RDPU Komisi D DPRD Provinsi Sulawesi Selatan bersama komisi VI DPR RI, (Dok: Ist).KabarMakassar.com — Komisi D DPRD Provinsi Sulawesi Selatan resmi membawa aspirasi para pengusaha Pertashop ke DPR RI, menyusul banyaknya keluhan terkait kebijakan distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang dinilai memberatkan pelaku usaha di daerah.
Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid, mengungkapkan bahwa langkah ini diambil setelah dua kali melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Pertamina Regional Sulawesi tanpa menghasilkan solusi konkret.
Pihaknya akhirnya mengusulkan agar persoalan ini dibawa ke tingkat nasional, tepatnya ke Komisi VI DPR RI, yang membidangi urusan perindustrian dan BUMN, termasuk sektor energi.
“Kami sudah dua kali RDP dengan Pertamina Regional Sulawesi, tapi tidak ada tindak lanjut karena ini kewenangan pusat. Makanya, kami bawa langsung ke DPR RI agar bisa dibahas bersama Komisi VI,” ujar Kadir Halid melalui saluran telpon, Selasa (11/11).
Ia menjelaskan, inti dari permasalahan yang disuarakan para pengusaha Pertashop adalah larangan menjual Pertalite dan pembatasan hanya pada produk Pertamax, yang berdampak langsung pada kerugian besar hingga menyebabkan banyak Pertashop gulung tikar di wilayah pedesaan.
“Program Pertashop ini sebenarnya bagus karena memberi peluang bagi masyarakat desa untuk berwirausaha di sektor energi. Tapi mereka hanya disuruh menjual Pertamax. Di daerah, siapa yang mau beli Pertamax? Di desa, itu kan mustahil,” tegas Kadir.
Menurutnya, para pengusaha sudah berinvestasi besar untuk membangun fasilitas, membeli peralatan, dan memenuhi standar operasional yang ditetapkan Pertamina. Namun, kebijakan distribusi BBM yang tidak memperbolehkan mereka menjual Pertalite jenis BBM yang paling banyak digunakan masyarakat menengah ke bawah membuat bisnis mereka tidak berjalan.
“Mereka sudah keluar biaya besar untuk investasi, tapi karena hanya boleh jual Pertamax, ya tidak laku. Akibatnya banyak yang akhirnya tutup. Mereka minta supaya bisa juga menjual Pertalite,” lanjutnya.
Kadir menyebut pihaknya telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VI DPR RI, pada Senin (10/11) dan telah mendapat respon positif.
“Komisi D yang usulkan ini RDPU, jadi komisi bersurat resmi ke pimpinan DPRD Sulsel, kemudian pimpinan kirimkan surat ke komisi VI DPR RI,” ungkapnya.
Komisi VI disebut akan memanggil pihak Pertamina, Pertamina Patra Niaga, serta BPH Migas untuk membahas laporan tersebut secara resmi dalam rapat kerja mendatang.
“Alhamdulillah, laporan kita diterima dengan baik oleh Komisi VI DPR RI yang dipimpin Pak Nurdin Halid. Mereka berkomitmen menindaklanjuti dengan memanggil Pertamina dan BPH Migas untuk mencari solusi terbaik,” ungkapnya.
Pertemuan tersebut, Komisi D juga mengusulkan agar pengusaha Pertashop diberi kesempatan menjadi pangkalan distribusi gas LPG 3 kilogram, sebagai bentuk diversifikasi usaha dan dukungan ekonomi bagi mereka yang sudah berinvestasi.
“Kita usulkan agar Pertashop bukan hanya menjual BBM, tapi juga bisa jadi pangkalan gas elpiji 3 kg. Dengan begitu, mereka bisa tetap bertahan, dan masyarakat pun lebih mudah mendapat akses energi,” kata Kadir.
Komisi D DPRD Sulsel menilai, kebijakan yang terlalu sentralistik dari Pertamina membuat banyak kebijakan daerah tidak bisa dijalankan secara adaptif. Padahal, kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan sangat berbeda dengan perkotaan.
“Kalau di Makassar mungkin masih bisa jual Pertamax. Tapi kalau di Luwu, Bone, Wajo, Enrekang, siapa yang mau beli? Mereka butuh BBM yang terjangkau. Ini harus jadi perhatian pusat,” jelasnya.
Selain itu, Kadir Halid menyoroti bahwa program Pertashop yang awalnya bertujuan pemerataan energi justru berubah menjadi beban bagi pengusaha lokal. Padahal, pemerintah melalui Pertamina sebelumnya menggencarkan program ini sebagai solusi akses energi di desa.
“Pertashop harusnya jadi solusi pemerataan energi, bukan malah jadi sumber kerugian. Kita ingin kebijakan ini dievaluasi agar pengusaha bisa hidup dan rakyat tetap mendapat BBM dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Komisi D DPRD Sulsel berkomitmen terus mengawal aspirasi ini hingga ke tingkat kebijakan nasional. Langkah ini diharapkan mampu menghasilkan regulasi baru yang lebih adil dan realistis bagi pengusaha kecil di sektor energi.
“Kita tidak menolak program Pertashop, tapi kita minta aturannya disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pengusaha lokal ini harus dibantu, bukan dibiarkan rugi,” tutup Kadir Halid


















































