Belanja online. - Foto dibuat oleh AI - StockCake
Harianjogja.com, JAKARTA—Tingkat konsumsi rumah tangga pada 2024 belum pulih seperti masa sebelum pandemi Covid-19. Meski demikian konsumsi rumah tangga tetap tercatat tumbuh.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga pada 2024 bila dibandingkan dengan 2023 atau secara kumulatif, tumbuh 4,94%. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari 2023 yang sebesar 4,82%.
“Kelompok konsumsi yang tumbuh tinggi antara lain transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel,” ujar Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Rabu (5/2/2025).
Secara historis dalam 15 tahun terakhir atau sejak 2011, konsumsi rumah tangga paling tinggi tumbuh sebesar 5,49% pada 2012 silam.
Setelah anjlok ke -2,63% pada 2020 karena pandemi Covid-19, konsumsi rumah tangga perlahan-lahan memang tumbuh, tetapi hingga 2024 tak sampai menyentuh 5%.
Dari total pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 5,03%, konsumsi rumah tangga menjadi sumber utama dengan kontribusi sebesar 2,6%. Kemudian diikuti Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 1,43%, Konsumsi Pemerintah 0,48%, dan Lainnya sebesar 0,53%.
Sayangnya, pertumbuhan semua itu yang tercatat lebih tinggi dari 2023 harus terkoreksi dengan sumbangan negatif 0,01% dari net ekspor. Padahal pada 2023, net ekspor menjadi sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 0,66%.B
BACA JUGA: Satu Bulan di Awal 2025, Terjadi 160 Kecelakaan Lalu Lintas di Bantul
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai konsumsi rumah tangga pada dasarnya sulit untuk meningkat dalam kondisi daya beli yang rendah.
Sebagaimana rendahnya daya beli tersebut tercermin salah satunya dari inflasi yang melandai sepanjang 2024, serta penjualan domestik sepeda motor terkontraksi sebesar 3,6% YoY.
“Rumah tangga sulit untuk meningkat dalam likuiditas yang ketat, serta ketidakpastian yang tinggi,” ujarnya, Rabu (5/2/2025).
Piter melihat kelompok bawah kehilangan daya beli sementara kelompok atas lebih memilih menyimpan uangnya ketimbang melakukan konsumsi.
Hal tersebut tercermin dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencatat bahwa tabungan golongan nominal tertinggi alias di atas Rp5 miliar tumbuh 3,99% YoY pada Desember 2024, lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 3,51%.
Pada saat bersamaan, tabungan masyarakat dengan saldo Rp1 juta hingga Rp100 juta tumbuh pada kisaran 5% YoY pada akhir Desember 2024.
Untuk itu, Piter menilai pemerintah perlu mencari terobosan kebijakan untuk mengungkit konsumsi lebih tinggi dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi untuk naik lebih signifikan. “Tugas pemerintah untuk mencari kebijakan apa yang harus dilakukan,” tuturnya.
Adapun pada dua bulan pertama 2025, pemerintah memberlakukan diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan R1 dengan kapasitas sampai dengan 2.200 va demi menjaga daya beli masyarakat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan kebijakan tersebut nyatanya mampu menekan inflasi tahunan, bahkan terjadi deflasi bulanan, di tengah kenaikan harga sejumlah komoditas pangan akibat musim hujan.
"Kebijakan ini berdampak positif bagi perekonomian sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (3/2/2025).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com