Sejumlah pendukung Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berunjuk rasa pada Jumat (17/1/2025) di luar Pusat Tahanan Seoul, Uiwang, tempat ditahannya Yeol. - JIBI
Harianjogja.com, JAKARTA—Beberapa menit setelah pengadilan Korea Selatan mengeluarkan surat penangkapan baru untuk menahan Presiden Yoon Suk Yeol pada akhir pekan lalu, sekelompok pendukungnya mulai menyerbu gedung pengadilan. Kerusuhan ini diklaim mirip kerusuhan Capitol Hill di Amerika Serikat yang terjadi pada pada 6 Januari 2021 lalu.
Dilansir dari Bloomberg, Senin (20/1/2025), ada yang memanjat tembok hingga menerobos barikade untuk masuk ke Pengadilan Distrik Barat Seoul menjelang fajar pada Minggu (19/1/2025) waktu setempat.
Yoon sendiri telah berada di dalam gedung beberapa jam sebelumnya untuk membela diri atas deklarasi darurat militer yang gagal. Mahkamah Konstitusi sedang meninjau apakah akan mencopot Yoon dari jabatannya.
Dengan semakin terpecahnya pendapat publik tentang arah masa depan negara asal K-Pop tersebut, beberapa orang beralih ke cara yang lebih radikal untuk mengekspresikan pendapat mereka.
Taktiknya tampak meniru beberapa pendukung Donald Trump di Amerika Serikat (AS) pada awal 2021. Anggota parlemen dan hakim Mahkamah Agung mengadakan pertemuan terpisah untuk membicarakan serangan tersebut.
Mereka mempertimbangkan tindakan apa yang dapat diambil untuk menghentikan kekacauan politik di Seoul yang berubah menjadi kekerasan. "Tindakan subversi terhadap tatanan konstitusional dan demokrasi, yang kami lihat ketika para pendukung Presiden Trump menyerbu Gedung Capitol AS sebagai protes atas hasil pemilihan presiden, terjadi tepat di pusat kota Seoul," kata sekelompok wartawan Korea Selatan dalam sebuah pernyataan pada Senin (20/1/2025).
Para pengunjuk rasa Korea Selatan berhasil dikendalikan beberapa jam setelah mereka masuk ke pengadilan ketika polisi mengerahkan sekitar 1.400 petugas. Sekitar 40 orang dari sekitar 100 orang yang menyerbu pengadilan ditangkap.
Sebuah rekaman video memperlihatkan para penyusup memecahkan jendela dan peralatan kantor, dengan beberapa orang mengancam akan menangkap hakim yang mengeluarkan surat perintah untuk Yoon.
Sekitar 50 petugas polisi terluka. Tidak jelas berapa banyak pengunjuk rasa yang terluka. "Saya tidak pernah bisa meramalkan situasi seperti ini dalam 30 tahun karier saya sebagai hakim, saya juga belum pernah melihat yang seperti ini," kata Menteri Administrasi Pengadilan Nasional Chun Dae-yup, sembari menambahkan bahwa kerusakannya 10 atau 20 kali lebih parah daripada yang ditayangkan di televisi.
Pengadilan memperkirakan kerusakan akibat kekerasan tersebut mencapai 700 juta won (US$483.000). Yoon sempat mempermasalahkan validitas penyelidikan yang diluncurkan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi kepadanya. "Para demonstran ini yakin bahwa mereka memiliki legitimasi atas tindakan mereka karena presiden telah berulang kali mengatakan bahwa proses yang dihadapinya tidak sah," kata Park Won-ho, seorang profesor ilmu politik di Universitas Nasional Seoul.
Seiring berlanjutnya kekacauan politik, tingkat dukungan untuk Partai Kekuatan Rakyat pimpinan Yoon semakin meningkat. Partai tersebut memperoleh dukungan sebesar 39% dalam jajak pendapat mingguan pada hari Jumat.
Survei terbaru menunjukkan 57% responden mendukung pemakzulan Yoon, sementara 36% mengatakan mereka menentangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com