Harianjogja.com, JOGJA—Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja mencatat penderita tuberkulosis (TBC) di Kota Jogja mencapai sekitar 900 orang hingga Oktober 2025. Dari jumlah tersebut ada 12% hingga 13% di antaranya merupakan anak-anak.
Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Bidang P2P PD SIK, Dinkes Kota Jogja, Endang Sri Rahayu menjelaskan anak-anak yang terinfeksi TBC umumnya tidak menularkan penyakit, tetapi tertular dari orang dewasa di sekitar mereka.
“Bisa dari orang tua, tetangga, pengasuh, atau bahkan orang yang sering ditemui sehari-hari. Pernah ada kasus anak tertular dari tukang sayur langganan ibunya,” katanya, Selasa (11/10/2025).
Kasus TBC di Kota Jogja tersebut selaras dengan kondisi Indonesia yang menempati posisi kedua tertinggi di dunia untuk jumlah kasus TBC, sebagaimana data dari Global TB Report tahun 2024. Oleh karena itu, pengendalian penyakit ini menjadi salah satu program prioritas nasional.
“Indonesia nomor dua sedunia untuk kasus TBC, sehingga penanganannya juga menjadi program Quick Win Presiden. Di Jogja sendiri, kami terus menggencarkan penemuan kasus aktif, terutama melalui kerja sama dengan perguruan tinggi seperti UGM,” katanya.
Endang menjelaskan, Dinkes Kota Jogja bersama UGM beberapa kali melakukan pemeriksaan TBC menggunakan mobil rontgen keliling di sekolah-sekolah dan kawasan permukiman. Pemeriksaan dilakukan secara tracing, pelacakan terhadap kontak erat pasien yang sebelumnya dinyatakan positif TBC.
“Prinsipnya sama seperti Covid-19. Kalau ditemukan kasus positif, maka kita cari di sekitarnya, bisa di rumah, sekolah, atau tempat kerja. Begitu ada kasus indeks, langsung kita lakukan pemeriksaan ke orang-orang yang sering berinteraksi,” katanya.
Saat ini, penemuan kasus aktif (active case finding) dilakukan dengan menggunakan anggaran APBD melalui fasilitas rontgen di puskesmas pratama. Diagnosis TBC dikonfirmasi melalui pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) di laboratorium.
Endang menambahkan, masih ada masyarakat yang enggan menjalani pengobatan meskipun hasil pemeriksaan dinyatakan positif TBC membuat pihaknya kesulitan untuk menangani kasus tersebut
“Ada yang menolak karena merasa sehat. Padahal, kalau tidak segera diobati, penularannya bisa semakin tinggi,” ujarnya.
Guna pencegahan dini, imunisasi BCG masih menjadi satu-satunya vaksin yang tersedia, meski efektivitasnya hanya sekitar 60%. “Itu sebabnya pengendalian TBC tidak bisa hanya mengandalkan vaksin, tetapi juga dengan penemuan kasus, pengobatan tuntas, dan edukasi masyarakat,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

1 week ago
10
















































