PADANG, KLIKPOSITIF – Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Padang (UNP) membuka ruang baru dengan menghadirkan Round Table Discussion (RTD) bertajuk “Mengurai Dilema: Kuasa Negara, Kebebasan Pers, dan Hak Publik Atas Informasi”. Acara ini dilaksanakan pada Selasa, (30/09) di Aula Gedung Laboratorium Fakultas Ilmu Sosial UNP yang disambut dengan antusias oleh 130 peserta.
Diskusi ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga, antara lain Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat, Komisi Informasi Sumatera Barat, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Sumbar, Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM), serta Revolt Institute. Kegiatan ini menjadi wadah reflektif dalam membedah isu pembatasan informasi dari perspektif hukum, sosiologi, dan etika komunikasi.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial UNP, Afriva Khaidir, S.H., M.Hum., MAPA., Ph.D., dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi ruang diskusi terutama generasi muda saat ini. “Kegiatan RTD ini dapat terus berlanjut dan para generasi muda semakin melek informasi,” tambahnya di sela-sela membuka kegiatan.
Acara dipandu oleh chairperson AB Sarca Putera, S.I.Kom., M.A. sebagai pemimpin jalannya diskusi. Ia menekankan bahwa persoalan informasi sangat erat kaitannya dengan kuasa media dan hak publik untuk tahu.
Diskusi dimulai dengan pemaparan dari Robert Cenedy, S.P., S.H., M.H., Ketua KPID Sumbar, yang menyebutkan bahwa kehadiran KPI merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan penyiaran. “Masyarakat berhak memberi saran, kritik, hingga apresiasi terhadap kinerja KPI,” katanya.
Andika Destika Khangen sebagai narasumber yang mewakili AMSI menambahkan bahwa tantangan informasi saat ini tidak hanya bersumber dari konten yang diproduksi, tetapi juga dari algoritma media sosial yang menyaring informasi berdasarkan preferensi pengguna bahkan dipengaruhi oleh algoritma. “Ruang publik menjadi sempit dan informasi yang penting justru tenggelam. Hal ini karena minimnya jumlah pemantau media dan keterbatasan sumber daya manusia dalam lembaga pengawasan informasi,” ujar Andika.
Selain itu hadir narasumber lainnya, yakni Dr. Eka Vidya Putra, S.Sos., M.Si., Direktur Revolt Institute, Tantri Endang Lestari, S.IP., M.Si., Wakil Ketua Komisi Informasi Sumatera Barat dan Diego, M.I.Kom., M.Sos., Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas juga turut memberikan tanggapan terkait hak informasi publik, kuasa negara, dan kebebasan pers saat ini.
Melalui diskusi ini, diharapkan muncul kesadaran kritis di kalangan mahasiswa dan pemangku kepentingan untuk terus memperjuangkan kebebasan pers dan hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang jujur, berimbang, dan dapat dipercaya (Venty).