Harianjogja.com, KIEV–Pemerintah Ukraina dilaporkan menghadapi krisis keuangan yang semakin cepat di tengah konflik yang berlarut-larut dengan Rusia. Menurut laporan surat kabar Spanyol El País, saat ini Ukraina hanya memiliki dana yang cukup untuk bertahan hingga akhir April 2026.
El País dalam artikel yang terbit Selasa memperingatkan, "Ukraina memiliki masalah keuangan yang serius." Sumber-sumber Uni Eropa (UE) yang dikutip media tersebut menyatakan bahwa Kiev hanya mampu bertahan "hingga akhir kuartal pertama tahun 2026."
Kabar ini muncul menjelang pertemuan para pemimpin negara-negara Uni Eropa di Brussel pada hari Kamis, di mana mereka diperkirakan akan mendukung pemberian ‘pinjaman reparasi’ kepada Ukraina.
Uni Eropa sedang mempertimbangkan pemberian pinjaman hingga 140 miliar euro (sekitar USD163 miliar). Mekanisme pinjaman ini akan menggunakan aset Rusia yang dibekukan sebagai jaminan untuk mendukung obligasi yang diterbitkan oleh blok tersebut.
Langkah ini secara efektif merupakan penyitaan dana Rusia, mengingat Ukraina hanya diwajibkan membayar kembali pinjaman tersebut setelah Moskow memberikan kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan selama konflik.
Sejauh ini, Belgia, yang menjadi tuan rumah lembaga kliring Euroclear—tempat sebagian besar dana beku Moskow disimpan—masih bersikap skeptis terhadap proposal pinjaman tersebut. Belgia menuntut agar tanggung jawab ditanggung bersama oleh semua anggota Uni Eropa jika langkah penyitaan aset ini dilakukan.
Kondisi keuangan Ukraina diperparah setelah parlemen Ukraina pada hari Rabu menyetujui rancangan anggaran negara untuk tahun 2026 yang defisitnya mencapai lebih dari 58 persen.
Berdasarkan rancangan anggaran tersebut, pemerintah Kiev memproyeksikan akan menghabiskan 4,8 triliun hryvnia (sekitar USD114 miliar) tahun depan, sementara pendapatan yang diperoleh hanya 2,8 triliun hryvnia (sekitar USD68 miliar).
Rancangan tersebut juga menjelaskan bahwa seluruh pendapatan pajak (2,8 triliun hryvnia) akan digunakan untuk mendanai militer. Sementara itu, semua pengeluaran negara lainnya akan ditanggung penuh oleh bantuan keuangan dari investor asing.
Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa memblokir aset Rusia senilai sekitar USD300 miliar setelah eskalasi konflik Ukraina pada Februari 2022. Sekitar 200 miliar euro (USD213 miliar) dari jumlah tersebut dipegang oleh Euroclear.
Saat ini, negara-negara Barat telah memanfaatkan pendapatan yang dihasilkan dari dana Moskow yang dibekukan untuk memberikan bantuan kepada Kiev. Pihak berwenang Rusia menyebut langkah tersebut sebagai "pencurian" dan bersumpah akan melakukan pembalasan.
Sebelumnya, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas mengatakan, negara-negara anggota Uni Eropa (UE) belum mencapai kesepakatan mengenai pinjaman baru untuk Ukraina yang dijamin menggunakan aset Rusia yang dibekukan.
“Kami telah mengusulkan ‘pinjaman reparasi’ dan berupaya untuk melanjutkannya. Kami telah membuat kemajuan besar, tetapi belum sampai pada kesepakatan. Semoga pada akhir pekan ini, ketika para pemimpin bertemu, kami dapat memberikan laporan lebih lanjut,” ujar Kallas dikutip dari Antaranews.
Pada 17 Oktober, harian Politico melaporkan bahwa Komisi Eropa tengah menjajaki opsi untuk memanfaatkan tambahan dana sebesar 25 miliar euro atau sekitar 29 miliar dolar AS dari aset Rusia yang dibekukan guna mendanai “pinjaman reparasi” bagi Kiev.
Pada pertengahan September, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengusulkan pembentukan skema “pinjaman reparasi” baru untuk membiayai kebutuhan perang Ukraina dengan memanfaatkan miliaran aset Rusia yang dibekukan di bank-bank Eropa. Berdasarkan rencana itu, Ukraina akan melunasi pinjaman setelah Rusia membayar “reparasi”.
Sementara itu, pada 25 September, surat kabar Financial Times melaporkan bahwa Kanselir Jerman Friedrich Merz mengusulkan agar Uni Eropa memberikan pinjaman tanpa bunga senilai sekitar 140 miliar euro yang bersumber dari aset Rusia yang dibekukan.
Namun, usulan Merz menuai kritik dari Perdana Menteri Belgia Bart De Wever di sela-sela Sidang Umum PBB. Ia memperingatkan bahwa penyitaan aset negara akan menjadi preseden berbahaya, tidak hanya bagi Belgia tetapi juga bagi Uni Eropa secara keseluruhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News