PADANG, KLIKPOSITIF– Berdasarkan data World Bank di tahun 2019, Indonesia berada diurutan kedua dari 35 negara lainnya dengan potensi resiko bencana tertinggi di dunia.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr.Suharyanto, S.Sos pada kuliah umum dengan tema Penanggulangan Bencana di Indonesia di Convention Hall Universitas Andalas (Unand), Rabu 7 Mai 2025.
Urutan negara dengan potensi resiko bencana pertama diduduki oleh Filipina, disusul Indonesia, India, Meksiko, Kolombia, Myanmar, Mozambik, Rusia, Bangladesh dan China, serta sejumlah negara lainnya.
Sepanjang 2025 dari Januari hingga Mei, BNPB mencatat setidaknya terjadi 988 bencana dengan korban meninggal dunia 165 orang, 20 orang dilaporkan hilang, luka-luka 180 orang serta mengungsi atau menderita akibat bencana sebanyak 3.146.674.
Tidak hanya itu, BNPB juga mencatat 2.152 rumah warga rusak berat, 2.728 rusak sedang dan 9.925 rusak ringan. Kerusakan itu juga termasuk menimpa 78 unit satuan pendidikan, 58 rumah ibadah serta sembilan unit fasilitas kesehatan.
Menurut Letjen Suharyanto, selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia juga termasuk negara dengan potensi ancaman bencana. “Dalam satu hari saja bisa 10 hingga 15 bencana yang terjadi di Indonesia, misalnya saja saat ini tengah terjadi kebakaran hutan dan lahan di Riau, di provinsi Sumedang terjadi longsor dan beberapa daerah lainnya,” kata Suharyanto.
Di Sumbar sendiri juga tidak terlepas dari ancaman bencana, mulai dari banjir, longsor, gunung merapi, hingga ancaman megatrus, gempa dan tsunami. Tentunya
Penanganan bencana harus komprehensif, mulai dari sebelum terjadi bencana, memberikan edukasi, peringatan dini dengan melatih masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.
Daerah yang dilalui jalur patahan lempeng Sumatra harus diberikan edukasi yang terus menerus agar memiliki pemahaman, karena bencana tidak bisa diprediksi kapan akan terjadinya.
Letjen Suharyanto juga mengingatkan bahwa saat ini sepanjang bibir pantai Padang diberi bebatuan yang tujuannya untuk menahan abrasi. Namun disisi lain, jika terjadi tsunami makan akan menjadi ancaman yang serius bagi penduduk di kawasan pantai.
“Jika terjadi bencana tsunami, bebatuan tersebut akan berhamburan ke kawasan pemukiman penduduk. Saat tsunami Aceh, kapal yang ukurannya sangat besar saja dihantam oleh air hingga ke daratan, apalagi bebatuan tersebut,” kata Letjen Suharyanto.
Menurutnya, hal ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah ke depannya agar mengurangi resiko jika terjadi bencana. Tiga daerah yang berada disepanjang pantai seperti Kota Padang, Pariaman dan Pesisir Selatan.
Selain melakukan kuliah umum, Letjen Suharyanto, didampingi Rektor Unand Efa Yonnedi, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah, Sekda Sumbar Yozarwardi Usama Putra dan sejumlah pejabat daerah lainnya mengunjungi Rumah Sakit Unand.
Pada kunjungannya Letjen Suharyanto mengatakan RS Unand salah satu lokasi alternatif untuk evakuasi dan relokasi serta pusat penanganan jika terjadi bencana megathrust.
Jenderal itu juga menilai fasilitas kesehatan di RS Unand sudah cukup layak menjadi lokasi evakuasi termasuk kemampuannya dalam menampung masyarakat terdampak. Pelantaran Halam. RS juga luas untuk dipasang tenda darurat, bagian lobby di dalam juga luas sangat memungkinkan untuk menampung pengungsi jika terjadi bencana.
BNPB selaku koordinator nasional penanggulangan kebencanaan di Indonesia telah menjalin kerja sama dengan Kedutaan Besar Australia termasuk Unand untuk menjadikan rumah sakit itu sebagai pusat evakuasi dan penanganan jika terjadi gempa dan tsunami.
Kerja sama tersebut dalam bentuk penyediaan fasilitas peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan rumah sakit dan masyarakat apabila terjadi bencana alam.
Sementara itu, Rektor Unand Efa Yonnedi menyebut kerja sama yang dilakukan ini adalah bukti komitmen Unand dalam memperkuat kesiapsiagaan dan kapasitas penanggulangan bencana di Indonesia.
“Tahun 2024 Unand juga membuka prodi baru program studi S2 magister manajemen bencana dan ini tentunya juga mendapatkan dukugan dari BNPB dan kedutaan Australia di Indonesia,” kata Rektor Efa Yonnedi.