Ilustrasi Pendaftaran IMEI. - Istimewa
Harianjogja.com, JAKARTA—Cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK belum akan berlaku mulai 2025. Belum diketahui alasan tertundanya implementasi cukai minuman manis itu.
"Terkait dengan pemberlakuan MBDK, sampai dengan saat ini, sampai dengan perencanaan tahun 2025 sementara tidak akan diterapkan. Mungkin, ke depannya mungkin akan diterapkan," kata Dirjen Bea Cukai Djaka Budi Utama dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Pusat Kemenkeu, Jakarta pada Selasa (17/6/2025).
Ia berharap Ditjen Bea Cukai untuk bisa mencapai target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun ini senilai Rp301,6 triliun, meskipun tidak akan ada sumber pendapatan baru dari cukai minuman manis.
"Bagaimana cara menutupi [potensi penerimaan cukai minuman manis yang hilang]? Tentunya dengan komponen-komponen penerimaan yang dibebankan kepada Bea Cukai, saya mohon doanya dari para awak media bahwa Bea Cukai bisa memenuhi target," ujar Djaka.
Pada tahun lalu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto sempat menyampaikan cukai minuman berpemanis dalam kemasan akan berlaku pada semester II/2025.
Penerimaan negara dari hasil dari implementasi cukai MBDK tercantum dalam APBN 2025 senilai Rp3,8 triliun. Jumlahnya lebih rendah dari target yang tercantum di APBN 2024 yakni Rp4,3 triliun—target itu ada dalam rencana APBN meskipun masih belum berlaku.
Pajak minuman manis sudah direncanakan berlaku pada 2024 melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 76/2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024.
Pemerintah mencantumkan target cukai MBDK senilai Rp4,39 triliun. Pada kenyataannya, cukai MBDK gagal diimplementasikan dan bergulir kembali pada tahun ini meski belum jelas waktu implementasinya.
Memasuki 2025, Nirwala mengaku pemerintah masih harus menyiapkan sederet aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), hingga Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen).
Menurutnya, inti pengenaan cukai minuman manis adalah untuk mengurangi konsumsi gula tambahan. Cukai itu tidak akan menyasar gula dalam konsumsi utama, melainkan dengan mematok batas kandungan minimal suatu barang untuk terkena cukai minuman manis.
BACA JUGA: Pemerti Code di Jogja Melatih Anak Cintai Sungai dan Kenalkan Bank Sampah
"Kalau konsumsi utama, kayak makan nasi juga itu gulanya tinggi [mengandung gula], penekanannya di sini adalah mengurangi konsumsi gula tambahan," ujar Nirwala pada 2024 silam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis