Generasi Muda dan UMKM Jadi Kunci Hidupkan Batik Jogja

2 hours ago 3

Generasi Muda dan UMKM Jadi Kunci Hidupkan Batik Jogja Dari kiri, Founder Anantari Indonesia, Resky Noviana; Founder Enom Batik, Devie Fransisca; Wali Kota Jogja, Hasto Wardoyo; dan Manager Research and Development Hamzah Batik, Parji (dua dari kanan) dalam Special Talkshow Hari Batik bertajuk Merawat Warisan, Menjaga Masa Depan Jogja, di Pendapa Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Kamis (16/10 - 2025). Anisatul Umah/Harian Jogja.

JOGJA—Jogja resmi menyandang predikat Kota Batik Dunia. Batik kini tak sekadar warisan budaya yang perlu dilestarikan, tetapi juga berkembang menjadi gaya hidup dan sumber penghidupan bagi masyarakat.

Wali Kota Jogja, Hasto Wardoyo, mengatakan selain menjadi kota batik, Jogja juga harus menjadi kota budaya dan kota kreativitas. Karena itu, menurutnya, batik tidak boleh hanya menjadi simbol, tetapi harus menjadi penggerak ekonomi.

“Bagaimanapun juga, batik sebagai karya seni budaya dan kreatif harus punya dampak ekonomi,” ujarnya dalam Special Talkshow Hari Batik bertajuk Merawat Warisan, Menjaga Masa Depan Jogja di Pendapa Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Kamis (16/10/2025).

Hasto menegaskan, Kota Jogja harus bisa menjadi center of excellence dalam bidang produksi dan kreativitas batik. Ia menyebut masih banyak pekerjaan rumah untuk mewujudkan hal tersebut.

Sebagai pemimpin baru di Kota Jogja, Hasto mengatakan ingin belajar bersama masyarakat untuk memberi warna baru dalam perkembangan batik, agar batik tidak hanya menjadi kebanggaan budaya dan tradisi, tetapi juga memberi nilai ekonomi bagi warga.

Menurutnya, tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah produk batik yang dijual di Kota Jogja sebagian besar bukan hasil produksi lokal.

“Hampir 80% batik yang dijual di Pasar Beringharjo bukan dari Kota Jogja. Kendalanya karena keterbatasan tempat produksi dan pengendalian limbah,” jelasnya.

Meski begitu, Hasto optimistis Jogja bisa bangkit. Dalam 100 hari kerjanya, ia mulai menghidupkan kembali Batik Segoro Amarto dengan nama Batik Segoro Amarto Reborn.

“Meski tempat sempit dan perlu effort khusus, saya optimis bisa dilakukan,” ujarnya.

Batik Segoro Amarto Reborn kemudian dilombakan dengan menyasar kalangan muda, akademisi, komunitas seni, dan kurator batik, termasuk dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Desain terbaik akan diuruskan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan izin produksinya, sehingga hanya boleh diproduksi di Kota Jogja.

“Sekarang ada delapan UMKM yang memproduksi. UMKM ini koperasi Merah Putih, anggotanya warga miskin. Kami kurasi dulu, supaya motif ini juga menumbuhkan kesejahteraan,” jelasnya.

Selain memberdayakan UMKM, Pemkot Jogja juga berupaya menciptakan pasar untuk menjaga keberlangsungan produksi batik. Salah satunya melalui kebijakan pemesanan batik oleh 6.500 ASN Kota Jogja saat HUT ke-268 Kota Jogja pada 7 Oktober lalu. Tahun depan, kebijakan ini akan menyasar kalangan pelajar.

“Bertahap ke anak sekolah, honorer, outsourcing, karyawan BUMD, hingga karyawan hotel. Agar semua merasa memiliki, pakai Batik Segoro Amarto,” ucapnya.

Batik dan Generasi Muda

Founder Enom Batik, Devie Fransisca, mengatakan Enom lahir dari keresahan pribadi karena batik belum dekat dengan generasi muda. Berdiri sejak 2017, Enom diambil dari istilah “cah enom” yang berarti anak muda.

“Tujuannya agar batik relevan dengan anak muda,” ujarnya.

Agar lebih diterima, Enom menggandeng berbagai komunitas, seperti komunitas lari dan padel, untuk mengenalkan batik sebagai pakaian yang bisa dipakai dalam aktivitas sehari-hari.

“Kami ingin batik tidak terkesan kaku, tapi modern. Cutting-nya modern, warna disesuaikan tren fashion saat ini,” katanya.

Sementara itu, Founder Anantari Indonesia, Resky Noviana, menjelaskan pihaknya fokus pada batik tulis non-klasik. Proses pembuatannya tetap menggunakan canting dan malam panas, melibatkan banyak pengrajin. Resky menambahkan, Anantari juga berkomitmen menuju zero waste production.

“Kami upayakan satu lembar kain bisa jadi satu baju dengan jahitan minimal. Sisa kain dijadikan topi, tali, dan produk turunan lain,” jelasnya.

Ia juga menegaskan pentingnya edukasi kepada konsumen tentang nilai di balik setiap karya batik.

“Kami melakukan campaign bahwa di balik satu produk batik ada banyak tangan yang terlibat,” katanya.

Inovasi di Industri Batik Jogja

Manager Research and Development Hamzah Batik, Parji, menyampaikan tantangan industri ritel batik kini adalah persaingan pasar dan ekspansi penjualan di e-commerce.

“Kami juga ikut menyesuaikan diri. Syukurlah Hamzah Batik masih jadi salah satu prioritas belanja wisatawan, khususnya untuk batik bermotif Jogja,” ujarnya.

Parji menambahkan, Hamzah Batik terus berinovasi agar tetap relevan dengan selera anak muda.

“Kami sediakan gaya anak muda dan kaus batik dengan warna kekinian. Fokus kami menjaga pasar agar tetap konsisten pada batik,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news