Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul, Agus Tri Widiyantara - Harian Jogja/Kiki Luqman
Harianjogja.com, BANTUL—Dinas Kesehatan Bantul memperkuat penemuan kasus TBC melalui skrining aktif dan layanan Mobile X-Ray, guna percepatan eliminasi penyakit menular di kabupaten itu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul, Agus Tri Widiyantara, menyatakan program percepatan penemuan kasus sudah mulai dilakukan melalui perubahan strategi.
Agus menjelaskan bahwa program TBC ini merupakan salah satu fokus pemerintah pusat untuk eliminasi, selain AIDS dan Malaria.
"Kondisi kita masih seperti biasanya saja, tadi kan rapat membahas perencanaan monitoring daerah AIDS, TBC, dan malaria. Memang itu salah satu program dari pemerintah pusat untuk eliminasi AIDS. Dari ketiga itu yang mungkin bisa segera dieliminasi itu malaria karena sudah diluncurkan di DIY," ujar Agus pada Selasa (25/11/2025).
Perubahan Metode Penemuan Kasus
Menurut Agus, salah satu langkah yang kini diterapkan adalah perubahan metode penemuan kasus. Jika dulu penanganan TBC menggunakan sistem pasif dispensing, kini diterapkan strategi aktif dispensing agar penemuan kasus dapat lebih cepat dan akurat.
"Kalau dulu sistemnya pasif dispensing, jadi masyarakat yang datang dulu baru diperiksa. Tapi sekarang kita melakukan aktif dispensing, artinya kita turun langsung ke masyarakat melakukan skrining," jelasnya.
Untuk mendukung skrining aktif ini, Dinkes Bantul telah mengoperasikan layanan Mobile X-Ray untuk mempercepat penemuan kasus. Mobil tersebut dilengkapi perangkat rontgen dan teknologi pelindung radiasi.
"Jadi dengan alat rontgen dibawa ke lokasi untuk mempercepat penemuan TBC di masyarakat dengan jemput bola. Mobilnya juga sudah dilapisi timbal sehingga paparan radiasi tidak keluar," ungkapnya.
Tantangan Target Penemuan Kasus
Program skrining aktif ini dilakukan melalui berbagai kegiatan, mulai dari pemeriksaan di dusun, puskesmas, hingga kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan agenda bakti sosial. Meski berjalan, Agus mengakui pelaksanaannya belum bisa dilakukan secara rutin setiap bulan.
"Memang belum dilakukan secara rutin, masih insidental karena menyesuaikan kegiatan lain dan dukungan fasilitas. Tapi ke depan kita upayakan agar bisa lebih terjadwal dan masif," katanya.
Dinkes Bantul juga menggandeng perusahaan besar untuk memperluas cakupan skrining agar target penemuan kasus terpenuhi. Saat ini, Bantul masih menghadapi tantangan penyelesaian target penemuan kasus.
"Jumlah kasus masih banyak tapi penemuannya belum sesuai target. Target TBC kita sebanyak 2.151 orang. Berbeda dengan penyakit lain, TBC justru harus ditemukan sebanyak mungkin agar penanganannya tepat," tegas Agus.
Risiko Resisten Obat dan Penularan
Agus menjelaskan, gejala TBC tidak selalu tampak berat sehingga kasus sering ditemukan dalam kondisi sudah resisten obat. Hal itu terjadi ketika penderita tidak rutin menjalani pengobatan selama 4–6 bulan.
"Kalau tidak rutin minum obat bisa resisten dan jadi kebal obat. Kalau sudah resisten, pengobatan lebih sulit karena harus akses ke fasilitas kesehatan lebih sering. Dampaknya juga bisa menyebar ke organ lain, bukan hanya paru-paru," ujarnya.
TBC dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa. Namun, kasus dewasa menjadi perhatian karena tingkat penularannya lebih tinggi.
"Sebenarnya kita berharap menemukan kasus dewasa karena lebih menular. Tapi anak-anak juga ada dan jumlahnya cukup besar," tambahnya.
Agus memastikan komitmen Dinas Kesehatan untuk terus memperkuat kolaborasi lintas sektor agar target eliminasi TBC dapat dicapai sesuai jadwal nasional.
Jumlah kasus sampai November 2025
Sementara, data di Dinkes Bantul menyatakan, kasus TBC di wilayahnya per November 2025 tercatat mencapai 1.142. Kondisi ini sedikit menurun dibandingkan 2024 lalu dengan 1.495 penderita dengan 28 persen di antaranya merupakan balita atau mencapai 418 anak.
Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Bantul, Samsu Aryanto menjelaskan, 1.142 penyintas TBC itu terdiri dari 633 laki-laki dan 509 perempuan. Kasus pada kelompok usia muda masih menonjol dengan sebanyak 358 pasien merupakan anak usia 0–14 tahun, sementara 784 lainnya berada di atas usia 14 tahun.
"Tren kasus TBC ini perlu diwaspadai meski cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya," kata Samsu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

2 hours ago
2

















































