KLIKPOSITIF – Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa pada 8 September 2025 merupakan salah satu peristiwa politik-ekonomi paling signifikan dalam satu dekade terakhir. Sri Mulyani, yang dikenal sebagai figur teknokrat berintegritas, digantikan oleh Purbaya, ekonom lulusan Purdue University yang berkarier di sektor swasta, lembaga riset, dan pemerintahan. Keputusan ini segera memantik reaksi pasar: rupiah melemah lebih dari 1%, IHSG terkoreksi, dan Bank Indonesia terpaksa melakukan intervensi (Reuters, 2025). Pertanyaan yang mengemuka adalah: apa dampak ekonomi dari pergantian Menkeu ini?
Hilangnya Figur Kredibilitas Fiskal
Selama tiga periode menjabat, Sri Mulyani menjadi jangkar kredibilitas fiskal Indonesia. Ia dikenal disiplin dalam mengendalikan defisit, menjaga rasio utang pada level aman, serta mendorong reformasi perpajakan. Bagi investor internasional, kehadirannya memberi rasa aman untuk menempatkan modal di pasar Indonesia. Tidak mengherankan bila setiap kali ia mundur atau diganti, pasar langsung bereaksi negatif (Financial Times, 2025). Hilangnya figur sekuat ini memunculkan kekhawatiran bahwa disiplin fiskal akan melemah di bawah kepemimpinan baru.
Gaya Baru Purbaya: Optimisme Ambisius
Sebaliknya, Purbaya tampil dengan gaya berbeda. Sehari setelah dilantik, ia menyebut pertumbuhan delapan persen “tidak mustahil” dan menilai keresahan sosial, seperti 17+8 Tuntutan Rakyat, datang hanya dari sebagian kecil masyarakat yang hidupnya belum cukup baik (Detik Finance, 2025). Pernyataan ini mencerminkan optimisme ambisius: keyakinan bahwa dengan sinergi pemerintah dan swasta, pertumbuhan tinggi bisa segera dicapai.
Optimisme semacam ini bisa menjadi energi baru, terutama setelah lama publik terbiasa dengan narasi kehati-hatian ala Sri Mulyani. Namun, di mata pasar, pernyataan itu justru menimbulkan kekhawatiran. Ambisi delapan persen dianggap sebagai sinyal kebijakan fiskal ekspansif, bahkan longgar, yang bisa melemahkan kredibilitas anggaran. Investor menilai target pertumbuhan terlalu tinggi dibanding capaian historis lima persen dalam dua dekade terakhir (IMF, 2023).
Kontras Respons Sektoral
Reaksi pasar juga tampak berbeda antar-sektor. Beberapa saham industri tertentu, seperti rokok, bergerak positif karena selama ini merasa terbebani kebijakan cukai yang agresif di era Sri Mulyani. Sebaliknya, saham-saham perbankan cenderung melemah karena kekhawatiran terhadap arah kebijakan fiskal yang lebih ekspansif, yang dapat menimbulkan risiko inflasi dan menekan stabilitas makro. Meskipun data sektoral masih beragam, pola ini memperlihatkan bahwa pergantian Menkeu segera tercermin dalam ekspektasi pelaku pasar.
Risk Premium
Salah satu dampak paling nyata dari pergantian ini adalah potensi meningkatnya sovereign risk premium Indonesia. Investor akan menuntut imbal hasil obligasi yang lebih tinggi jika menilai risiko fiskal bertambah. Selama era Sri Mulyani, risk premium Indonesia relatif terkendali berkat kredibilitas fiskal. Kini, dengan figur baru yang belum teruji, pasar akan menunggu bukti konsistensi. Jika kebijakan fiskal tampak longgar tanpa basis penerimaan yang jelas, biaya pinjaman pemerintah bisa naik signifikan (Bloomberg, 2025).
Dampak Jangka Menengah: Publik dan Pasar
Dalam jangka menengah, dampak pergantian Menkeu akan bergantung pada dua hal. Pertama, apakah Purbaya mampu menyeimbangkan ambisi pertumbuhan dengan disiplin fiskal. Jika ia berhasil menunjukkan reformasi nyata—perbaikan perpajakan, efisiensi belanja, dan perlindungan industri legal dari praktik ilegal—pasar akan kembali percaya. Kedua, bagaimana komunikasi publiknya. Pernyataan lugas seperti “suara sebagian kecil rakyat” bisa dianggap jujur, tetapi berisiko menimbulkan kesan kurang empati. Pasar dan publik sama-sama membutuhkan jaminan bahwa pemerintah tidak hanya mengejar angka, tetapi juga peka terhadap keresahan sosial.
Peluang Momentum Baru
Meski penuh risiko, pergantian ini juga membuka peluang momentum baru. Selama ini, kehati-hatian fiskal sering dikritik membuat Indonesia berjalan terlalu lambat. Jika Purbaya mampu menyalurkan optimisme menjadi kebijakan yang kredibel, Indonesia berpotensi memanfaatkan bonus demografi dan daya tarik investasi global. Dengan catatan, disiplin fiskal tetap dijaga agar ambisi pertumbuhan tidak berubah menjadi instabilitas.
Kesimpulan
Dampak ekonomi pergantian Menkeu bersifat ganda. Dalam jangka pendek, pasar bereaksi negatif karena hilangnya figur kredibilitas. Dalam jangka menengah, arah kebijakan Purbaya akan menentukan apakah kepercayaan bisa dipulihkan. Optimisme delapan persen bisa menjadi momentum jika didukung reformasi struktural, transparansi fiskal, dan komunikasi publik yang inklusif. Tanpa itu, Indonesia berisiko menghadapi biaya pinjaman lebih mahal, volatilitas pasar lebih tinggi, dan keraguan investor yang berkepanjangan. Dengan kata lain, pergantian Menkeu adalah ujian besar: apakah Indonesia bisa menjaga disiplin sambil mengejar ambisi.