Foto ilustrasi pondok pesantren, dibuat menggunakan Artificial Intelligence Freepik.
Harianjogja.com, JAKARTA—Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 512 pondok pesantren sebagai percontohan Program Pesantren Ramah Anak 2025. Langkah ini menjadi komitmen pemerintah dalam mencegah kekerasan dan memperkuat perlindungan bagi santri di lingkungan pendidikan Islam.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Amien Suyitno mengatakan piloting tersebut tertuang dalam Surak Keputusan (SK) Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1541 Tahun 2025.
“Pada tahap awal kami telah menentukan 512 pesantren yang menjadi piloting Pesantren Ramah Anak,” kata Suyitno di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Pesantren terpilih akan mendapat pendampingan, pemantauan, dan evaluasi, untuk memastikan konsep ramah anak berjalan optimal. Tujuan utamanya adalah menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif, dimana kesejahteraan santri menjadi prioritas utama.
Program ini, kata dia, bertujuan memastikan bahwa pesantren menjadi tempat yang tidak hanya mendidik, tetapi juga melindungi dan mendukung tumbuh kembang anak.
Menurut Amien Suyitno, Kemenag juga telah meluncurkan digitalisasi sistem pelaporan. Saat ini pelaporan tindak kekerasan di pesantren sudah dapat dilakukan melalui Telepontren.
Layanan tersebut merupakan layanan chat dan call center inovatif berbasis platform Whatsapp (Nomor Resmi: 0822-2666-1854).
“Kami juga meminta kepada pesantren untuk membuat sistem pelaporan online yang aman dan anonim yang terhubung langsung ke Kemenag/KPAI/Komnas Perempuan. Pesantren dapat juga menggunakan aplikasi yang user-friendly untuk para santri,” kata Amien Suyitno.
Ia menjelaskan peta jalan pengarusutamaan Pesantren Ramah Anak (PRA) yang disusun Kemenag.
Pertama, fase penguatan dasar (2025– 2026) meliputi sosialisasi kebijakan, peningkatan kapasitas SDM, pembentukan gugus tugas PRA dan Satgas ,serta awal pemenuhan pesantren ramah anak dalam Renstra
Kedua, fase akselerasi (2027–2028) mencakup replikasi dan pelembagaan PRA di lebih banyak pesantren, mainstreaming dukungan anggaran, dan kemitraan lintas sektor.
Ketiga, fase kemandirian (2029) yakni integrasi PRA dalam sistem manajemen kelembagaan pesantren secara berkelanjutan.
Sebelumnya Kemenag membentuk Satuan Tugas (Satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan di pondok pesantren, sebagai komitmen dalam mewujudkan pesantren ramah anak.
“Setiap lembaga pendidikan, baik sekolah, madrasah, maupun pesantren, harus menjadi tempat yang ramah anak, zero kekerasan,” ujar Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara

4 hours ago
1
















































