Kepala Dinas Perpustakaan Kota Makassar, Aryati Puspasati Abady, (Dok: Sinta KabarMakassar).KabarMakassar.com — Upaya membangun budaya baca masyarakat kini menjadi fokus serius Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Perpustakaan.
Berangkat dari kesadaran akan rendahnya indeks literasi dan keterbatasan akses buku di berbagai wilayah, dinas ini meluncurkan dua program inovatif yang kini menjadi andalan diantaranya Dropbook Bergerak untuk Literasi (DoBrak Literasi) dan Sentuh Pustaka.
Kepala Dinas Perpustakaan Kota Makassar, Aryati Puspasati Abady, menyebut kedua program ini lahir dari semangat kolaborasi dan kepedulian sosial. Tujuannya sederhana namun berdampak luas: membangun ekosistem literasi yang inklusif di mana setiap lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati akses buku dan kegiatan membaca.
“Program DoBrak Literasi ini bertujuan menggerakkan masyarakat untuk saling membantu melalui buku. Buku-buku yang sudah tidak dimanfaatkan lagi kami kumpulkan, disortir, lalu disalurkan kembali kepada sekolah dan siswa yang membutuhkan,” ujar Aryati, Senin (10/11).
Program DoBrak Literasi hadir sebagai respon atas keterbatasan akses buku di masyarakat, terutama di sekolah-sekolah dan lingkungan dengan fasilitas literasi minim. Melalui inisiatif ini, Dinas Perpustakaan mengajak masyarakat untuk menyumbangkan buku layak pakai baik buku pelajaran, bacaan umum, maupun karya sastra.
Buku-buku yang terkumpul kemudian didistribusikan kembali ke sekolah dan perpustakaan komunitas. Praktiknya, program ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan buku pelajaran, tetapi juga menumbuhkan semangat gotong royong dan kepedulian sosial di tengah masyarakat.
“Gerakan ini efektif meringankan beban orang tua dalam memenuhi kebutuhan bacaan anak-anak, sekaligus menghidupkan kembali budaya berbagi,” tambah Aryati.
DoBrak Literasi kini telah menjangkau puluhan sekolah dasar dan menengah di Kota Makassar. Beberapa komunitas literasi lokal juga ikut terlibat dalam proses distribusi dan edukasi literasi dasar bagi siswa dan orang tua.
Berbeda dengan DoBrak Literasi, program Sentuh Pustaka fokus pada peningkatan kualitas dan keberlanjutan perpustakaan sekolah. Program ini digerakkan dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, pegiat literasi, penerbit, hingga komunitas pendidikan.
“Sentuh Pustaka ini adalah gerakan kolaboratif. Kami tidak bisa bekerja sendiri karena pembinaan perpustakaan sekolah membutuhkan dukungan dari banyak pihak,” jelas Aryati.
Melalui program ini, Dinas Perpustakaan memberikan pendampingan kepada sekolah dalam bentuk pelatihan pengelola perpustakaan, penataan koleksi buku, serta penyelenggaraan kegiatan literasi berbasis sekolah seperti lomba menulis, pojok baca kreatif, dan bedah buku anak.
Fokus utamanya adalah menjadikan perpustakaan bukan hanya sebagai tempat menyimpan buku, tetapi sebagai ruang hidup pusat kegiatan belajar dan tempat menumbuhkan imajinasi siswa.
“Kami melihat bahwa indeks budaya baca di Kota Makassar masih jauh dari kata standar. Karena itu, melalui Sentuh Pustaka kami ingin menghadirkan semangat baru agar anak-anak dan masyarakat semakin dekat dengan buku,” ujar Aryati menambahkan.
Kedua program tersebut menempatkan masyarakat bukan sebagai objek, melainkan sebagai subjek gerakan literasi. Pendekatan partisipatif ini menjadi kunci keberhasilan Dinas Perpustakaan Makassar.
Selain mengandalkan sumber daya pemerintah, program ini juga terbuka bagi siapa pun yang ingin berkontribusi mulai dari akademisi, lembaga pendidikan, komunitas baca, hingga masyarakat umum.
“Budaya baca tidak bisa tumbuh hanya karena ada buku, tapi karena ada kepedulian bersama. Dengan DoBrak Literasi dan Sentuh Pustaka, kami ingin masyarakat merasakan bahwa literasi adalah tanggung jawab bersama,” kata Aryati.
Dinas Perpustakaan Kota Makassar terus memperkuat perannya sebagai fasilitator gerakan literasi inklusif. Sejumlah kegiatan seperti roadshow literasi, pameran buku keliling, dan pelatihan pustakawan muda juga menjadi bagian dari strategi memperluas dampak program.
Inovasi ini menunjukkan bahwa pembangunan literasi tidak harus dimulai dari proyek besar, tetapi dari langkah kecil yang menyentuh kebutuhan nyata masyarakat.
Semangat kolaboratif dan dukungan berbagai pihak, Aryati optimistis Makassar akan menjadi kota yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga cerdas secara budaya dan berpengetahuan.
“Gerakan literasi ini adalah gerakan membangun masa depan. Buku bukan hanya jendela dunia, tapi juga jembatan antara pemerintah dan rakyatnya dalam menciptakan masyarakat yang berpikir, kritis, dan berdaya,” pungkasnya.


















































