Harianjogja.com, JAKARTA—Dari hasil pemantauan Komisi Informasi Pusat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai kurang terbuka terkait dengan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025.
Terkait dengan hal itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Dwi Astuti menegaslan bahwa selama ini pemerintah secara berkala memberi informasi terkait dengan perpajakan termasuk rencana kenaikan PPN menjadi 12% sesuai amanat Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Perlu kami sampaikan bahwa selama ini pemerintah memulai strategi komunikasi dengan publikasi manfaat pajak," kata Dwi, Selasa (26/11/2024). DJP, sambungnya, juga sudah menjelaskan kepada masyarakat bahwa hasil dari kebijakan penyesuaian tarif PPN. Dia mengeklaim hasil kenaikan PPN akan kembali dirasakan masyarakat terutama dalam bentuk program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Dwi mencontohkan program-program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, subsidi listrik, subsidi elpiji 3 kg, subsidi BBM, hingga subsidi pupuk. "Pada 2023 pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp269,59 triliun untuk bantuan sosial dan subsidi," kata Dwi.
BACA JUGA: REI DIY Sebut Kenaikan PPN 12% Bisa Bikin Penjualan Properti Lesu
Sebelumnya, Komisi Informasi Pusat menyatakan Kementerian Keuangan kurang terbuka terkait rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.
Komisioner Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn menjelaskan bahwa berdasarkan UU No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), 90% informasi yang ada di badan publik harus terbuka. Hanya 10% informasi yang boleh ditutup, menyangkut rahasia negara, rahasia bisnis, dan rahasia pribadi.
Komisi Informasi pun menyoroti polemik rencana kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Komisi Informasi, jelas Rospita, mencatat bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kurang terbuka sehingga muncul gelombang keresahan masyarakat. "Pemerintah kan hanya bilang [kenaikan tarif PPN menjadi 12%] untuk kebutuhan APBN, kebutuhannya apa? Seperti apa? Bagian mana dari APBN yang perlu ditambah? Itu belum tersampaikan secara langsung kepada publik," jelas Rospita dalam konferensi pers di Kantor Komisi Informasi Pusat, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Lebih dari itu, masyarakat lebih membutuhkan informasi terkait pemanfaatan pajak oleh Kemenkeu. Dia mencontohkan, ke mana selama ini uang pajak masyarakat digunakan oleh pemerintah.
Jika digunakan untuk memperbaiki fasilitas kesehatan maka harus dijabarkan fasilitas apa yang diperbaiki. Jika untuk memperbaiki kualitas pendidikan, maka harus didetailkan kebijakan seperti apa yang akan dikeluarkan. "Hal-hal seperti itu yang harus pemerintah sampaikan secara rinci sehingga masyarakat kemudian berpikir ulang, oh ternyata 1% yang akan ditambahkan ke pajak kami bermanfaat baik untuk kami maupun untuk banyak orang.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com