Ilustrasi kekerasan seksual anak. - Pixabay/Ulrike Mai
Harianjogja.com, SLEMAN—Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman mencatat ada 123 kasus kekerasan terhadap anak sejak awal Januari 2024 - November 2024. Dari jumlah itu, sebanyak 30 kasus merupakan kasus kekerasan seksual (KS). Jika dibandingkan dengan kasus yang sama pada 2023 silam, jumlah mengalami penurunan
Plt. Kepala Bidang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak DP3AP2KB Sleman, Helmi Arifianto mengatakan anak berusia 12 - 17 tahun paling sering menjadi korban KS pada 2024.
Rinciannya, korban anak perempuan usia 0 - 5 tahun ada satu, usia 6 - 11 tahun ada sembilan, dan usia 12 - 17 tahun ada 13 belas. Sedangkan, korban anak laki-laki usia 0 - 5 tahun ada satu, usia 6 - 11 tahun ada tiga, dan usia 12 - 17 tahun ada tiga.
Kasus KS selalu menimbulkan dampak terhadap psikologis korban. Artinya, korban anak menanggung beban atau luka fisik dan psikis sekaligus. Hal ini tentu berdampak signifikan dalam perkembangan seorang anak.
Khusus kasus kekerasan fisik ada 20 kasus dan psikis ada 62 kasus pada 2024. Ada juga kasus penelantaran dengan delapan kasus pada tahun yang sama. “Kalau 2023, korban anak dengan bentuk kekerasan seksual ada 75 orang. Paling banyak anak perempuan,” kata Helmi ditemui di kantornya, Rabu (5/2/2025).
Anak usia 12 - 17 tahun masih menjadi korban paling banyak kasus KS. Meski begitu, rentang usia korban 0 - 5 tahun dapat menjadi bukti bahwa KS tidak memandang usia maupun gender. Penanganan korban KS melibatkan unsur lintas sektor. Di internal DP3AP2KB, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) memiliki tugas utama melindungi perempuan dan anak sebagai korban kekerasan dengan bermacam bentuk.
Dari sisi pecegahan, DP3AP2KB memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Puspaga merupakan unit pelayanan dalam hal konseling. Pelayanan Puspaga dibuka 24 jam baik daring maupun luring, sesuai kebutuhan.
Menurut Helmi, setiap tahun semakin banyak korban yang berkonsultasi dan mendapat pendampingan dari UPTD PPA. Hal ini tidak terlepas dari reaksi cepat tanggap UPTD. Sebab itu, dia meminta agar masyarakat berani untuk membuat laporan apabila melihat atau mengalami kekerasan.
“Tenang. UPTD sudah menyediakan rumah aman. Tidak ada orang yang tahu. Kalau tidak ada orang yang melindungi korban di rumah, UTPD PPA akan melindungi. Ada pendampingan Psikolog juga yang kami berikan,” katanya.
Salah satu kasus yang UPTD PPA ikut tangani adalah kasus sodomi oleh warga Gamping, Sleman terhadap 22 anak. Kasus tersebut terbongkar pada Selasa (24/9/2024). Selain itu, ada juga kasus KS oleh aparat penegak hukum pada tahun yang sama.
Helmi menegaskan pihaknya terus mengampanyekan tagline Semua Anak Adalah Anak Kita. Tagline ini memiliki arti bahwa seorang anak sangat rentan terguncang dan menjadi korban kekerasan. Tanggung jawab perlindungan bukan hanya dilakukan orang tua semata namun juga orang dewasa di sekelilingnya.
“Pelayanan yang kami berikan gratis. Seumpama ada pemeriksaan kesehatan terhadap korban pun bisa kami batu dengan akses pembiayaan lewat Jaring Pengaman Sosial. Itu kalau biaya tidak lebih dari Rp5 juta. Kalau lebih dari Rp5 juta nanti pakai rekomendasi forum perlindungan korban kekerasan di DIY; bisa didanai Balai Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial DIY,” ucapnya.
BACA JUGA : Gerakan Anti Kekerasan Anak Dikampanyekan Lewat Festival Seni Budaya
Segala upaya perlindungan terhadap anak, kata Helmi merupakan salah satu tujuan dari upaya mewujudkan Kabupaten Sleman sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) tingkat paripurna. Selama dua tahun terakhir, Bumi Sembada menyandang status KLA tingkat utama. Satu tahap lagi hingga mencapai paripurna.
Dalam KLA ada parameter di mana salah satunya adalah seorang anak berani melapor atau speak up. Masih banyak korban kekerasan tidak berani melapor.
“Setelah korban speak up. Pemkab Sleman dengan jejaring yang kami miliki harus segera bergerak dan mengamankan korban secara cepat. Kalau sudah bergerak. Pelaku harus segera ditangkap,” ujarnya.
Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial (Dinsos) Sleman, Ludyanta mengatakan Dinsos Sleman masih mendapat alokasi anggaran untuk menggelar program JPS 2025. Salah satu bidang yang menjadi sasaran fasilitasi JPS adalah kesehatan.
"Tahun lalu [2024[ ada 181 pemohon JPS Kesehatan. Total anggaran yang Pemkab Sleman keluarkan mencapai Rp584,1 juta," kata Ludyanta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News