Harianjogja, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menaikkan tarif impor baja dan aluminium menjadi 25% tanpa pengecualian untuk menopang industri dalam negeri yang sedang terpuruk. Kebijakan ini berisiko memicu perang dagang di berbagai lini.
Melansir Reuters, Selasa (11/2/2025), Trump menandatangani keputusan menaikkan tarif aluminium dari 10% menjadi 25% dan menghapus pengecualian negara dan kesepakatan kuota. Pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa kebijakan ini akan berlaku mulai 4 Maret 2025.
Kebijakan ini akan berdampak pada jutaan ton baja dan aluminium dari Kanada, Brasil, Meksiko, Korea Selatan, dan negara lain yang sebelumnya mendapat pengecualian tarif.
Trump menegaskan bahwa langkah ini bertujuan menyederhanakan aturan perdagangan agar lebih transparan.
"Tarifnya 25%, tanpa pengecualian. Semua negara akan dikenai tarif yang sama, tak peduli asalnya," ujar Trump.
Meski demikian, Trump mempertimbangkan pengecualian bagi Australia dengan alasan defisit neraca perdagangan negara itu terhadap AS.
Langkah ini merupakan perluasan dari kebijakan tarif baja dan aluminium yang pertama kali diterapkan Trump pada 2018 dengan dalih perlindungan keamanan nasional. Seorang pejabat Gedung Putih menyatakan bahwa pengecualian yang diberikan sebelumnya telah melemahkan efektivitas kebijakan tersebut.
Selain itu, AS akan menerapkan standar baru di Amerika Utara dengan mewajibkan baja dan aluminium diimpor dalam bentuk yang sudah dilebur dan dicetak di kawasan tersebut. Kebijakan ini bertujuan mencegah masuknya logam yang diproses secara minimal di China dan Rusia untuk menghindari tarif.
Trump juga memperluas cakupan tarif hingga produk turunan yang menggunakan baja dan aluminium impor, termasuk struktur baja fabrikasi, ekstrusi aluminium, dan baja strand untuk beton prategang.
Saat menandatangani keputusan ini di Gedung Putih, Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif akan diperluas ke sektor lain dalam beberapa hari mendatang, termasuk industri otomotif, semikonduktor, dan farmasi. Ketika ditanya soal kemungkinan pembalasan dari negara lain, ia menjawab singkat, "Saya tidak peduli."
Penasihat perdagangan AS Peter Navarro menyatakan bahwa kebijakan ini akan menopang keamanan nasional dengan memperkuat produsen baja dan aluminium dalam negeri.
“Tarif baja dan aluminium 2.0 akan mengakhiri praktik dumping negara lain, meningkatkan produksi dalam negeri, serta memperkuat industri baja dan aluminium dalam negeri sebagai tulang punggung ekonomi dan keamanan nasional Amerika,” katanya kepada para wartawan.
Data menunjukkan bahwa produksi aluminium AS tahun lalu hanya mencapai 670.000 ton, turun drastis dari 3,7 juta ton pada 2000. Gelombang penutupan pabrik dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Kentucky dan Missouri, membuat AS semakin bergantung pada impor. Kanada, yang memiliki keunggulan energi hidro untuk produksi logam, menyumbang hampir 80% impor aluminium AS pada 2024.
Sementara itu, sekitar 23% konsumsi baja AS pada 2023 berasal dari impor, dengan Kanada, Brasil, dan Meksiko sebagai pemasok utama.
Menteri Perindustrian Kanada Francois-Philippe Champagne mengecam kebijakan tarif ini sebagai tindakan yang "sama sekali tidak beralasan." Ia menegaskan bahwa baja dan aluminium Kanada berkontribusi besar terhadap industri pertahanan, perkapalan, energi, dan otomotif AS.
"Kebijakan ini justru membuat Amerika Utara kurang kompetitif dan tidak lebih aman. Kami sedang berkonsultasi dengan mitra internasional dan akan merespons dengan langkah yang jelas dan terukur,” jelas Champagne.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com