Kasus Somethinc vs ARMY, Cermin Fenomena Celebrity Worship Syndrome di Era Medsos

1 week ago 15

KabarMakassar.com — Perseteruan antara penggemar BTS (ARMY) dan akun resmi brand kosmetik lokal Somethinc kembali menyoroti fenomena Celebrity Worship Syndrome (CWS), yaitu kondisi di mana penggemar menunjukkan keterikatan emosional berlebihan terhadap sosok selebritas.

Kasus ini bermula dari unggahan komedian Gilang Bhaskara (Gilbhas) di platform X (Twitter) yang menuliskan cuitan singkat, “Indy Barends.” Akun resmi Somethinc kemudian menanggapinya dengan komentar ringan, “UDAAAAH BANG….” namun interaksi sederhana itu justru memicu kemarahan sejumlah penggemar BTS.

Sebagian ARMY menilai komentar tersebut tidak pantas karena nama Indy Barends sedang ramai diperbincangkan akibat kemiripannya dengan RM (Kim Namjoon), salah satu anggota BTS. Akibatnya, akun Somethinc langsung menjadi sasaran serangan daring, mulai dari hujatan di kolom komentar hingga seruan boikot di media sosial.

Tak hanya di Twitter, aksi tersebut meluas ke platform Shopee Live, tempat Somethinc berjualan. Para host dan admin brand itu dikabarkan menerima gelombang komentar kasar selama siaran langsung berlangsung. Banyak warganet menilai, perilaku ini bukan lagi bentuk pembelaan terhadap idola, melainkan sudah mengarah pada perundungan digital.

Seorang pengguna X bernama @IamPrasPraseja menulis rangkaian cuitan reflektif menanggapi fenomena tersebut. Ia menilai sebagian penggemar menunjukkan kecenderungan kehilangan kendali emosional dan gagal membedakan antara kritik serta penghinaan.

“Padahal secara objektif, admin Somethinc tidak melakukan penghinaan terhadap RM. Tapi mereka memilih untuk tetap jahat dan ignorant,” tulisnya.

Dia juga menyinggung rendahnya psychological mindedness di kalangan penggemar yang terlalu fanatik, yakni ketidakmampuan memahami perilaku dan pikiran diri sendiri secara rasional. Dalam konteks ini, sebagian fans disebut memproyeksikan kemarahan atau perasaan negatifnya kepada pihak lain yang dianggap “menyerang” idolanya.

Para psikolog menilai, reaksi semacam ini menunjukkan bentuk ekstrem dari Celebrity Worship Syndrome, di mana ikatan emosional terhadap selebritas melampaui batas kewajaran. Kondisi ini dapat memicu perilaku agresif, depresi, hingga kehilangan empati terhadap orang lain di dunia nyata.

Sejumlah penelitian menunjukkan, penggemar yang terobsesi secara ekstrem dengan idolanya berisiko mengalami depresi, kecemasan, hingga gangguan fungsi sosial.

Menurut laporan yang diterbitkan di PubMed Central oleh tim peneliti Ágnes Zsila, CWS terbagi dalam tiga tingkatan: entertainment-social, intense-personal, dan borderline-pathological. Pada dua tingkatan terakhir, keterlibatan emosional dengan selebritas dapat berkembang menjadi perilaku obsesif yang mengganggu kehidupan sehari-hari.

“Hanya mengagumi seorang selebritas tidak serta-merta membuat seseorang menjadi tidak berfungsi/normal, tetapi hal itu menempatkan Anda pada risiko untuk menjadi demikian. Ada suatu perkembangan perilaku di dalamnya, dan jika Anda sudah memulainya, kita tidak tahu apa yang akan menghentikannya,” kata James Houran, salah satu peneliti terkemuka dalam studi mengenai perilaku penggemar ekstrem, dikutip dari IOL Health.

Fenomena ini juga mulai menjadi perhatian klinis di berbagai negara. Psikolog klinis asal India, Archana Sharma, menjelaskan bahwa beberapa pasien datang ke klinik karena terlalu terobsesi dengan figur publik tertentu hingga mengabaikan kehidupan pribadi mereka.

“Terkadang, orang yang mengalami Celebrity Worship Syndrome dibawa ke klinik oleh anggota keluarganya karena terlalu terfokus pada sosok selebritas idolanya. Obsesi itu begitu besar hingga memengaruhi kehidupan mereka secara ekstrem,” ujar Sharma, dikutip dari India Today.

Penelitian lain menunjukkan bahwa individu dengan skor tinggi pada Celebrity Attitude Scale cenderung memiliki tingkat depresi, stres, dan kecemasan yang lebih tinggi. Selain itu, penggunaan media sosial yang intens dan kebiasaan melamun berlebihan (maladaptive daydreaming) juga disebut memperparah kondisi ini.

Psikolog Carly Dober dari Melbourne menilai fenomena ini semakin mengkhawatirkan di era digital. “Media sosial telah mengaburkan batas antara kenyataan dan penampilan. Orang-orang mulai percaya bahwa mereka memiliki hubungan pribadi dengan seseorang yang sebenarnya tidak pernah mereka temui,” ujarnya seperti dikutip dari News.com.au.

Para ahli menyarankan agar masyarakat waspada terhadap tanda-tanda awal CWS, seperti menghabiskan waktu berjam-jam mengikuti aktivitas selebritas, mengabaikan pekerjaan atau studi, serta mengalami stres jika tidak mendapat kabar terbaru tentang idolanya. Dalam kasus berat, kondisi ini bahkan bisa berkembang menjadi gangguan obsesif-kompulsif.

Sementara itu, laporan Kompas TV menegaskan bahwa penggemar berat dengan perilaku ekstrem dapat kehilangan kemampuan sosialnya dan mengalami penurunan produktivitas.

Intervensi berupa konseling psikologis, pembatasan waktu layar, dan peningkatan literasi digital dianggap penting untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan mental.

Para peneliti juga mendorong adanya edukasi publik tentang pentingnya membangun hubungan sosial nyata di dunia offline. Dengan meningkatnya paparan media digital dan budaya selebritas, fenomena CWS diprediksi akan terus meningkat apabila tidak diimbangi dengan kesadaran literasi dan penguatan dukungan sosial.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news