Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—BPS Gunungkidul mencatat inflasi pada Juni 2025 0,19%. Inflasi terjadi salah satunya didorong kegiatan hajatan maupun rasulan di Masyarakat sehingga memicu terjadinya kenaikan harga sejumlah barang di pasaran.
BACA JUGA: Rasulan Tidak Boleh Jadi Ajang Kampanye
Kepala BPS Gunungkidul, Joko Prayitno mengatakan, pasca-perayaan Hari Raya Kurban menjadi momen bagi Masyarakat untuk menggelar hajatan. Selain itu, di waktu yang hampir bersamaan juga diselenggarakan rasulan bersih desa di berbagai wilayah di Bumi Handayani.
Dua kegiatan ini dinilai memicu terjadinya inflasi karena pada Juni angkanya mencapai 0,19%. Di kegiatan hajatan maupun rasulan, kata Joko, dibutuhkan berbagai bahan pangan dan sayur seperti telur, kelapa, cabai dan lainnya.
“Barang-barang ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan rasulan atau hajatan. Jadi, adanya permintaan yang tinggi, maka berdampak terjadinya inflasi,” katanya, Selasa (1/7/2025).
Joko menjelaskan, secara akumulasi sejak awal Januari hingga Juni, angka inflasi di Gunungkidul sebesar 1,85%. Adapun inflasi untuk years on years tumbuh sebesar 2,66%.
Meski demikian, laju inflasi ini dinilai masih dalam batas aman. Hal ini dikarenakan proyeksi inflasi dalam keadaan normal antara 1,5-3,5% per tahunnya.
“Masih aman dan tidak ada masalah karena memang ada sejumlah faktor pendorong maupun penghambat dari laju inflasi. Jadi, untuk kondisi sekarang masih wajar,” katanya.
Statistik Ahli Pertama, BPS Gunungkidul Ardiyas Munsyianta mengatakan, laju inflasi Gunungkidul kondisinya sama dengan nasional. Yakni, pertumbuhannya di angka 0,19% pada Juni.
Berdasarkan perhitugan yang dilakukan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi. Faktor utamanya adalah kelompok makanan dan minuman yang menyumbang sebesar 0,55% dari seluruh kebutuhan.
Adapun komoditas yang dominan menymubang inflasi m-to-m adalah tomat, cabai rawit, kacang panjang, buncis. Selain itu, ada daging ayam ras, kelapa, bawang merah, terong, sawi hija hingga pisang.
“Kenaikan harga terjadi bukan hanya karena permintaan yang tinggi, tapi juga komoditas yang pasokannnya terganggu. Contohnya, cabai pasokan sempat terkendala sehingga berpengaruh terhadap harga jual di pasaran,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News