Ilustrasi pemungutan suara. / Freepik
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau pilkada tertutup berpotensi memperdalam problem demokrasi di Indonesia. Hal ini diutarakan Pakar Politik Kontemporer sekaligus Guru Besar Bidang Politik Kontemporer Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Caroline Paskarina.
“Dalam situasi di mana kualitas demokrasi menurun, kepercayaan publik terhadap pemerintah melemah, kecenderungan sentralisasi kekuasaan menguat, dan praktik elitisme politik semakin mengemuka, maka wacana pengalihan pemilihan kepala daerah dari rakyat ke DPRD justru berpotensi memperdalam problem struktural demokrasi, bukan menyelesaikannya,” ujar Prof. Caroline saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (13/12/2025).
Menurut dia, bila pilkada oleh DPRD diterapkan tanpa diiringi reformasi sistem politik, yang meliputi sistem kepartaian dan sistem pemilihan, maka mekanisme tersebut tidak memperkuat demokrasi, tetapi justru mempersempit ruang partisipasi politik warga.
Problem lain yang muncul adalah kecenderungan pemusatan kembali pengambilan keputusan pada segelintir elite politik serta menjauhkan kepala daerah dari basis legitimasi publik secara langsung. Dalam konteks ini, demokrasi direduksi menjadi prosedur legal formal.
Untuk dimensi substantif, yakni kontrol publik, akuntabilitas kekuasaan, dan keterlibatan warga negara secara bermakna, kata dia, justru berisiko semakin terpinggirkan apabila pilkada dilakukan oleh DPRD.
“Perdebatan mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah semestinya tidak berhenti pada soal ‘boleh atau tidak’ secara konstitusional, tetapi harus ditempatkan dalam kerangka yang lebih kritis. Apakah mekanisme tersebut memperkuat atau justru melemahkan kualitas demokrasi, integritas institusi politik, dan kedaulatan rakyat dalam praktik bernegara?” katanya mengingatkan.
Oleh sebab itu, Prof. Caroline mengingatkan pemerintah untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik dalam perumusan desain pemilihan kepala daerah yang akan diterapkan ke depan, serta tetap menjamin terwujudnya demokrasi secara substantif.
Sementara itu, terkait pernyataan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian yang menyebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak melarang kepala daerah dipilih melalui DPRD dengan syarat dilakukan secara demokratis, Prof. Caroline menilai pernyataan tersebut benar secara normatif.
“Namun, penekanan semata pada aspek konstitusionalitas formal berisiko mengaburkan persoalan yang jauh lebih mendasar, yakni kondisi demokrasi Indonesia yang sedang mengalami kemerosotan secara substansial,” ujarnya.
Sebelumnya, wacana pilkada oleh DPRD kembali mengemuka setelah disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia pada acara HUT ke-61 Partai Golkar, 5 Desember 2025.
Pada 11 Desember 2025, Mendagri kembali menyampaikan bahwa UUD NRI 1945 tidak melarang kepala daerah dipilih oleh DPRD, sepanjang dilakukan secara demokratis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara

6 hours ago
4
















































