KLIKPOSITIF – Guru Besar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (Unand), Prof. Dr. Drs. Syafruddin Karimi, SE, MA mengatakan, lonjakan PHK 2025 itu nyata. Kemnaker mencatat lebih dari 100 ribu kasus sampai akhir Agustus dan ini menuntut negara hadir cepat di pasar kerja.
“Pemerintah mulai memperkuat jaring pengaman melalui revisi aturan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (Permenaker 2/2025; PP 6/2025), serta menyalurkan Bantuan Subsidi Upah yang menargetkan jutaan pekerja formal,” katanya saat dihubungi di Padang.
Ia mengatakan, untuk menahan luka yang lebih dalam, kebijakan perlu bergeser dari sekadar kompensasi ke re-skilling agresif dan matching kerja berbasis data, disertai insentif bagi sektor padat karya yang melakukan retensi tenaga kerja.
“Respons awal sudah ada; efektivitasnya akan diukur dari turunnya TPT dan lamanya masa menganggur, bukan jumlah program,” paparnya.
PHK adalah kenyataan getir yang tak kunjung mereda bagi para pekerja. Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia mencatat sebanyak 24 ribu pekerja terkena PHK pada periode 1 Januari hingga 23 April 2025. Pada Februari lalu, jumlahnya masih 15 ribu, artinya terjadi lonjakan 10 ribu PHK hanya dalam dua bulan terakhir.
Kasus Sritex PHK massal pun terang-terangan mewarnai awal tahun 2025. Raksasa tekstil asal Sukoharjo itu merumahkan sekitar 11.025 buruh akibat pailit. Meski desas-desus investor baru masih santer diberitakan, ribuan buruh yang sebelumnya menggantungkan hidup pada perusahaan tersebut kini kehilangan arah.
Disisi lain, PHK dimulai dari pabrik tekstil, rumah sakit, perhotelan, hingga kantor media, gelombang PHK menghantam para pekerja tanpa ampun. Bahkan korporasi mapan kini dilaporkan terseok-seok menahan beban.