Harianjogja.com, JOGJA—Presiden AS Donald Trump secara blak-blakan menyebutkan logam tanah jarang, fentanyl, kedelai, dan Taiwan sebagai isu-isu utama yang memecah belah antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Topik-topik ini akan mendominasi meja perundingan kedua belah pihak menjelang berakhirnya gencatan senjata perdagangan yang rapuh.
Kekhawatiran utama Trump adalah potensi Tiongkok menggunakan keunggulan mereka dalam logam tanah jarang sebagai alat tawar-menawar. Beberapa hari sebelumnya, ia mengancam tarif tambahan 100 persen pada produk-produk Tiongkok setelah Beijing bersumpah untuk menerapkan kontrol ekspor yang luas pada mineral-mineral penting ini. Logam tanah jarang sangat penting untuk pembuatan teknologi tinggi, seperti jet tempur dan ponsel pintar.
"Saya tidak ingin mereka memainkan permainan logam tanah jarang dengan kami," kata Trump di Air Force One dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 21 Oktober 2025.
Trump sempat mempertimbangkan membatalkan pertemuan dengan Presiden Xi Jinping karena marah atas janji kontrol logam tanah jarang tersebut, yang mengancam gencatan senjata perdagangan yang akan berakhir pada 10 November 2025.
Selain perdagangan, masalah fentanyl menjadi sorotan Trump. Ia menuduh pemerintah Tiongkok gagal mengekang ekspor obat dan bahan kimia prekursornya, yang berkontribusi signifikan terhadap krisis opioid di Amerika.
Tuntutan dari AS jelas: Trump ingin Tiongkok "berhenti dengan fentanyl." Isu fentanyl telah lama dipandang sebagai area potensial kemajuan, meskipun tetap menghambat hubungan bilateral. Pada Juni, Beijing telah memperketat kontrol atas dua bahan kimia pembuat obat tersebut, namun berulang kali menyatakan bahwa AS harus mengatasi masalah narkobanya sendiri.
Tuntutan utama Trump yang lain adalah agar Tiongkok melanjutkan pembelian kedelai dari AS. Kedelai telah menjadi sumber daya utama dalam sengketa dagang. Tahun lalu, Tiongkok membeli kedelai senilai sekitar $2,6 miliar dari AS, namun angka tersebut kini nol, di mana Tiongkok beralih ke Amerika Selatan.
Petani AS, basis dukungan utama Trump, menghadapi kekecewaan dan tekanan harga. Pada Agustus, Trump mendesak Tiongkok melipatgandakan pembelian kedelai. Karena frustrasi, minggu lalu ia mengancam akan menghentikan impor minyak goreng dari Tiongkok.
Di sisi politik, Taiwan juga masuk agenda pembahasan. Trump mengantisipasi akan membahas ambisi teritorial Tiongkok terkait pulau yang diperintah sendiri itu ketika ia bertemu dengan rekannya, Xi Jinping, minggu depan di KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan.
Meski demikian, Trump menghindari pertanyaan apakah ia mengharapkan Tiongkok menawarkan konsesi perdagangan sebagai ganti kontrol yang lebih besar atas Taiwan.
"Saya berasumsi itu akan menjadi salah satu hal, tapi saya tidak akan membicarakannya sekarang," kata Trump.
Trump juga menyebutkan bahwa perjanjian kerja sama pertahanan dengan Australia bisa menjadi pencegah tindakan militer Tiongkok terhadap
"Sekarang, itu bukan berarti dia bukan kesayangannya, karena mungkin memang begitu, tapi saya tidak melihat sesuatu terjadi," kata Trump tentang Xi.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengonfirmasi AS dan Tiongkok akan mengadakan pembicaraan akhir pekan ini di Malaysia, menyusul pertemuan virtual dengan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng yang digambarkan media pemerintah Tiongkok sebagai pertukaran pandangan yang konstruktif.
Meskipun merencanakan pertemuan dengan Xi, Trump mengulangi ancamannya. Ia berseru jika tidak ada kesepakatan pada batas waktu 1 November akan mengambil tindakan lain termasuk memutus pengiriman suku cadang pesawat komersial. Namun, ia tetap berharap positif terhadap hasil pertemuan mendatang.
"Saya pikir ketika kita menyelesaikan pertemuan kita di Korea Selatan, China dan saya akan memiliki kesepakatan perdagangan yang sangat adil dan sangat baik bersama," kata Trump.
Dengan berfokus pada isu-isu ini, Trump bertujuan untuk meraih kemenangan cepat yang mudah dikomunikasikan kepada publik, daripada negosiasi yang berlarut-larut.
Sementara itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun mengatakan perang dagang tidak melayani kepentingan kedua belah pihak, dan mereka harus bernegosiasi atas dasar kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News