Sampah terlihat menumpuk di Jalan Kusbini, Demangan, Gondokusuman, Rabu (24/7 - 2024). Di lokasi ini Satpol PP Kota Jogja kerap menangkap pembuang sampah liar. â Harian Jogja/Lugas Subarkah
JOGJA--Ombudsman DIY menyebut kebijakan memilah sampah di Jogja tidak berjalan. Lembaga ini mengusulkan agar warga yang memilah sampah diberi insentif.
Perwakilan Ombudsman DIY, dipimpin oleh Kepala Perwakilan, Muflihul Hadi, menyerahkan Laporan Hasil Kajian (LHK) "Problematika Tata Kelola Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (pasca penutupan TPA Piyungan)" kepada Pemerintahan Kota Yogyakarta.
Penyerahan laporan kajian dilaksanakan hari ini, Selasa (28/10/2025), pukul 10.00 WIB di Bappeda Kota Yogyakarta, dan
dihadiri oleh Kepala Bappeda Kota Yogyakarta, Inspektorat Daerah Kota Yogyakarta, Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum Kota Yogyakarta, Bagian
Organisasi Kota Yogyakarta.
Laporan hasil kajian ini memuat temuan lapangan mendalam serta saran tindakan korektif yang spesifik ditujukan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta guna mengatasi krisis sampah yang terjadi.
Muflihul Hadi menyatakan bahwa kajian Ombudsman menyimpulkan bahwa krisis sampah yang terjadi di DIY, termasuk di Kota Yogyakarta, bukanlah disebabkan oleh ketiadaan
regulasi. Menurutnya, regulasi yang ada sudah sangat lengkap.
"Akar permasalahan utamanya adalah krisis tata kelola atau governance. Kami menemukan adanya 'jurang implementasi' [implementation gap] yang masif antara aturan formal yang
ideal dengan praktik di lapangan. Penutupan TPA Piyungan pada tahun 2024 hanya berfungsi sebagai akselerator yang membongkar kegagalan sistemik ini," ujar Muflihul Hadi.
Secara khusus untuk wilayah Kota Yogyakarta, Ombudsman RI DIY menyoroti beberapa temuan krusial yang memerlukan penanganan segera: Kesenjangan Kapasitas Kritis: Temuan utama adalah kesenjangan kapasitas yang sangat besar.
Timbulan sampah harian Kota Yogyakarta tercatat mencapai hampir 300 ton, sementara total kapasitas olah efektif dari seluruh Unit Pengolahan Sampah (UPS) yang ada hanya berkisar 150 ton per hari. Kesenjangan ini menyebabkan penumpukan sampah di
berbagai depo.
Kegagalan Pemilahan di Hulu: Temuan paling fundamental di semua lokus UPS (seperti UPS Nitikan 1, Nitikan 2, dan Sitimulyo 1) adalah kegagalan sistemik dalam pemilahan sampah di sumber.
Mayoritas sampah yang masuk masih dalam kondisi tercampur (organik dan anorganik). Hal ini memperberat beban kerja, mempercepat kerusakan mesin, dan menurunkan kualitas produk olahan.
Kerapuhan Kelembagaan Komunitas: Kota Yogyakarta memiliki lebih dari 701 bank sampah, namun tidak semuanya aktif. Kajian menemukan bahwa keberlanjutan bank sampah sangat rapuh karena mayoritas pengelolanya masih berbasis "kerja sosial" (volunterisme) tanpa profitabilitas yang jelas.
Keterbatasan Teknis: Kinerja UPS terhambat oleh ketiadaan alat pendukung krusial, seperti Rotary Dryer (mesin pengering), dan lain sebagainya menyebabkan lamanya pembakaran,
terlebih jika kondisi sampah basah, selain itu, produk olahan seperti Refuse-Derived Fuel (RDF) memiliki kadar air yang tinggi dan kualitasnya menurun. Temuan-temuan ini, menurut Muflihul Hadi, memunculkan potensi maladministrasi.
"Potensi maladministrasi yang kami identifikasi di Kota Yogyakarta mencakup 'penundaan berlarut' [undue delay], yang terlihat dari antrean residu di insinerator dan penahanan sampah di depo-depo akibat kapasitas yang tak sebanding. Serta 'pengabaian kewajiban hukum' [neglect of legal obligations], yakni lemahnya penegakan aturan pemilahan di sumber dan pembinaan bank sampah yang masih minim," tegasnya.
Berdasarkan temuan tersebut, Ombudsman RI DIY memberikan empat saran tindakan korektif utama kepada Walikota Yogyakarta.
Pertama, penerapkan retribusi diferensial. Pemerintah menerbitkan peraturan walikota teknis yang memberlakukan skema retribusi berbeda. Warga yang taat memilah sampah diberikan insentif (diskon), sementara yang tidak memilah dikenakan disinsentif (tarif normal/lebih tinggi).
Kedua, optimalisasi dan peningkatan kapasitas UPS yakni melakukan audit teknis dan mengalokasikan anggaran untuk melengkapi UPS dengan peralatan krusial yang hilang (seperti Rotary Dryer), serta menambah kapasitas insinerator untuk menjembatani kesenjangan kapasitas harian.
Ketiga, revitalisasi bank sampah dengan membuat program khusus untuk mengaktifkan kembali Bank Sampah Unit (BSU) yang tidak aktif. Salah satunya dengan melibatkan kader Dasawisma/PKK sebagai "Agen Edukasi dan Verifikasi Sampah" yang diberi insentif operasional.
Keempat, penegakan aturan plastik sekali pakai. Pemerintah melakukan pengawasan dan penegakan sanksi secara rutin terhadap Perwal 40/2024 tentang Pengurangan Plastik Sekali
Pakai, dengan fokus utama pada sektor usaha (hotel, restoran, ritel).
"Kami berharap hasil kajian ini dapat menjadi dasar bagi Walikota Yogyakarta untuk mengambil langkah-langkah korektif yang tegas dan terukur. Penanganan sampah ke depan membutuhkan 'pemaksaan perilaku' melalui penegakan aturan, bukan lagi sekadar sosialisasi," tutup Muflihul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

12 hours ago
3

















































