Harianjogja.com, JOGJA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY menyambut positif wacana pemanfaatan data transaksi QRIS sebagai data alternatif untuk penilaian kelayakan kredit di sektor fintech lending.
Kepala OJK DIY, Eko Yunianto, mengatakan penggunaan data QRIS bisa membuka peluang baru bagi peningkatan inklusi keuangan, khususnya bagi UMKM dan nasabah dengan histori kredit terbatas. Menurutnya, potensi tersebut sejalan dengan pandangan OJK yang menilai QRIS dapat menjadi sumber data tambahan dalam analisis risiko kredit.
Meski demikian, Eko menegaskan bahwa penerapan teknologi tersebut harus tetap mempertimbangkan perlindungan data pribadi, validitas data, serta prinsip kehati-hatian dalam setiap penggunaan data transaksi.
Ia menjelaskan, hingga saat ini DIY belum menerapkan QRIS sebagai komponen credit scoring. Sebab, seluruh data terkait penilaian kredit masih tersentral di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola OJK.
"Oleh karena itu, jika nantinya QRIS dimasukkan sebagai komponen dalam credit scoring, penerapannya di DIY akan mengikuti perkembangan kebijakan yang diatur oleh OJK Pusat," ujarnya, Rabu (19/11/2025).
Saat ini, kata Eko, wacana tersebut masih dalam tahap pengkajian. OJK DIY akan menyesuaikan dengan instruksi dan kebijakan OJK Pusat apabila QRIS resmi menjadi bagian dari sistem penilaian kredit.
Eko menambahkan, pemanfaatan QRIS tidak hanya menampilkan besaran utang, tetapi juga menggambarkan arus transaksi usaha seseorang, sehingga analisis keuangan dapat dilakukan lebih komprehensif.
"Hal ini membuka peluang untuk menilai total pendapatan bulanan, yang bisa menjadi dasar pertimbangan dalam menilai kemampuan membayar angsuran," jelasnya.
Lebih lanjut, Eko mengungkapkan sejumlah catatan penting OJK terkait penerapan QRIS dalam credit scoring. Pertama, perlindungan data pribadi harus menjadi prioritas mengingat data transaksi berpotensi memuat informasi sensitif. Kedua, validitas data perlu dijaga agar informasi yang digunakan tetap akurat. Selain itu, prinsip kehati-hatian tetap wajib diterapkan baik di sektor perbankan maupun industri pinjaman daring (Pindar) berizin OJK.
"Penggunaan QRIS mendukung analisis yang lebih menyeluruh dan tidak hanya fokus pada kewajiban utang semata," ujar Eko.
Meski dianggap mampu memberikan perspektif lebih luas mengenai kelayakan kredit, Eko menegaskan implementasinya harus dilakukan secara hati-hati agar tujuan inklusi keuangan tercapai tanpa menimbulkan risiko baru.
Sementara itu, mengutip JIBI/Bisnis.com, Deputi Gubernur BI Juda Agung menjelaskan bahwa sistem skoring tersebut nantinya akan ditopang oleh teknologi artificial intelligence (AI). Menurutnya, AI memiliki potensi besar untuk memperluas akses layanan keuangan.
"Jangan bayangkan AI itu seperti robot pengganti manusia. Bayangkan AI sebagai asisten yang sangat pintar, yang sangat pengertian akan kebutuhan penggunanya," katanya.
Juda menjelaskan, AI dapat mengolah jejak digital dari transaksi digital termasuk QRIS. Data tersebut kemudian menjadi dasar dalam alternative credit scoring. Ia mencontohkan pelaku UMKM yang menggunakan QRIS akan meninggalkan jejak digital berupa pemasukan, pengeluaran, jumlah pelanggan, hingga pola transaksi lainnya.
"Ini jejak-jejak digital keuangan dari si ibu ini [pelaku UMKM] bisa diubah oleh AI menjadi sebuah akses keuangan, ketika ibu ini memerlukan pinjaman dari bank atau fintech lending," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

2 days ago
13
















































