KLIKPOSITIF – BEM KM Universitas Fort de Kock (UFDK) Bukittinggi buat surat terbuka untuk Wali Kota Bukittinggi.
Surat Terbuka ini bertemakan “Menggugat Nalar Kebijakan: Saat Retorika Taat Hukum Tak Sejalan dengan Tindakan Eksekutif.”
Dalam surat tersebut, Presiden Mahasiswa UFDK Bukittinggi Agil Pratama, menyebut tergerak untuk berbicara setelah menyimak berbagai pernyataan Wali Kota di ruang publik terkait sengketa lahan di Kampus UFDK.
“Kami melihat interpretasi parsial atas putusan pengadilan yang disampaikan di ruang publik berpotensi besar menimbulkan pemahaman yang tidak utuh di tengah masyarakat,” ujar Agil dalam surat terbuka tersebut.
Agil meluruskan, ini adalah perkara wanprestasi.
Menurutnya, putusan pengadilan secara tegas menyatakan bahwa dari dua jual beli yang terjadi, hanya ada satu yang sah.
Yaitu jual beli antara Syafri dengan Yayasan Fort De Kock yang telah di eksekusi lunas di hadapan pengadilan.
“Sementara itu, Pemko dinyatakan sebagai pembeli yang beritikad tidak baik yang merugikan penggugat dan tidak perlu mendapatkan perlindungan secara hukum,” ujar Agil.
Agil berharap wali kota tidak melakukan pencitraan dengan mengutip sepenggal bunyi putusan.
“Proses tafsir-menafsirkan dan bukti-membuktikan sudah selesai di ranah pengadilan,” tuturnya.
Oleh karena itu, selaku pimpinan puncak, menurutnya harus fokus menjaga rasa nyaman masyarakat dengan mencari solusi atas sisa masalah setelah eksekusi, bukan membuka kembali perdebatan yang telah ditutup oleh palu hakim.
“Ingatlah Poin 6 amar putusan: semua pihak harus tunduk kepada keputusan a quo, karena dalam hidup bernegara, keputusan yudikatif harus dihormati oleh eksekutif dan legislatif,” paparnya.
Agil juga menyatakan secara gamblang, Pasal 397 Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa salah satu alasan sah untuk melakukan penghapusan Barang Milik Daerah adalah karena ‘adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap’.
“Artinya, melaksanakan putusan Mahkamah Agung bukanlah sebuah pelanggaran terhadap aturan aset. Sebaliknya, tindakan tersebut justru merupakan bentuk ketaatan tertinggi dan implementasi langsung dari Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pengelolaan Aset Daerah itu sendiri,” jelasnya.
Melalui surat terbuka tersebut, Agil ingin menunjukkan bahwa para mahasiswa menurutnya sangat peduli dan memahami bahwa kepatuhan pada hukum memerlukan tindakan nyata.
“Perlu pembuktian kepada masyarakat bahwa Pemerintah Kota Bukittinggi tidak hanya patuh pada hukum dalam kata-kata, tetapi juga bijaksana dan berani dalam tindakan,” tutupnya.
Sikap Pemko Bukittinggi
Sebelumnya dalam sebuah acara seremonial, Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias menyampaikan sikap terkait permasalahan tanah di Fort de Kock.
“Sikap kita adalah taat aturan, patuh pada putusan Mahkamah Agung. Apa bunyi putusan Mahkamah Agung itu harus kita jalankan,” ujarnya.
Menurut Ramlan, putusan Mahkamah Agung yang sudah inkrah, hanya satu yang dikatakan, pemerintah membeli tanah tidak beritikad baik.
“Tapi tidak satupun putusan itu berbunyi tanah itu diserahkan kepada Fort de Kock, AJB dibatalkan, sertifikat diserahkan, tidak ada.Tanah itu milik pemerintah kota,” tuturnya.