Memangkas Anggaran Keistimewaan: Melupakan Sejarah, Mengkhianati Janji?

1 month ago 15

 Melupakan Sejarah, Mengkhianati Janji? Anggota DPRD DIY Dr. Raden Stevanus Christian Handoko, S.Kom., M.M

JOGJADalam pusaran kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat yang digulirkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 dan ditambah oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56 Tahun 2025, muncul sebuah keputusan yang tidak bisa dilihat hanya dari kacamata ekonomi semata: pemotongan Dana Keistimewaan (Danais) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Berbagai berita yang beredar, dari media nasional dan media lokal mengungkapkan bahwa Danais DIY mengalami pemangkasan yang signifikan, dibandingkan tahun 2024 Rp. 1,4 triliun menjadi tersisa sekitar Rp 1 triliun. 

BACA JUGA: Pengurangan Danais 2025 Berdampak ke Kalurahan, Padat Karya Terpangkas dari Rp175 Juta menjadi Rp120 Juta

Tentu, argumen yang diusung adalah pengetatan belanja negara untuk menghadapi tantangan ekonomi. Namun, bagi Yogyakarta, keputusan ini bukan sekadar angka di atas kertas. Ini adalah masalah pengakuan, sejarah, dan janji para pendiri bangsa dan pendahulu bangsa terhadap keberadaan Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Bukan Sekadar Anggaran, Ini Adalah Pengakuan

Pemotongan Danais terasa ironis, bahkan mengiris hati, jika kita mau sedikit menoleh ke belakang, ke masa-masa awal berdirinya Republik Indonesia. Yogyakarta bukan sekadar provinsi biasa. Keistimewaan yang dimilikinya adalah buah dari pengorbanan dan peran historis yang tak terlukiskan.

Sejarah mencatat dengan tinta emas bagaimana Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII memberikan dukungan penuh kepada Republik yang baru seumur jagung. Tepat dua hari setelah proklamasi, mereka mengirimkan telegram ucapan selamat, dan pada 5 September 1945, amanat mereka menyatakan bahwa Kesultanan dan Kadipaten resmi bergabung dengan Indonesia.

Keputusan ini bukan hanya simbolis, melainkan sebuah legitimasi yang sangat krusial di tengah keraguan dunia internasional.

Puncaknya, ketika Jakarta jatuh ke tangan Belanda melalui Agresi Militer I, Yogyakarta bersedia menjadi ibu kota perjuangan. Istana-istana Keraton dibuka lebar untuk para pemimpin bangsa. Sultan bahkan rela menguras kas Keraton untuk membiayai perjuangan, ketika kas negara dalam kondisi nol. Lalu, ada Serangan Umum 1 Maret 1949, sebuah peristiwa heroik yang membuktikan bahwa Republik Indonesia masih hidup, sebuah bukti yang diukir di tanah Yogyakarta dan menjadi penentu di meja perundingan internasional.

Dana Keistimewaan, oleh karena itu, bukanlah “dana transfer daerah” biasa yang bisa dipangkas dengan alasan efisiensi. Ia adalah wujud nyata dari pengakuan negara atas pengorbanan tersebut. Ia adalah kompensasi historis yang dibingkai dalam bentuk alokasi dana, yang bertujuan agar DIY dapat terus menjaga dan melestarikan nilai-nilai sejarah dan budayanya, yang secara intrinsik adalah nilai-nilai kebangsaan Indonesia.

Dampak Nyata Pemotongan Anggaran

Pemotongan anggaran sebesar Rp 420 miliar bukan jumlah yang kecil. Kita bisa melihat bahwa Danais selama ini digunakan untuk berbagai program penting di DIY. Mulai dari pembangunan infrastruktur seperti pengadaan tanah JJLS, pembangunan  Jalan Tawang-Ngalang dan penataan kawasan Malioboro, Pendukung Kawasan Budaya (Pelabuhan Gesing), pengelolaan 1007 Warisan Budaya dan Cagar Budaya, pembangunan Taman Budaya Kota Yogyakarta hingga program kebudayaan seperti Keroncong Plesiran,  dan revitalisasi lembaga-lembaga kebudayaan. Danais juga membiayai reformasi kalurahan, inovasi pelayanan publik, dan penataan pertanahan Kasultanan serta Kadipaten.

Kepatuhan pemerintah daerah untuk mendukung program strategis nasional dilakukan. Penghargaan bukti nyata kinerja pemerintah DIY sesuai dengan arahan pusat, Digital Government Award dalam Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Terbaik pada Kategori Provinsi, Predikat AA atau Sangat Memuaskan dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja  Instansi Pemerintahan, berbagai prestasi bidang kebudayaan dan yang terbaru, BPS merilis pertumbuhan ekonomi DIY mencapai 5,49% atau yang terbaik di Jawa dan di atas capaian nasional 5,12%.

Pemangkasan ini berpotensi besar menunda atau bahkan menghentikan proyek-proyek strategis tersebut. Padat karya yang selama ini menjadi andalan dikabarkan akan terpangkas, artinya lapangan kerja bagi masyarakat juga akan berkurang. Inovasi yang sedang berjalan bisa terhambat, dan upaya untuk menjaga warisan budaya berpotensi terancam. Ini bukan sekadar hilangnya proyek fisik, tetapi juga tergerusnya pondasi budaya dan sosial yang selama ini dipertahankan dengan susah payah.

Jalan Keluar: Mengutamakan Janji Sejarah

Tentu, efisiensi anggaran adalah hal yang wajar dalam tata kelola negara. Namun, efisiensi tidak boleh mengorbankan hal-hal fundamental, terutama yang berkaitan dengan sejarah dan identitas bangsa. Alih-alih memangkas Danais, pemerintah pusat seharusnya mencari jalan lain. Mengurangi biaya-biaya seremonial yang tidak penting, atau meninjau ulang proyek-proyek yang tidak berdampak langsung pada masyarakat.

Pemerintah dan DPR perlu duduk bersama untuk mereview kembali kebijakan ini. Dana Keistimewaan harus ditempatkan pada posisi yang sakral, terpisah dari dana transfer daerah lainnya yang bisa dipotong. Inilah saatnya untuk membuktikan bahwa negara ini tidak melupakan sejarahnya. Bahwa janji yang pernah diucapkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII, serta kepada seluruh rakyat Yogyakarta, adalah janji yang tetap dipegang teguh.

Jika keistimewaan Yogyakarta adalah pengakuan atas pengorbanan di masa lalu, maka Danais adalah cara negara untuk menghormati pengorbanan tersebut di masa kini dan masa depan. Jangan sampai pemotongan anggaran ini menjadi preseden buruk yang mengikis semangat kebangsaan dan melukai rasa keadilan historis. Yogyakarta telah memberikan segalanya untuk Indonesia, kini giliran Indonesia memberikan apa yang seharusnya menjadi hak Yogyakarta, tanpa potongan, tanpa kompromi. (adv)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news