Suasana Talkshow Publikasi Laporan Survei Most Significant Change (MSC) dari program Tular Nalar yang diinisiasi MAFINDO pada Rabu (7/5/2025) di Sleman. - Istimewa
Harianjogja.com, SLEMAN—Dengan keterbatasan literasi digital, lansia berhadapan dengan risiko penipuan digital, hoaks dan pelanggaran privasi di dunia digital. Gerakan literasi digital inklusif bagi lansia dinilai perlu dibangun untuk menangkal berbagai risiko di dunia digital.
Hal ini lah yang coba dirancang Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) dengan program Tular Nalar. Program Tular Nalar berusaha mengedukasi literasi digital dan pemikiran kritis kepada lansia melalui kelas-kelas Akademi Digital Lansia (ADL) dan lokakarya.
Dalam sesi talkshow Publikasi Laporan Survei Most Significant Change (MSC), Program Manager Tular Nalar - Mafindo, Giri Lumakto menjelaskan Indonesia yang memiliki sekitar 11,75% atau 32 juta populasi lansia, diprediksi pada tahun 2050 jumlahnya akan mencapai 20-25% dari total populasi. Sementara itu lansia di Indonesia terdeteksi memiliki perilaku bermedia sosial yang cukup tinggi. Khususnya, dalam menggunakan WhatsApp dan Facebook dalam kegiatan sehari-hari. Lansia juga disinyalir aktif berbagi informasi.
BACA JUGA: Dosen UPN Veteran Dampingi Warga Pucangan Sleman Tingkatkan Literasi Digital
Padahal penipuan di dunia digital paling banyak terjadi di media sosial. Kekhawatiran itu lah yang juga menjadi sebab para peserta setelah mengikuti kelas Akademi Digital Lansia. Tular Nalar melaksanakan survei MSC di enam wilayah yakni Aceh, Kendari, Bandung, Pontianak, Kupang dan Ternate untuk mengukur dampak perubahan secara kualitatif dari para alumni kelas ADL dan Sekolah Kebangsaan (SK).
"Survei ini bertujuan mengevaluasi dampak program literasi digital Tular Nalar 3.0 melalui pengumpulan cerita perubahan signifikan dari peserta, fasilitator, kerabat peserta, dan komunitas," kata Giri pada Rabu (7/5/2025) di Restoran Pringsewu, Sleman.
Temuan dari survei Tular Nalar membuktikan bahwa literasi digital bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga membangun kesadaran kolektif untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat. Dampaknya melampaui individu seperti keluarga, komunitas, dan generasi muda turut merasakan perubahan.
"Kolaborasi, inovasi metode dan adaptasi konteks lokal menjadi kunci keberhasilan program ini," tandasnya.
Tular Nalar lanjut Giri terbukti telah menciptakan efek domino dalam hal positif yang tercermin dari laporan hasil survei MSC yang dipublikasikan. Giri mengatakan untuk menjangkau lebih banyak lagi lansia yang tercerahkan diperlukan kolaborasi dengan banyak pihak termasuk komunitas, media dan pemerintah. "Demi menyelamatkan masa tua di lini masa," ujarnya.
Program Tular Nalar 3.0 telah merancang kurikulum, memproduksi modul dan alat bantu, serta melaksanakan program literasi digital bagi lansia dan generasi Z. Melalui pendekatan yang disesuaikan dengan karakteristik lansia, Tular Nalar telah melaksanakan edukasi literasi digital yang berfokus pada penipuan digital, periksa fakta, dan pencegahan ujaran kebencian yang berlangsung di seluruh Indonesia.
"Hingga akhir tahun 2025 Tular Nalar Mafindo telah menjangkau lebih dari 10.000 lansia melalui berbagai kelas dan lokakarya yang digelar Tular Nalar bersama para mitra di seluruh Indonesia," tandasnya.
Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga, Prof. Alimatul Qibtiyah sebagai narasumber lokakarya mengingatkan bagaimana teknologi layaknya kuda tunggangan. Bila mampu mengendarai, teknologi akan menjadi tunggangan menuju kebermanfaatan. "Dengan penunggang yang mahir, kuda tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik," kata Alimatul
Alumni Akademi Digital Lansia (ADL) Tular Nalar - Mafindo, Budhi Hendro Prijono mengaku merasakan bukti perubahan yang nyata dari program ini. Dari semula tidak tahu, dia kini menjadi tahu literasi digital.
"Dari awalnya tidak paham sama sekali tentang literasi digital, setelah tertular-nalarkan malah giat sekali menyuarakan pentingnya literasi digital dan pemikiran kritis di kalangan komunitas-komunitas lansia," ungkapnya.
BACA JUGA: Perempuan Diajak Berperan Melindungi Anak di Ruang-Ruang Digital
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) sendiri organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk memerangi misinformasi dan hoaks. Berdiri sejak 2016, MAFINDO memiliki lebih dari 95.000 anggota online dan 1.000 sukarelawan. MAFINDO memiliki 20 kantor yang tersebar di seluruh Indonesia dan mencakup berbagai bidang, termasuk namun tidak terbatas pada pencegahan hoaks, hoaks busting, edukasi publik, seminar, lokakarya, advokasi, pengembangan teknologi anti-hoaks, penelitian, dan keterlibatan sosial di tingkat akar rumput.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News