Harianjogja.com, JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) pada tahun 2020–2024, yakni saat memeriksa lima saksi (15/10).
Lima saksi tersebut adalah Pramadia Adhie Lazuardi dan Erick Radiktya selaku karyawan swasta, Direktur Utama PT Satkomindo Mediyasa Setiyarta, Direktur PT Dianasakti Suryaplastik Industri Suhaili, dan Direktur PT Saveprint Indonesia Sandra Kusumadewi.
“Penyidik menggali keterangan terkait aliran uang dan proses mendapatkan pekerjaan pengadaan tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Selain itu, kata Budi, penyidik KPK mendalami para saksi mengenai pekerjaan pengadaan mesin EDC di BRI yang disubkonkan.
Sebelumnya, KPK pada 26 Juni 2025, mengumumkan memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC.
Pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun dan mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri. Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.
Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari total nilai proyek pengadaan yang Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.
KPK pada 9 Juli 2025, menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus tersebut, yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH) dan mantan Direktur Digital, dan Teknologi Informasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU).
Selain itu, Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara