Pelarangan Penggunaan Sawah Produktif untuk Program 3 Juta Rumah Didukung Pengembang

6 hours ago 3

Harianjogjacom, JAKARTA—Pengembang mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto melarang penggunaan tanah produktif seperti sawah sebagai lahan perumahan dalam program 3 juta rumah per tahun.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan pada prinsipnya, pengembang properti setuju membangun rumah di atas lahan sesuai dengan peruntukan bukan di lahan produktif seperti sawah.

Menurutnya, masih banyak lahan yang sesuai dengan peruntukan untuk membangun perumahan dengan istilah zona kuning.

“Kami mendukung lahan sawah untuk menjaga ketahanan pangan dan menuju swasembada pangan,” ujarnya kepada Bisnis.com, jaringan Harianjogja.com, Sabtu (18/1/2025).

Dia menuturkan selama ini kualitas rumah subsidi sudah sesuai dengan kriteria persetujuan bangunan gedung yang diajukan. Selain itu, kualitas rumah subsidi sudah memenuhi kewajiban layak huni, layak fungsi dan tahan gempa.

Dia berharap dalam program 3 juta rumah, pemerintah dapat melibatkan pengembang untuk turut serta berkontribusi. Terlebih, pemerintah juga membuka keran investor asing untuk turut serta dalam program pembangunan 3 juta rumah.

Adapun salah satunya Qatar mendapatkan fasilitas tanah dari Indonesia untuk proses pembangunan rumah. Tanah tersebut berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan lahan sitaan dari koruptor.

Junaidi meminta pemerintah dapat memberikan fasilitas tanah yang sama seperti Qatar, dalam rangka mendirikan hunian untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

BACA JUGA: Dua Pemain Timnas U-20 Bakal Berkarier di Thailand, Ini Komentar Indra Sjafri

“Kami juga kepingin ikut partisipasi terkait pembangunan 3 juta rumah MBR, ya seperti Qatar, apakah bisa kita berlakukan sama terhadap tanah itu,” katanya.

Saat ini permasalahan yang pengembang perumahan dalam membangun perumahan MBR adalah perbankan. Terlebih, modal kerja pengembang yang dijaminkan kepada perbankan berupa lahan tanah. Jika didapat dari asal hibah, maka tanah yang digunakan milik negara dan tidak bisa dijaminkan.

Pemerintah diharapkan dapat memberikan skema khusus baik investor asing maupun pengembang nasional bisa mendapatkan fasilitas bisnis yang sama terutama terkait penyediaan lahan dalam rangka program 3 juta rumah.

Sementara itu, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah menuturkan pembangunan program 3 juta rumah tidak akan menggunakan lahan yang produktif seperti persawahan.

Dia mengkritik tata kota pada masa pemerintah terdahulu di mana rumah terdahulu tidak memiliki desain, konsep, atau gagasan. Hal ini juga dipengaruhi pada permintaan tempat tinggal yang tinggi pada saat itu sehingga banyak masyarakat yang memilih membangun rumah sendiri. Hal ini membuat masyarakat membangun rumah di sembarang tempat. Salah satunya adalah lahan bekas sawah.

“Kemarin kami baru memeriksa ada proyek insentif perbankan yang menurut saya perlu dievaluasi karena mayoritas pembangunannya di atas sawah,” ucapnya.

Menurutnya, masih banyak lahan bekas sawah masih diincar untuk pembangunan rumah. Hal ini karena mudah sekali menawar harga tanah bekas sawah dan perizinan pembangunannya.

Namun, rumah yang dibangun di atas bekas lahan sawah berisiko tidak kokoh, terutama saat terjadi gempa bumi. Oleh karena itu, dia menentang pembangunan rumah atau bangunan lain di atas lahan bekas sawah.

"Padahal sawah itu selutut kita ini adalah tanah unsur hara, itu lembek sekali. Saya pernah memimpin tim untuk perawatan rekonstruksi gempa di Lombok Utara, 7 skala richter, hilang hampir semua rumah. Tanah konstruksinya tidak kuat dan tidak dibangun di atas tanah yang kuat,” tuturnya.

