SLEMAN—Hotel di Jogja, termasuk Grand Altuz Hotel, perlu terus belajar mengelola usahanya agar tetap berkelanjutan, terutama dari sisi lingkungan. Meski memiliki lini bisnis, bukan berarti keuntungan finansial menjadi satu-satunya tujuan utama. Usaha perhotelan perlu menerapkan hubungan harmoni dengan manusia dan alam.
Hal ini disampaikan oleh General Manager Grand Altuz Hotel, Dewa Gede Anuraga, dalam acara Greenovation Ecotalk: Green Innovation for a Sustainable Future. Dewa beranggapan bahwa hotel tidak cukup hanya mengusung konsep ramah lingkungan sebagai branding semata. Ia menekankan bahwa penerapan konsep tersebut harus nyata, mulai dari pengolahan limbah, sampah, hingga pengelolaan taman yang optimal di lingkungan Grand Altuz Hotel.
BACA JUGA: Perekrutan Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Rakyat Harus Sesuai Domisili
Sebagai orang Bali, Dewa menerapkan prinsip Tri Hita Karana dalam pengelolaan Grand Altuz Hotel. Prinsip ini menekankan pada tiga pilar kebahagiaan, yakni harmoni antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), manusia dengan sesama (Pawongan), dan manusia dengan alam (Palemahan). Konsep ini tercermin dalam pendekatan vertikal dan horizontal yang diterapkan dalam operasional hotel.
"Di acara ini kami menggandeng regulator, Dinas Lingkungan Hidup, hingga lembaga swadaya masyarakat. Kami ingin terus belajar dari para ahlinya, agar pengelolaan lingkungan di Grand Altuz Hotel bisa semakin optimal," ujar Dewa pada Senin (30/6/2025). "Kami juga terus melakukan edukasi internal, karena mengelola hotel bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal keberlanjutan lingkungan."
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sleman, Epiphana Kristiyani, mengatakan bahwa pengelolaan sampah yang baik di hotel seperti Grand Altuz Hotel akan memberikan dampak positif, tidak hanya bagi lingkungan tapi juga secara bisnis. Hotel yang mengedepankan kebersihan akan memberikan rasa nyaman bagi tamu, yang berujung pada peningkatan okupansi. "Kalau tidak mau kelola sampahnya, itu namanya bunuh diri," tegasnya.
Pengolahan sampah organik menjadi kompos dan ekoenzim yang diterapkan di beberapa hotel, termasuk Grand Altuz Hotel, juga membantu menekan biaya operasional. Ekoenzim, misalnya, bisa digunakan sebagai pengganti bahan kimia dalam membersihkan area hotel. Ini berarti ada pengurangan bahan kimia sekaligus efisiensi biaya.
Amanda Nabila, Advisor di Bhavana Foundation, menekankan pentingnya kolaborasi antara hotel dan masyarakat sekitar. Hotel seperti Grand Altuz Hotel yang menghasilkan pupuk dari sampah organik bisa bekerja sama dengan petani lokal. Pupuk digunakan untuk pertanian, hasil panen dibeli kembali oleh hotel, lalu disajikan kepada tamu. "Siklus ini bisa menciptakan ekosistem ekonomi sirkular yang saling menguntungkan," jelas Amanda.
Tri Aditya Bondan Purnawan, Executive Komite Indonesian Housekeepers Association (IHKA) DIY, mengatakan pentingnya menumbuhkan kesadaran akan cinta dan keindahan lingkungan kepada masyarakat luas. Di Grand Altuz Hotel, kesadaran ini diterjemahkan ke dalam program edukasi dan penerapan taman yang dikelola dari hasil olahan sampah organik hotel.
Ketua PHRI Sleman, Andhu Pakerti, menambahkan bahwa hotel harus bertanggung jawab dalam keseluruhan proses pengelolaan sampah. Termasuk memilih transporter yang terpercaya. "Hotel seperti Grand Altuz Hotel tidak bisa hanya membayar pihak ketiga, tapi harus tahu sampah itu dibuang ke mana, agar tidak mencemari lingkungan," ungkapnya.
Dengan langkah konkret seperti ini, Grand Altuz Hotel menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan bukan hanya komitmen moral, tapi juga investasi jangka panjang dalam keberlanjutan bisnis hotel.