Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja - Gambar Harian Jogja - Hengky Kurniawan
Saya merasa ikut gembira ketika salah satu peserta—yang beberapa tahun silam saya nominasikan sebagai juara, tapi juri lain mungkin tidak sependapat—pada kompetisi Inaicta alias Indonesia Information and Communication Technology Award dikabarkan menjadi salah satu unicorn dari negeri ini. Ajang penghargaan bergengsi yang diberikan kepada individu dan/atau lembaga yang memiliki kontribusi signifikan dalam pengembangan TIK di Indonesia.
Unicorn merupakan istilah bagi perusahaan rintisan yang mampu meraih valuasi minimal US$1 miliar, tanpa harus menjadi perusahaan publik. Sedangkan eFishery merupakan perusahaan rintisan/startup teknologi akukultur inovatif yang berbasis di Bandung. Didirikan pada 2013, eFishery ditujukan untuk merevolusi metode budi daya ikan dan udang tradisional dengan menyediakan solusi teknologi yang membantu petani meningkatkan produktivitas dan mengurangi limbah.
eFishery menawarkan pengumpan ikan otomatis yang disebut eFeeder, yang menggunakan sensor gerak untuk mengukur nafsu makan dan jumlah pakan ikan. Mereka juga menyediakan layanan terintegrasi, termasuk operasi budidaya, pembiayaan, dan distribusi, yang memungkinkan petani ikan dan udang untuk mengembangkan usaha mereka secara berkelanjutan.
Gibran Huzaifah, pendiri eFishery, menceritakan sekilas bahwa ketika itu dia melihat adanya masalah dalam budi daya perikanan nasional, terutama dalam hal efisiensi pemberian pakan. Pemberian pakan yang berlebihan tidak hanya membuang-buang biaya, tetapi juga merusak lingkungan. Gibran dan timnya kemudian mengembangkan teknologi yang dapat mengoptimalkan pemberian pakan ikan secara otomatis. Teknologi ini menggunakan sensor untuk memantau kondisi kolam dan ikan, kemudian secara otomatis mengatur jumlah pakan yang diberikan.
Karena programnya dianggap menarik, eFishery pun berhasil menggaet pendanaan dari sejumlah investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Dana ini digunakan untuk mengembangkan teknologi, memperluas jangkauan pasar, dan membangun tim yang kuat. Sebagai usaha rintisan, eFishery tidak hanya fokus pada pasar domestik, tetapi juga melakukan ekspansi ke pasar internasional. Beberapa negara di Asia Tenggara menjadi target utama ekspansi mereka.
Manajemen eFishery kemudian menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga keuangan, dan perusahaan teknologi lainnya. Kemitraan ini membantu eFishery mempercepat pertumbuhan bisnis dan meningkatkan dampak sosialnya.
Keunggulan yang ditawarkan eFishery adalah sistem pemberian pakan otomatis yang disebut eFeeder. Sistem tersebut menjadi inti dari teknologi eFishery. Sistem ini menggunakan sensor untuk memantau berbagai parameter, seperti suhu air, kadar oksigen, dan jumlah ikan. eFishery mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk menganalisis kinerja kolam ikan.
Data ini kemudian digunakan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan memberikan rekomendasi kepada peternak. Sistem eFishery pun memanfaatkan teknologi IoT untuk menghubungkan berbagai perangkat yang digunakan dalam budi daya ikan, sehingga memungkinkan pemantauan dan kontrol yang lebih baik dari jarak jauh.
Teknologi eFishery berhasil meningkatkan efisiensi produksi ikan dengan mengurangi penggunaan pakan hingga 50%. Selain itu, dengan efisiensi yang lebih tinggi, peternak ikan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Hal lebih penting lagi adalah pengurangan penggunaan pakan berarti mengurangi limbah organik yang masuk ke perairan, sehingga membantu menjaga kelestarian lingkungan dan eFishery dengan demikian memberdayakan banyak peternak ikan, terutama mereka yang memiliki skala usaha kecil dan menengah.
Dengan berbagai Inovasi tersebut, eFishery menunjukkan pentingnya inovasi dalam mengatasi masalah di sektor pertanian. Mereka juga membuktikan bahwa teknologi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam berbagai sektor. Selain itu, perusahaan tidak hanya harus fokus pada keuntungan finansial, tetapi juga harus memperhatikan dampak sosial dari bisnisnya.