Pihaknya berkomitmen akan berusaha menyediakan lahan yang layak untuk pembangunan perumahan. Dia juga berharap ke depannya rumah-rumah bisa menerapkan konsep berkelanjutan karena lebih tahan lama, berkelanjutan, dan ramah lingkungan

Terpisah, Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Bonny Z. Minang menuturkan memang dalam program pembangunan 3 juta rumah tidak boleh menggunakan kawasan pertanian. Dia menegaskan program 3 juta rumah ini bukan di satu lokasi tetapi akan disebar pada desa yang ada Indonesia.

Berdasarkan catatan Satgas terdapat 75.000 desa di Indonesia dimana untuk dapat memenuhi program 3 juta rumah maka 1 desa akan dibangun 25 unit rumah per tahun.

“Masak ngambil tanah sawah, enggak, ini tanah di desa banyak tersedia, jadi tidak menggunakan peruntukan sawah,” ujarnya kepada Bisnis.

Dia menuturkan Presiden Prabowo Subianto sangat mendukung keberlangsungan food estate sehingga tidak akan menggunakan lahan sawah sebagai lokasi pembangunan perumahan.

“Jadi memang tidak akan menggunakan lahan sawah pembangunan 3 juta ini. Lahan kosong yang bukan sawah tersedia kok di setiap desa karena tiap desa hanya butuh 3.000 meter persegi,” katanya.

Adapun nantinya hunian di perdesaan akan dibangun dengan desain memperlihatkan kearifan lokal dan juga ramah lingkungan. Nantinya, tiap rumah di desa akan berukuran luas bangunan 36 meter persegi dan luas tanah 70 meter persegi dengan harga Rp100 juta. Rumah ini akan diberikan secara gratis kepada masyarakat miskin.

“Nanti ada yang jual tanah 3.000 meter persegi di desa, dibangunkan rumah 25 unit dengan harga Rp100 juta dan ada diberikan sertifikat hak milik (SHM). Yang bangun bukan pengembang tapi UMKM dengan mungkin ada coaching atau pendampingan dari pengembang agar standarnya sama semua. Ini upaya Pak Prabowo mengatasi kemiskinan di desa,” ucapnya.

Dia menegaskan program 3 juta rumah ini merupakan upaya Presiden Prabowo mengentaskan kemiskinan di Indonesia sehingga nantinya akan ditujukan kepada masyarakat miskin. Adapun kriteria masyarakat miskin ini masih dalam pembahasan dengan Badan Pengentasan Kemiskinan. Salah satunya kriterianya yakni engguna listrik 450 kwh yang menurut data PLN terdapat 24,9 juta jiwa. Selain itu, kelompok masyarakat tersebut selama ini dikenal dengan kelompok desil 1 dan 2 dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Jadi masyarakat yang nantinya masuk dalam kategori miskin akan mendapatkan rumah gratis dimana pembayaran cicilan per bulan senilai Rp600.000 itu akan dibayarkan pemerintah selama 25 tahun. Cicilan Rp600.000 ini akan berasal dari pengalihan subsidi BBM yang selama ini belum tepat sasaran penerimanya,” tuturnya.

Selain membangun rumah gratis untuk pengentasan kemiskinan, pemerintah juga membuka peluang pembangunan 1 juta unit hunian vertikal di perkotaan dan juga program rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).

“Qatar sudah mau bangun 1 juta unit hunian vertikal dengan menggunakan kontraktor China dan subkontraktornya Indonesia. Pihak Qatar juga akan menjual rusun tersebut. Pemerintah Indonesia hanya menyediakan tanah yang bisa dipakai untuk pembangunan rusun dengan harga nanti sekitar Rp300 juta hingga Rp500 jutaan. Ini tidak hanya untuk asing, pengembang nasional juga bisa ikut bangun jadi memang tidak ada persaingan,” terang Bonny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news