Harianjogja.com, JOGJA— Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta, Y. Sri Susilo mengatakan keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI Rate di 5,75% sudah tepat. Dia mengatakan dengan inflasi yang relatif terkendali tidak ada alasan yang kuat untuk mengubah suku bunga acuan.
Menurutnya BI Rate menjadi salah satu instrumen dalam mengendalikan inflasi. "Menurut saya sudah tepat, Inflasi kita relatif terkendali," ucapnya, Kamis (20/2/2025).
Ia menjelaskan meskipun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS relatif tinggi, namun masih dalam batas-batas yang bisa dikendalikan BI. Menurutnya selain aspek domestik suku bunga acuan juga mempertimbangkan aspek dari luar, seperti suku bunga Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed). Sri mengatakan sampai saat ini The Fed belum melakukan perubahan. "Berdasarkan faktor internal dan eksternal gak ada alasan merubah suku bunga acuan BI," katanya.
Lebih lanjut dia memperkirakan BI Rate masih akan ditahan di posisi yang sama selama tidak ada shock yang berat misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS naik signifikan dan berlangsung dalam waktu lama dan inflasi masih terkendali.
Apabila The Fed menaikkan suku bunga secara signifikan dia menyebut BI Rate bisa dinaikkan. Atau apabila kondisi ekonomi semakin membaik bisa diturunkan. Sri mencontohkan beberapa tahun lalu suku bunga pernah ajeg hingga enam bulan. "Suku bunga acuan sebagai salah satu instrumen pengendali inflasi, pengendali kurs," ujarnya.
Sebelumnya Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Februari 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,5%.
Menurutnya keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga prakiraan inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1%, stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kedepan, BI terus mencermati prospek inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI-Rate dengan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar rupiah," ucapnya.
Perry mengatakan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) ditingkatkan untuk lebih mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah.
BACA JUGA : Penasihat Khusus Presiden Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Bisa di Atas 5 Persen
Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran. "Serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News