian akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Ada beberapa titik ruas jalan yang belum disemen dan dicor juga di Cangkringan. Harapan saya ada alokasi lagi padat karya ini,” kata Djaka.
Djaka menambahkan Kapanewon Cangkringan memiliki beberapa potensi seperti cabai, padi, bawang merah. Guna membawa dan mendistribusikan hasil pertanian ini jalan usaha tani sangat penting. Padahal, jalan usaha tani yang ada masih berupa tanah. Apabila hujan turun, jalan ini akan sulit untuk dilewati kendaraan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News