Peran Lama yang Masih Bertahan, Saat Perempuan Mengubah Tren Keuangan yang Usang

1 week ago 21

Exhibition Scoopy x Kuromi - Klikpositif

KLIKPOSITIF – Ketika Taylor Swift menikah dengan Travis Kelce suatu hari nanti, dunia hiburan akan menyaksikan contoh keuangan yang jarang terjadi, dimana pasangan superkaya di mana sang perempuan menghasilkan jauh lebih banyak dari sang laki-laki.

Kelce, bintang sepak bola dari tim Kansas City Chiefs, mungkin berstatus atlet top, namun penghasilannya tidak sebanding dengan tunangannya, sang megabintang pop yang juga miliarder.

Dalam hubungan heteroseksual, seorang istri yang berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya sering kali dianggap “melawan arus” peran gender tradisional. Namun, tren ini kini semakin umum. Data Pew Research Center tahun 2023 menunjukkan, 45% perempuan dalam pernikahan heteroseksual di Amerika Serikat kini berpenghasilan sama atau lebih besar dari suaminya atau meningkat tiga kali lipat dibanding 50 tahun lalu.

Menurut Dr. Megan McCoy, terapis keuangan dan profesor perencanaan keuangan pribadi di Kansas State University, semakin banyak perempuan bekerja bukan hanya membantu keuangan keluarga, tetapi juga berdampak positif bagi anak-anak. “Anak dari ibu yang bekerja cenderung lebih sukses dan memiliki pandangan yang lebih egaliter tentang peran gender,” ujarnya.

Namun, perubahan dari norma lama tidak selalu berjalan mulus. “Ada masa-masa penyesuaian yang bisa terasa menyakitkan,” kata Brian Page, konselor keuangan dan pendiri Modern Husbands, layanan pembinaan tentang keuangan dan kerja domestik dalam pernikahan.

Peran Lama, Tuntutan Baru

Sebelum menjadi ikon musik dunia, Taylor Swift hanyalah seorang gadis kecil. Begitu juga Travis Kelce, sebelum menjadi salah satu atlet tight end terbaik dalam sejarah. Seperti kebanyakan orang, keduanya tumbuh dengan pesan-pesan eksplisit dan tersirat tentang apa yang “seharusnya” mereka capai.

Menurut Dr. Sonya Lutter, direktur program kesehatan finansial di Texas Tech University, banyak orang masih terjebak dalam harapan lama soal peran laki-laki dan perempuan. “Uang dan maskulinitas masih sangat berkaitan di tahun 2025,” ujar Page.

Ia mengutip data Pew yang menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan masih memandang kemampuan menafkahi keluarga sebagai aspek penting dari menjadi pasangan yang baik.

Namun, realitas ekonomi kini sudah berubah. “Biaya hidup meningkat lebih cepat daripada pendapatan. Konsep satu pencari nafkah utama kini sudah tidak realistis di banyak tempat,” jelas McCoy.

Akibatnya, muncul jurang antara harapan sosial dan kenyataan modern. “Banyak laki-laki dan perempuan yang merasa terombang-ambing oleh ketidaksesuaian ini,” tambah Page.

Dilansir dari laman CNN, bagi laki-laki, kondisi ini bisa menimbulkan krisis identitas. Jika selama ini nilai diri diukur dari kemampuan menafkahi, lalu apa yang tersisa ketika peran itu tak lagi mutlak?

Bagi perempuan, tekanan untuk tetap menjadi pengasuh utama sambil bekerja penuh waktu membuat banyak yang merasa gagal di kedua sisi. “Bahkan ketika perempuan berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya, mereka tetap mengerjakan lebih dari setengah pekerjaan rumah tangga,” kata Lutter.

Sisa-sisa ekspektasi gender lama masih kuat, meski tuntutan zaman sudah berubah. “Masalahnya, standar ini bukan berdasar logika atau kebahagiaan, tapi karena kebiasaan sosial,” tambah Page.

Konflik di Dua Arah

Penelitian menunjukkan bahwa kepuasan psikologis suami cenderung meningkat seiring naiknya penghasilan istri — namun hanya sampai titik tertentu. Sebuah studi tahun 2019 menemukan bahwa suami paling bahagia ketika pendapatan istri mencapai sekitar 40% dari penghasilannya sendiri. Di atas angka itu, kebahagiaan mereka justru menurun.

“Kami juga menemukan bahwa ketika perempuan berpenghasilan lebih besar, perdebatan soal uang di rumah tangga meningkat,” ujar Lutter.

Menurut McCoy, sebagian laki-laki merasa terancam oleh kesuksesan istrinya, terutama jika sejak kecil mereka diajarkan bahwa nilai diri diukur dari pencapaian karier. Sementara itu, perempuan kerap merasa terbebani oleh pembagian kerja domestik yang tak seimbang.

“Selain kesenjangan pekerjaan rumah, ada juga kesenjangan waktu luang,” kata McCoy. Waktu santai perempuan sering dihabiskan di rumah — membaca atau berkebun — di mana anak-anak masih bisa ‘menyita’ perhatian mereka. Sedangkan laki-laki lebih sering menikmati waktu luang di luar rumah,” jelasnya.

Akibatnya, keduanya merasa lelah dan kewalahan. Masing-masing merasa sibuk dan saling menuntut. Yang satu bilang, ‘Aku sibuk kerja, aku cari nafkah paling banyak.’ Sementara yang lain merasa, ‘Aku juga kelelahan, tapi siapa yang urus rumah?

Merencanakan Hidup sebagai Tim

Menurut McCoy, akar banyak konflik ini terletak pada bias bawah sadar tentang peran gender dan uang. Solusinya? Komunikasi terbuka.

“Bicarakan sejak awal bahwa uang adalah simbol kekuasaan, kendali, dan keberhasilan. Diskusikan apa artinya jika salah satu lebih sukses, atau jika salah satu ingin mundur dari karier. Apa maknanya bagi hubungan kalian?,” paparnya.

Lutter menyarankan agar pasangan menjadwalkan pembicaraan rutin soal keuangan dan pembagian peran, misalnya di awal tahun atau saat musim pajak.

“Hidup selalu berubah, jadi apa yang masuk akal sekarang bisa berubah nanti,” ujarnya. Yang penting, ada ruang untuk bertanya: apakah kamu bahagia dengan pembagian ini? Apa ada yang ingin diubah?,” jelasnya.

Page sendiri pernah menjadi pencari nafkah utama di keluarganya. Namun kini, setelah mencapai banyak hal dalam kariernya, ia memilih lebih banyak menangani urusan rumah tangga sementara istrinya menjadi tulang punggung finansial.

“Dinamika hubungan bisa berubah, tapi kuncinya adalah bekerja sebagai tim agar keduanya bisa berkembang,” jelasnya.

Dan melihat pasangan seperti Taylor Swift dan Travis Kelce, Page menilai ada pesan kuat yang bisa diambil. “Dia (Kelce) tampak sangat bahagia mendukung kesuksesannya. Itu contoh penting bagi banyak orang — bahwa cinta dan kebanggaan pada pasangan tak harus diukur dari siapa yang membawa uang lebih banyak,” paparnya.

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news