Ketua KPP DIY, Yuni Satia Rahayu saat ditemui di DPRD DIY, Kamis (20/11/2025). - Harian Jogja/Ariq Fajar Hidayat
Harianjogja.com, JOGJA—Keterwakilan perempuan di DPRD DIY periode 2024–2029 hanya 18 persen. Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) DIY menilai budaya patriarki masih menjadi faktor utama rendahnya keterpilihan perempuan.
Ketua KPP DIY yang juga anggota DPRD DIY, Yuni Satia Rahayu, mengakui faktor budaya masih cukup memengaruhi rendahnya keterpilihan perempuan. Persepsi publik yang menilai laki-laki lebih mampu dalam politik membuat kandidat perempuan harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan kepercayaan pemilih.
“Masyarakat kita cenderung tidak terlalu memilih perempuan untuk menjadi anggota DPR, kecuali mereka sangat percaya,” ujar Yuni, Kamis (20/11/2025).
“Mereka lebih memilih calon anggota DPR yang laki-laki. Karena dalam persepsi masyarakat, laki-laki itu seolah-olah mesti lebih hebat dari perempuan,” tandasnya.
Yuni mengatakan kondisi ini menunjukkan perlunya dorongan serius untuk peningkatan kapasitas legislator perempuan. Ia menyebut selama ini upaya penguatan banyak bergantung pada inisiatif internal karena dukungan dari instansi terkait belum optimal.
“Tidak pernah misalnya DP3AP2 DIY itu memberikan fasilitas untuk anggota DPR perempuan, ada Bimtek [Bimbingan Teknis] dan lain-lain. Paling tidak, kami juga ingin dari Pemda itu ikut mendorong,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa strategi kampanye perempuan selama ini tidak banyak berbeda dari calon legislator (caleg) laki-laki. Meskipun banyak bergerak di akar rumput, upaya tersebut tidak secara langsung berdampak pada hasil elektoral.
Yuni menambahkan, DIY belum pernah berhasil mencapai keterwakilan perempuan 30 persen, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Penurunan persentase pada periode ini membuat harapan diarahkan pada Pemilu 2029 agar kondisi bisa membaik.
Ia menegaskan keberadaan legislator perempuan tetap penting dalam proses pengambilan keputusan. Mereka dinilai lebih memahami kebutuhan dan pengalaman perempuan sehingga dapat memastikan isu-isu kesetaraan tersuarakan dengan tepat.
“Kalau ada anggota DPRD yang perempuan terpilih, artinya nanti ketika mewakili suara aspirasi dari kawan-kawan perempuan, bisa lebih mudah mengenal, daripada kawan-kawan yang tidak mengalami hal itu,” kata politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.
Implementasi Regulasi dan Tantangan Patriarki
Sejumlah regulasi terkait perempuan dan anak sebenarnya telah disusun, mulai dari perlindungan perempuan dan anak hingga pengarusutamaan gender. Namun, Yuni mengakui implementasinya belum banyak dirasakan oleh masyarakat, sehingga tantangan berikutnya adalah memastikan kebijakan tersebut betul-betul berdampak.
Sementara itu, anggota DPD RI dari DIY, R.A Yashinta Sekarwangi Mega, menegaskan bahwa partisipasi perempuan tidak boleh dipandang sebatas pemenuhan kuota. Ia menekankan pentingnya perempuan hadir sebagai aktor utama dalam pembangunan dan pengambil keputusan.
Yashinta juga menyoroti masih kuatnya budaya patriarki, keterbatasan akses pendanaan politik, serta perlunya pendidikan dan literasi gender sejak usia dini sebagai tantangan yang harus dibenahi untuk memperluas peran perempuan di politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

12 hours ago
8

















