Produksi massal eFeeder baru dimulai pada 2016, dan produk tersebut diluncurkan secara resmi bagi peternak ikan di Indonesia. Tahun silam, eFishery meraih pendanaan seri D senilai US$200 juta, dan usaha rintisan tersebut pun menjadi unicorn pertama di bidang andustri akuakultur Indonesia setelah mampu menaikkan valuasi usaha menjadi US$1,4 miliar.
eFishery telah memperluas jangkauannya ke lebih dari 280 kota/kabupaten di Indonesia dan terus memperluas tim dan layanannya. Teknologi mereka telah membantu ribuan petani ikan dan udang meningkatkan produktivitas dan profitabilitas mereka.
Memutuskan Go Public
Pekan ini, manajemen eFishery mengambil ancang-ancang untuk mencatatkan saham di bursa alias go public, dan konon aksi korporasi itu sangat dinanti-nantikan masyarakat. Mereka telah mempertimbangkan untuk melakukan IPO sejak tahun lalu.
Menurut Gibran Huzaifah, CEO perusahaan tersebut, mengungkapkan bakhir bulan silam bahwa meskipun startup tersebut mengalami lompatan profitabilitas dan kemajuan pesat saat diekspansikan ke India, mereka memilih untuk menunggu waktu.
IPO tetap menjadi tujuan utama, katanya. Namun Huzaifah menekankan bahwa waktunya akan bergantung pada kesiapan perusahaan secara keseluruhan, termasuk kesehatan keuangan dan stabilitas operasional, dan bukan bergantung pada tren pasar.
“IPO sangat penting bagi kami untuk memberikan jalan keluar bagi pemegang saham kami,” kata CEO tersebut seperti dikutip oleh sejumlah media nasional. Namun, dia mempertimbangkan bahwa waktu pencatatan saham itu harus selaras dengan kondisi pasar.
“Bagian pertama dari perjalanan ini adalah memastikan perusahaan siap secara internal – keuangan dan tata kelola yang kuat. Bagian kedua adalah menunggu kondisi pasar yang tepat. Seharusnya tidak terjadi sebaliknya,” ujar Huzaifah dalam diskusi panel pada hari pertama Konferensi Tech in Asia, yang diselenggarakan bersama oleh The Business Times di Jakarta.
Rencana eFishery bahkan beroleh dukungan holding BUMN Singapura, Temasek, untuk go public memperoleh daya tarik setelah berhasil mengumpulkan dana seri D sebesar US$200 juta tahun lalu, yang meningkatkan valuasi perusahaan menjadi US$1,4 miliar.
Meskipun banyak perusahaan teknologi menghadapi tantangan pendanaan dan PHK, perusahaan ini merupakan salah satu startup budidaya perikanan Indonesia yang berhasil berkembang, menarik jutaan dolar ke dalam ekosistem dalam tiga tahun terakhir.
“Saya tahu harus [banyak melakukan] antisipasi, tapi kami ingin memastikan bahwa go public bukan hanya jalan keluar bagi para pendiri atau investor. Saya pasti dapat membayangkan diri saya melanjutkan perjalanan ini selama 10 hingga 20 tahun ke depan dan memberikan dampak yang bertahan lama.”
Setelah memantapkan posisinya di pasar domestik, perusahaan memperluas kehadirannya di India pada 2023 dan meraih laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) yang positif dalam kurun waktu satu tahun.
Huzaifah mengungkapkan keberhasilan eFishery di India dan Indonesia berasal dari penyediaan layanan menyeluruh bagi para petani, termasuk alat berbasis teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. “Kami mereplikasi pendekatan kami dari Indonesia di India. Namun kami mempekerjakan karyawan lokal India yang memahami budaya dan pasar, sekaligus juga mendatangkan pekerja Indonesia yang berpengalaman di bidang ini.”
Startup ini berencana untuk fokus memperkuat rantai pasokannya selama lima tahun ke depan untuk menciptakan jalur keuntungan yang berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk meniru strategi industri protein, seperti sektor unggas, dengan menyediakan produk siap masak atau siap makan.
Penetrasi pasar mereka saat ini, baru 10%-13%. Dengan IPO tersebut, mereka ingin meningkatkan penetrasi tersebut.
Perusahaan tersebut juga berencana memperluas pasar ekspornya ke sejumlah negara selain India dan AS, termasuk di antaranya China, Jepang, Korea Selatan, dan Timur Tengah. Perusahaan ini menargetkan pasar Eropa pada 2026, seiring dengan proses perizinan dan sertifikasi yang diperlukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News