Ilustrasi cuaca panas. - Freepik
Harianjogja.com, JAKARTA—Dalam penelitian terbaru yang dipublikasikan Science Advaces ditemukan hasil bahwa orang dewasa berusia 56 tahun dan lebih tua yang tinggal di daerah dengan gelombang panas lebih banyak mengalami percepatan penuaan biologis.
Ditulis laman Health, Senin (10/3/2025), gelombang panas dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan yang buruk, terutama bagi orang dewasa yang lebih tua.
Kondisi yang sangat panas dapat meningkatkan risiko rawat inap, penyakit kardiovaskular, disfungsi ginjal, dan kematian, kata rekan penulis studi Eunyoung Choi, PhD, seorang rekan pascadoktoral di Leonard Davis School of Gerontology, University of Southern California, kepada Health.
"Dampak panas ekstrem mungkin tidak langsung terlihat sebagai kondisi kesehatan yang dapat didiagnosis, tetapi bisa jadi berdampak buruk pada tubuh kita," kata Choi.
Untuk penelitian mereka, Choi dan rekan-rekannya mengandalkan sampel darah yang diambil dari 3.679 peserta berusia 56 tahun atau lebih yang terdaftar dalam Studi Kesehatan dan Pensiun nasional.
Mereka memeriksa sampel yang dikumpulkan pada titik yang berbeda selama enam tahun untuk mengetahui perubahan epigenetik—ukuran bagaimana faktor lingkungan eksternal mengaktifkan dan menonaktifkan gen individual melalui proses yang disebut metilasi DNA. Untuk mengukur perubahan ini, tim menggunakan jam epigenetik, alat yang memperkirakan usia biologis berdasarkan pola metilasi.
BACA JUGA: Hujan Es Melanda Jogja, Ini Beberapa Kemungkinan Penyebabnya
Para ilmuwan kemudian membandingkan pergeseran usia biologis orang-orang dengan pembacaan indeks panas historis di lokasi mereka dan jumlah hari panas yang dicatat oleh Bagan Indeks Panas Layanan Cuaca Nasional antara tahun 2010 dan 2016. Phoenix dan Tucson di Arizona selatan, Brownsville dan Laredo di Texas selatan, serta Miami dan Tampa di Florida muncul sebagai beberapa wilayah terpanas.
“Lokasi-lokasi ini mengalami banyak hari panas ekstrem, yang didefinisikan sebagai hari-hari ketika indeks panas mencapai atau melebihi 90 derajat Fahrenheit. Beberapa wilayah ini mencatat lebih dari 140 hari panas ekstrem per tahun, menjadikannya salah satu wilayah yang paling terpapar panas di negara ini," kata Choi.
Peserta yang tinggal di area ini mengalami penuaan biologis tambahan hingga 14 bulan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di wilayah dengan hari panas kurang dari 10 kali per tahun. Hubungan ini tetap ada bahkan ketika peneliti mempertimbangkan faktor-faktor seperti aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan perbedaan sosial ekonomi.
Mengenai bagaimana hal ini dapat terjadi, Choi menunjuk pada suhu yang lebih tinggi yang berpotensi memicu stres dan peradangan seluler, serta memengaruhi pola metilasi DNA. Hal itu dapat menekan atau mengaktifkan gen, yang berpotensi menyebabkan efek penuaan sistemik, kata Choi.
Para penulis mencatat bahwa penelitian ini juga memiliki beberapa kekurangan. Misalnya, para peneliti tidak memiliki informasi tentang penggunaan AC oleh peserta, yang dapat memiliki efek "yang meringankan" pada penghuni. Ditambah lagi, "validitas" penggunaan jam epigenetik pada populasi yang beragam secara genetik dan lingkungan belum ditetapkan—dan para peneliti tidak tahu apakah perubahan epigenetik yang mereka lihat seburuk itu.
Terlepas dari apakah penuaan biologis yang dipercepat berperan, jelas bahwa gelombang panas dapat berbahaya bagi populasi yang menua. Para ahli tidak menyebutkan tindakan ekstrem seperti pindah, tetapi mereka menyarankan untuk mengambil tindakan pencegahan ekstra saat suhu meningkat.
Agar tetap aman, Tarik Benmarhnia, PhD , seorang profesor madya di Scripps Institution of Oceanography di University of California, San Diego, merekomendasikan minum banyak air, tinggal di dalam ruangan jika memungkinkan, dan mencari tempat ber-AC, seperti pusat pendingin lokal.
"Mengenakan pakaian yang ringan dan menyerap keringat dapat membantu mengurangi tekanan akibat panas," kata Choi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara