Foto ilustrasi perajin perak. - Dok - Harian Jogja.
Harianjogja.com, JOGJA — Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UKM (Dinperinkop UKM) Kota Yogyakarta, Tri Karyadi, menyoroti kondisi para perajin perak di Kotagede yang tengah menghadapi tantangan berat akibat tingginya harga bahan baku. Situasi ini dinilai membuat inovasi dan kreativitas para pengrajin stagnan, sehingga diperlukan dukungan untuk kembali bangkit.
“Terus terang, saya sangat mengapresiasi Kotagede karena memiliki nilai sejarah dan identitas yang kuat. Namun, belakangan ini pamornya agak redup. Salah satu penyebabnya adalah mahalnya harga bahan baku yang membuat inovasi pengrajin tersendat dan perlu di-upgrade kembali,” ujarnya saat membuka Festival Perak Kotagede di Kotagede, Kamis (23/10/2025).
Tri menyampaikan, pihaknya mendorong para pengrajin agar tidak hanya fokus pada kemampuan produksi, tetapi juga memperkuat aspek pemasaran melalui platform digital. Menurutnya, pelaku kriya harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan tren belanja daring.
“Sekarang pengrajin tidak bisa hanya mengandalkan satu media sosial seperti Instagram. Harus bisa memperluas jangkauan ke berbagai platform, termasuk shopping live. Ini sudah menjadi keniscayaan. Kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan digitalisasi tidak bisa dihindari,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi sejumlah inisiatif kreator muda yang mulai berkolaborasi dengan pengrajin lokal untuk menciptakan produk yang memiliki cerita dan menonjolkan proses pembuatannya.
“Konsumen saat ini tidak hanya menilai hasil akhir, tetapi juga menghargai proses dan cerita di balik produk. Ada nilai product knowledge yang semakin dicari,” jelasnya.
Tri berharap Festival Perak Kotagede dapat menjadi momentum kebangkitan bagi pengrajin perak setempat.
“Acara ini bukan sekadar ajang pamer produk, tetapi juga upaya menghidupkan kembali semangat para pengrajin agar kriya perak Kotagede tetap menjadi ikon kebanggaan Yogyakarta,” pungkasnya.
Sementara itu, salah satu perajin perak dan tembaga asal Kotagede, Yuni, mengaku pesanan menurun drastis dalam beberapa bulan terakhir.
“Sekarang sedang sepi. Kalau ada pesanan dari reseller ya dikerjakan, tapi tidak menentu. Kadang hanya 10 sampai 20 piece,” ujarnya.
Menurut Yuni, produk yang paling diminati saat ini adalah bros kecil dan cincin dengan harga mulai dari Rp25.000 hingga Rp600.000 per buah, tergantung bahan dan tingkat kerumitannya.
“Kalau yang mahal biasanya bros tembaga yang disepuh emas, bahkan bisa sampai Rp1 juta,” tambahnya.
perajin lain, Jojok, menyebut tingginya harga bahan baku membuat banyak pengrajin beralih dari perak murni ke kuningan berlapis perak.
“Kalau pakai perak murni sekarang tidak masuk, terlalu mahal. Jadi kami pakai kuningan dilapis perak. Harganya sekitar Rp1 juta per lembar ukuran 120x36 cm,” jelasnya.
Ia menuturkan, satu pesanan bros rata-rata dikerjakan dalam waktu tiga hari dengan harga jual sekitar Rp50.000 per buah.
“Kalau dulu kami kirim ke Bali untuk turis, sekarang permintaan lokal saja sudah menurun,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

16 hours ago
4
















































