Harianjogja.com, JAKARTA–Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengingatkan seluruh pengurus termasuk Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dilarang rangkap jabatan.
Dengan beratnya tugas sebagai Menteri dan juga mencegah konflik kepentingan maka pengurus BPI Danantara yang merangkap jabatan sebaiknya mengundurkan diri.
Pasalnya, tanggungjawab badan baru ini sangat besar karena mengelola dana besar yakni US$20 miliar yang setara Rp360 triliun (kurs Rp16.000/US$), berasal dari program efisiensi anggaran.
BACA JUGA: Kejagung Ungkap Modus Oplos BBM dari Kasus Dugaan Korupsi di Pertamina
"Artinya apa, modalnya dari APBN. Ingat, 70 persen APBN berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat yang hidupnya sudah ngos-ngosan. Jadi enggak main-main. Sebaiknya memang harus mundur," tegas Hardjuno di Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Dalam UU Nomor UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pasal 23.
Pasal 23 UU Kementerian Negara menyatakan, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau. c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
”Kalau baca UU No 39 Tahun 2008 itu dilarang menteri rangkap jabatan apapun, karena menteri jabatan public,” tegasnya.
Kandidat Doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini, menyampaikan, desakan agar mundur ini bukan berarti meragukan kompetensi para pengurus BPI Danantara termasuk dewas.
Akan tetapi agar mereka bisa lebih fokus dalam mengelola investasi BPI Danantara bisa melahirkan profit yang berguna untuk kesejahteraan rakyat.
"Saya yakin mereka punya kompetensi tinggi. Bahkan, CEO BPI Danantara semula kan bukan Pak Rosan. Sudahlah semua orang juga tahulah. Nah, diantara orang-orang yang kompeten itu punya jabatan strategis lain. Ini yang dikhawatirkan menimbulkan conflict of interest," imbuhnya.
Dari data yang ada, beberapa pengurus BPI Danantara ini masih menjabat sebagai Menteri dan Wakil Menteri di Kabinet Merah Putih (KMP).
Mereka diantara Rosan P Roeslani (Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM), Dony Oskaria (Wakil Menteri BUMN), Erick Thohir (Menteri BUMN) dan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuanmgan).
"Saya kira, semua yang masih menjabat Menteri atau wamen di KMP harus mundur dong. Mulai Rosan, Donny, Erick Thohir dan Sri Mulyani harus mundur,” pintanya.
Hal ini penting agar mereka bisa fokus ke BPI Danantara.
“Sehingga negara bisa tidak bergantung kepada utang dan menciptakan lapangan kerja, menuju kesejahteraan rakyat," katanya.
Secara struktur, lanjut Hardjuno, BPI Danantara harus jelas. "Konsekuensinya itu tadi, tidak boleh rangkap jabatan. BPI Danantara ini tidak main-main, mempertaruhkan dana publik. Dari dana efisiensi anggaran yang berasal dari rakyat yang ngos-ngosan dipungut pajaknya," imbuhnya.
Dia pun mengingatkan agar audit BPI Danantara harus betul-betul konkret dan berlapis. Sebagai super holding, BPI Danantera sangat berbeda dengan Temasek atau Khazanah yang dibiayai dari profit BUMN yang dikumpulkan puluhan tahun.
Menurutnya, keberadaan Danantara bisa menjadi game changer investasi dari BUMN.
Selama ini, kata dia, investasi yang dilakukan oleh BUMN belum optimal, di mana porsi investasi BUMN masih rendah. Padahal, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen, diperlukan puluhan ribu triliun investasi.
Sehingga, dengan adanya Danantara, investasi dari BUMN dinilai dapat lebih banyak dan berkualitas serta berdampak kepada pertumbuhan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News