Koperasi Desa Aeng Batu-Batu di Kabupaten Takalar (dok. Syamsi/Kabar Makassar)KabarMakassar.com — Jumlah Koperasi Merah Putih yang aktif beroperasi di Sulawesi Selatan masih tergolong sedikit dibanding total kelembagaan yang telah terbentuk.
Dari 3.059 koperasi yang ada, baru sekitar 200 unit yang dinyatakan benar-benar beroperasi hingga awal November 2025.
Kepala Bidang Pemberdayaan Dinas Koperasi dan UMKM Sulsel, Indriastuti Saggaf, menyebut angka ini memang menunjukkan peningkatan dibanding bulan sebelumnya yang baru mencapai 38 koperasi.
Namun, menurutnya, sebagian besar koperasi masih berada dalam tahap pendampingan untuk menyiapkan operasional secara penuh.
“Saat ini memang pemerintah baik di tingkat pusat, tingkat provinsi maupun kabupaten-kota mendorong yang namanya operasionalisasi kooperasi. Sampai sejauh ini pun kita juga masih terus melakukan pendataan,” kata Indriastuti, baru-baru ini.
Dia menjelaskan, pendataan dan pemantauan dilakukan secara terpusat melalui sistem satu pintu. Mekanisme ini melibatkan para Business Assistant (BA) dan Project Management Officer (PMO) yang ditugaskan di masing-masing daerah.
“BA bisa dikategorikan pendamping yang akan mendorong operasionalisasi ini agar dapat bertumbuh dan berkembang. Begitu juga PMO nantinya akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pendampingan yang dilakukan BA,” ujar Indriastuti.
Pemerintah kini berupaya mempercepat peralihan dari pembentukan kelembagaan menuju penguatan aspek operasional koperasi. Untuk mendukung langkah ini, Dinas Koperasi Sulsel telah melatih 930 pendamping yang terdiri dari BA, PMO, serta pendamping desa.
“Harapannya mereka dapat membantu pemerintah untuk memberikan pemahaman kepada pengurus Kooperasi Merah Putih mulai dari penyusunan proposal bisnisnya, pengembangan usaha dan lain sebagainya,” katanya.
Salah satu koperasi yang dianggap berhasil menjadi contoh pengelolaan mandiri adalah Koperasi Desa Aeng Batu-Batu di Kabupaten Takalar. Koperasi ini dinilai mampu menjalankan berbagai unit usaha yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar.
“Usaha-usaha yang dijalankan oleh kooperasi desa ini tentunya kan diakses oleh masyarakat yang ada di Desa Aeng. Entah itu sembakonya, entah itu LPG-nya, entah itu ada kafe juga di usaha-usaha kooperasi desa, ada obat-obatan,” jelas Indriastuti.
Model pemberdayaan tersebut kini menjadi acuan nasional bagi daerah lain yang ingin mengembangkan sistem serupa. Aktivitas ekonomi koperasi ini dinilai berperan penting dalam memperkuat ekonomi masyarakat desa.
“Jadi usaha-usaha yang jalan itu memang hasil evaluasi kami, tentu pengurus harus menjaga keberlanjutan dari penyediaan produk dari pihak-pihak yang melakukan kemitraan dengan kooperasi Desa Aeng Batu-Batu,” pungkas Indriastuti.


















































