Pembuangan sampah open dumping. / Foto ilustrasi Freepik
Harianjogja.com, SLEMAN — Wacana penerapan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) terus digodok pemerintah sebagai solusi untuk mengatasi persoalan sampah sekaligus mengubahnya menjadi sumber energi alternatif.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Muhammad Rachmat Kaimuddin, menjelaskan bahwa program PSEL bertujuan untuk memanfaatkan timbunan sampah agar tidak hanya menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA), tetapi juga menghasilkan energi listrik.
“Kita memang memiliki kebutuhan besar untuk pengelolaan sampah. Kadang-kadang sampah di TPA itu menumpuk, bahkan sampai meluber,” ungkap Rachmat usai menghadiri diskusi publik bertajuk Bincang Transisi Energi: Menuju Swasembada Energi di UGM, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, salah satu teknologi yang terbukti efektif dalam mengatasi persoalan sampah adalah insinerator, yakni sistem pembakaran sampah untuk menghasilkan panas.
“Sampah perlu dibuat lebih padat (compact), dan teknologi yang terbukti dari berbagai negara adalah insinerator—dibakar, kemudian panasnya dimanfaatkan untuk pembangkit energi,” jelasnya.
Rachmat menambahkan, panas hasil pembakaran sampah akan digunakan untuk menghasilkan listrik, dan energi yang dihasilkan nantinya akan dibeli oleh PLN.
“Perpres yang baru bertujuan menyederhanakan skema pembiayaan. Nantinya, sumber pendanaan hanya berasal dari PLN, dengan harga listrik sekitar 20 sen per kWh,” terangnya.
Terkait wilayah yang akan menjadi sasaran program PSEL, Rachmat menyebut penentuan lokasi akan didasarkan pada volume timbulan sampah di masing-masing daerah.
“Kuncinya adalah seberapa banyak sampah yang dihasilkan di kawasan tersebut. Jika volumenya tinggi, maka kawasan itu bisa dianggap layak untuk penerapan waste to energy,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Rachmat menegaskan bahwa transisi energi tidak boleh hanya dipandang sebagai agenda lingkungan semata.
“Indonesia ingin mencapai dua tujuan: bertransisi energi dan mencapai swasembada energi. Keduanya harus berjalan beriringan demi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan,” tandasnya.
Sementara itu, Ekonom UGM Ardyanto Fitrady menilai, transisi energi memiliki sejumlah tantangan seperti meningkatnya permintaan energi, kebutuhan infrastruktur energi terbarukan, serta pertumbuhan ekonomi yang terus bergerak.
Namun, ia menambahkan, transisi energi juga memberikan berbagai manfaat, mulai dari diversifikasi sumber energi, penciptaan lapangan kerja di sektor energi hijau, hingga efisiensi biaya dan peningkatan ketahanan energi dalam jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News