PADANG, KLIKPOSITIF – Siang itu, di sebuah rumah sederhana di Jalan Cindakir RT 002 RW 003, Kelurahan Teluk Kabung Utara, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, suara anak-anak yang biasanya ramai bermain tak terdengar. Hanya terdengar desahan napas pelan dari seorang bocah perempuan yang terbaring lemah di atas dipan kayu.
Ia adalah Nur Rezkia Fahira, atau biasa dipanggil Kia. Bocah berusia lima tahun itu kini hanya bisa menatap langit-langit rumah sambil menggenggam tangan ibunya, Vera Gusneti. Masa kanak-kanak yang seharusnya dipenuhi tawa dan permainan kini tergantikan dengan rasa sakit, obat-obatan, dan derai air mata. Enam bulan terakhir, Kia harus menjalani kehidupan yang penuh cobaan karena penyakit langka, yaitu lipoma ganas.
Awal yang Tak Terduga
Vera mengenang, semua berawal dari demam biasa. Tidak ada yang aneh. Kia hanya demam ringan, seperti umumnya anak-anak kecil. Namun yang membuat Vera mulai khawatir, demam itu tak kunjung reda meski sudah diobati. Setiap kali sembuh, demamnya kembali. Bersamaan dengan itu, muncul sebuah benjolan kecil di leher anaknya.
“Awalnya cuma demam. Kami kira masuk angin biasa, atau capek. Tapi gak sembuh-sembuh, malah muncul benjolan sebesar kelereng,” cerita Vera saat dikunjungi tim dari Andre Rosiade ke kediamannya di Bungus Teluk Kabung beberapa waktu lalu.
Berpikir itu hanyalah pembengkakan ringan, Kia sempat dibawa ke tukang pijat. Bukannya membaik, kondisi Kia justru memburuk. Benjolan yang awalnya satu, bertambah jumlahnya. Tubuh Kia mulai melemah.
Akhirnya, Vera memutuskan membawa Kia ke rumah sakit. Serangkaian pemeriksaan dilakukan, termasuk CT Scan. Hasilnya mengguncang dunia kecil Kia dan keluarganya: Kia didiagnosis menderita *lipoma ganas*, jenis tumor jaringan lemak yang bisa menyebar dan merusak organ tubuh.
Perjuangan Tanpa Pilihan
Sejak vonis itu, hari-hari Kia berubah total. Ia yang dulu aktif, kini tak lagi bisa bermain bersama teman-temannya. Tubuh mungilnya kian kurus. Setiap hari diisi dengan minum obat, terapi, dan berulang kali penyedotan cairan di paru-paru—efek lanjutan dari tumor ganas yang terus menggerogoti tubuhnya.
“Yang paling menyakitkan itu waktu tahu di paru-parunya ada cairan. Dokter bilang itu bisa karena penyebaran lipoma. Anak saya makin kurus. Nafasnya pun kadang sesak,” ujar Vera lirih.
Kondisi ini memaksa Vera berhenti bekerja. Padahal, sebelumnya ia mengadu nasib sebagai TKI di luar negeri untuk menghidupi keluarga. Kini, semua fokus dan energinya tercurah untuk satu hal: menyelamatkan hidup Kia.
Namun, biaya pengobatan yang tak sedikit menjadi beban berat. Apalagi, pengobatan Kia memerlukan kontrol rutin, pembelian obat khusus, hingga rawat inap di rumah sakit jika kondisinya drop.
Uluran Tangan di Tengah Keputusasaan
Di tengah keterbatasan, bantuan datang dari berbagai arah. Salah satunya dari anggota DPR RI dan Ketua DPD Partai Gerindra Sumatera Barat, *Andre Rosiade*. Mendengar kabar tentang perjuangan Kia, Andre langsung mengirimkan timnya untuk mengunjungi rumah keluarga ini dan menyerahkan bantuan.
“Kami diutus langsung oleh Pak Andre setelah beliau mendengar kisah Kia. Bantuan ini berupa dana tunai Rp5 juta dan sembako,” ujar *Nurhaida*, Wakil Ketua DPD Gerindra Sumbar, yang datang bersama timnya.
Vera, yang tak menyangka akan mendapat perhatian itu, tak kuasa menahan air matanya. Ia menyampaikan rasa terima kasih yang dalam kepada pihak-pihak yang telah peduli.
“Terima kasih kepada Bapak Andre Rosiade. Ini sangat berarti bagi kami. Semoga Allah membalas semua kebaikan beliau,” ucapnya haru.
Ketua RT setempat, Tarmizi, dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Yola Trisilia, juga turut hadir mendampingi tim dari Andre Rosiade. Mereka menyatakan bahwa perhatian dan bantuan seperti ini sangat dibutuhkan oleh warga-warga yang sedang berjuang di tengah himpitan ekonomi dan kondisi kesehatan.
Harapan yang Tak Pernah Padam
Meski hari-hari Kia diwarnai rasa sakit, namun ia masih menyimpan senyum kecil. Dalam kondisi lemah, ia tetap menyambut tamu dengan anggukan pelan. Sesekali, Kia memeluk ibunya erat, seakan menyampaikan bahwa ia belum ingin menyerah.
Bagi Vera, setiap napas Kia adalah mukjizat. Ia tahu jalan ini panjang dan tidak mudah. Tapi sebagai ibu, ia tak punya pilihan selain berjuang. “Yang penting Kia bisa sembuh. Bisa sekolah, bisa bermain seperti dulu,” katanya, suara bergetar.
Kisah Kia adalah potret nyata dari banyak keluarga di pelosok negeri yang harus berjuang sendirian melawan penyakit dengan segala keterbatasan. Namun kisah ini juga menjadi bukti bahwa harapan masih ada. Bahwa di balik kesedihan, masih ada tangan-tangan yang terulur, doa-doa yang dipanjatkan, dan cinta yang menguatkan.
Kia mungkin baru lima tahun, tapi ia telah menjadi pejuang kecil yang mengajarkan kita arti ketabahan, cinta, dan pengharapan yang tak pernah padam.(*)