Pacuan Kuda, Indonesia di Ambang Sejarah Baru Triple Crown

7 hours ago 4

Harianjogja.com, JAKARTA– Dalam dunia pacuan kuda, hanya ada satu gelar yang mampu membuat arena sunyi karena takjub, mengguncang lintasan dengan sorak-sorai, dan meninggalkan nama yang tak akan pernah hilang dari buku sejarah: Triple Crown.

Triple Crown bukan sekadar tiga kemenangan berturut-turut. Ia adalah simbol keunggulan mutlak. Mahkota yang hanya bisa dikenakan kuda-kuda terbaik yang pernah menginjak lintasan, ditunggangi joki-joki dengan intuisi luar biasa, dan dipoles tim pelatih dengan nyali besar, serta presisi strategi tingkat tinggi.

BACA JUGA: Kejuaraan Pacuan Kuda Piala Raja HB X Diharapkan Berdampak pada Kunjungan Wisatawan

Triple Crown adalah istilah untuk menyebut tiga balapan besar dalam satu musim, yang harus dimenangkan oleh seekor kuda pacu berusia tiga tahun. Karena itulah, seekor kuda hanya punya satu peluang seumur hidup untuk mengejarnya. Tidak bisa memperoleh lebih cepat, tidak juga ada musim kedua atau ulangan. Kesempatan itu datang hanya sekali dan pergi secepat garis finis.

Meraih Triple Crown sangat sulit. Pertama, karena jarak berbeda, setiap balapan punya jarak tempuh berbeda. Artinya, kuda harus punya kecepatan sekaligus daya tahan.

Kedua, waktu pemulihan singkat. Balapan biasanya digelar dalam rentang waktu relatif dekat. Pemulihan fisik jadi tantangan besar. Lalu persaingan ketat. Semua kuda terbaik usia 3 tahun ikut serta. Tidak ada lawan mudah. Dan tidak lupa faktor eksternal, seperti cuaca, trek, start buruk, hingga tekanan media bisa memengaruhi performa.

Tidak mengherankan jika dalam sejarah panjang pacuan kuda di seluruh dunia, hanya segelintir yang berhasil mengunci tiga kemenangan dan menyematkan gelar Triple Crown Champion di namanya.

BACA JUGA: SARGA.CO Gelar BNI Indonesias Horse Racing: Triple Crown Serie 1 & Pertiwi Cup 2025

Triple Crown Indonesia

Triple Crown di Indonesia, meski berbeda rute, namun semangatnya sama: tiga seri balapan berjenjang, yang masing-masing menuntut keunggulan berbeda. Seri I di bulan April (1.200 meter), Seri II di bulan Mei (1.600 meter), dan klimaksnya: Indonesia Derby di bulan Juli sejauh 2.000 meter.

Sepanjang sejarah PORDASI, baru dua kuda saja yang meraih gelar Triple Crown, yaitu kuda Manik Trisula pada 2002 dan kuda Djohar Manik pada 2014. Dan sejak itu, satu dekade lebih, mahkota itu hanya indah dikenang, namun sulit diulang.

Sejarah mencatat setidaknya tujuh kuda yang nyaris menyentuh Triple Crown namun gagal. Ada yang gagal di leg terakhir seperti King Master (2006), King Runny Star (2015), Nara Asmara (2016) dan Queen Thalassa (2019).

Ada juga yang menang di 2 laga terakhir namun sayangnya gagal di leg pertama seperti Pesona Nagari (2008) dan Bintang Maja (2023). Sementara Lady Aria (2018) memenangkan leg pertama dan Derby, tapi hanya mampu finis kedua di leg kedua. "Dari situ kita lihat, begitu sulit meraih Triple Crown Indonesia," ujar Ketua Komisi Pacu PP PORDASI Munawir melalui keterangan persnya, Kamis (3/7/2025)

Triple Crown, sambung Munawair, menuntut daya tahan luar biasa kuda, konsistensi tak tergoyahkan, strategi cermat, dan kesiapan menghadapi tantangan cuaca, cedera, bahkan fluktuasi psikologis seekor kuda.

Munawir menjelaskan Triple Crown Indonesia dirancang menyesuaikan karakter dan daya tahan kuda lokal. Derby tidak dibuat 2.400 meter seperti luar negeri agar tidak membebani atau mencederai kuda.

"Realistis saja. Karena kuda-kuda di sini belum kuat jaraknya sepanjang itu," ucap Munawir.

Adapun kriteria peserta Triple Crown Indonesia sama dengan negara lain kebanyakan, yakni kuda umur 3 tahun. "Artinya seekor kuda hanya punya satu kali peluang seumur hidup untuk menjadi juara Triple Crown," imbuhnya.

Di Ambang Pintu Sejarah Baru

Kini olahraga pacuan kuda di Indonesia ada di ambang pintu terciptanya sejarah baru Triple Crown.

Setelah Indonesia’s Horse Racing (IHR)–Triple Crown Serie 1 pada April dan IHR–Triple Crown Serie 2 pada Mei lalu, rangkaian perebutan gelar Triple Crown 2025 di Indonesia tinggal menyisakan satu lagi kejuaraan yaitu IHR–Kejurnas Serie 1 Indonesia Derby atau IHR–Indonesia Derby pada 27 Juli mendatang.

Kuda King Argentine yang telah memenangkan Kelas 3 Tahun Derby di IHR–Triple Crown Serie 1 dan IHR–Triple Crown Serie 2 lalu, menghidupkan peluang menjadi kuda ketiga peraih gelar Triple Crown di Indonesia jika bisa memenangkan Kelas 3 Tahun Derby di IHR-Indonesia Derby. Selangkah lagi, dan kita berharap dapat melihat terukirnya sejarah baru di Indonesia.

Triple Crown bukan sekadar tiga kemenangan. Ia adalah ujian kesempurnaan tentang ketangguhan fisik, kecepatan yang konsisten, strategi matang, dan keberuntungan yang berpihak. Banyak yang mencoba, hanya sedikit yang berhasil –sejarah di seluruh dunia telah membuktikan. Kini, Indonesia menanti apakah 27 Juli nanti mahkota itu akan kembali menemukan tuannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news