TKD Dipangkas, Ini Kata Para Ekonom Soal Masa Depan Ekonomi DIY

5 hours ago 6

Harianjogja.com, JOGJA— Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menyampaikan akan ada pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) dari pusat ke DIY untuk APBN 2026 sekitar Rp167 miliar. Lalu seperti apa dampaknya pada perekonomian DIY.

Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nano Prawoto menjelaskan pemotongan TKD tahun 2026 akan memberikan dampak berantai dan signifikan, tidak hanya pada APBD DIY tetapi juga pada sendi-sendi perekonomian. Ia menyebut dampak ini akan dirasakan khususnya pada sektor pariwisata sebagai tulang punggung utama di DIY.

Dia mengatakan dampak ke APBD bisa jadi menyebabkan penundaan dan pengurangan program pembangunan DIY tahun 2026, seperti pembangunan infrastruktur pendukung sektor pariwisata dan penurunan kualitas pelayanan publik yang mendukung sektor pariwisata.

Menurutnya dampak pemotongan TKD juga bisa menyasar ke psikologis dan kepercayaan, para investor akan berpikir ulang dalam menanamkan modal apabila dinilai ada ketidakpastian fiskal Pemda. Selain itu, kata Nano, semangat para pelaku usaha dan birokrat jadi menurun sejalan berkurangnya anggaran program tidak didanai.

"Dengan kondisi itu harusnya justru menjadi momentum bagi DIY untuk berinovasi dan memperkuat ketahanan fiskalnya," ujarnya.

Nano menjelaskan strategi yang mungkin bisa dilakukan adalah optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), misalnya pajak hiburan, retribusi wisata, hingga pajak reklame. Dia menyampaikan aset daerah juga bisa dioptimalkan, lebih didayagunakan untuk komersial, seperti memanfaatkan gedung atau tanah yang strategis untuk pusat ekonomi kreatif, ruang event, kawasan komersial dengan sistem sewa dan lainya.

Lebih lanjut dia mengatakan kerjasama kemitraan dengan pihak swasta juga bisa jadi opsi lain, swasta diajak untuk membangun dan mengelola infrastruktur pariwisata. Diluar itu, dia sebut juga bisa mencari sumber pendanaan alternatif daerah, seperti menerbitkan obligasi daerah yang ditujukan untuk pembangunan projek pariwisata yang sudah direncanakan.

Pemotongan TKD yang tidak sedikit ini, menurutnya pasti membawa dampak bagi perekonomian DIY, namun hal ini justru menjadi peluang DIY untuk bertransformasi dari ketergantungan pada pusat menuju kemandirian fiskal.

"Kuncinya adalah kolaborasi Pemda dengan swasta, komunitas dan akademisi,  inovasi pendanaan juga menjadi bagian sangat penting dan efisiensi dan ketepatan dalam penganggaran harus dilakukan daerah," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Purnawan Hardiyanto mengaku senang dengan respon Gubernur DIY dan Pemda DIY berkaitan dengan pemotongan TKD ini. Menurutnya mereka memberikan pernyataan yang tetap kalem, bisa memahami dan memaklumi kebijakan pemerintah pusat berkaitan dengan pemotongan TKD tersebut.

"Ini menunjukkan kematangan dan kedewasaan sebagai pejabat publik," ujarnya.

Ia mengatakan realitasnya APBN saat ini memang sangat terbebani dengan besarnya utang-utang yang jatuh tempo. Menurutnya inilah tidak enaknya utang pemerintah, yang bikin utang dan menikmati pemerintah sebelumnya, tapi yang bayar utang pemerintah berikutnya ketika jatuh tempo.

Kondisi ini menurutnya membuat manuver fiskal pemerintah pusat menjadi terbatas, dan kenyataan seperti ini dipahami oleh Gubernur dan Pemda DIY.

Purnawan menjelaskan para gubernur yang mewakili Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) melakukan protes kepada Menteri Keuangan terkait pemotongan TKD ini namun sia-sia, protes mereka ditolak Menteri Keuangan dan pulang dengan tangan hampa.

"Kebijakan pemotongan TKD ini merupakan kebijakan Menteri Keuangan sebelumnya dalam penyusunan APBN 2026 dimana APBN 2026 tersebut sudah disetujui oleh DPR dan disahkan dengan Undang-Undang," ucapnya.

Dia menyampaikan pemotongan TKD bisa dipastikan berdampak pada pembangunan di DIY, sebab APBD DIY 2026 akan mengalami kontraksi. Kemudian, menurutnya bisa dipastikan juga Pemda DIY melakukan pemotongan program-program pembangunan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.

Menurutnya untuk menyiasati kondisi ini yang perlu dilakukan oleh Pemda DIY adalah membuat skala prioritas, program atau proyek pembangunan yang tidak terlalu urgent bisa ditunda pelaksanaannya ke APBD 2027.

Sementara, kata Purnawan, untuk belanja rutin seperti gaji sulit dilakukan, yang bisa ditekan adalah biaya rapat, biaya perjalanan dinas, belanja alat tulis kantor, biaya lembur, biaya seminar, lokakarya, Focus Group Discussion (FGD), dan lainnya.

"Program-program untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi skala prioritas," tuturnya.

Lebih lanjut Purnawan mengatakan proyek infrastruktur strategis yang dibiayai APBD juga harus menjadi prioritas, karena akan memberi dampak besar bagi perekonomian daerah. Sementara program pembangunan lain, kata dia, mungkin bisa dikurangi volume pekerjaannya.

"Dampak pemotongan TKD terhadap sektor pariwisata sebagai sektor utama andalan perekonomian DIY harus dapat diminimalkan, Pemda harus tetap menjaga kemampuannya memberi stimulus bagi pengembangan inovasi sektor pariwisata DIY," lanjutnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news